Kekerasan Akibat Lemahnya Pluralisme Pendidikan
NU Online · Senin, 25 Agustus 2003 | 10:01 WIB
Jakarta, NU.Online
Kurikulum pendidikan kita jarang sekali mengenalkan sisi pluralisme, sehingga kerap muncul kekerasan karena pola pikir yang serba hitam putih, demikian ungkap mantan Menteri Agama, Tolchah Hasan, kepada NU. Online, Senin (25/08/2003)
Karena itu lembaga pendidikan tidak boleh lepas dari realitas sosial dan budaya di sekitarnya. Kepedulian terhadap lingkungan sosial itu terasa amat penting di tengah fenomena kekerasan teror dan sadisme yang cukup memprihatinkan. "ini penting dicermati, karena kekerasan dan terrorisme yang berkembang sudah jauh di luar harkat kemanusiaan," katanya.
<>Hal ini terjadi pertama, karena memang di dalam lingkungan umat islam di dunia ini kelompok-kelompok radikal itu memang ada. Ia kemudian mencontohkan tentang gerakan wahabi. yang merupakan gerakan radikal pada masa itu. Gerakan wahabi itu menerapkan radikalisme, sebab di dalam konsep amar ma'rufnya itu dilaksanakan secara fisik, bukan dengan cara dialog. Kemudian mereka mempunyai satu sikap yang apriori terhadap pendapatnya seakan-akan semua pendapatnya selalu benar dan orang lain selalu salah sehingga orang lain tidak memiliki peluang untuk benar. "kelompok ini ada, meskipun kecil tapi nekat," katanya.
Sikap apriori mereka yang menganggap yang lain salah inilah yang memicu terjadinya kekerasan yang kerap menyudutkan Islam. Mengenai masalah ini ia mengatakan pernah diingatkan pada tahun 2000 oleh kawan-kawanya di Malaysia tentang munculnya gerakan-gerakan radikal. "ini hati-hati lho di Indonesia harus kerjasama baik dengan Malaysia tentang munculnya gerakan-gerakan radikal. sebab kalau tidak kita nanti akan mengalami kesulitan," sitirnya.
Kedua masalah referensi dan buku-buku yang dibaca dikalangan Islam proporsinya belum seimbang dan perlu dikaji kembali. contoh saja yang paling gampang misalnya. buku-buku tarikh nabi, sejarah nabi rata-rata yang dimuat disana masalah perang padahal nabi kan tidak cuma perang saja, "Kita perlu melihat kembali referensi buku yang dbaca dikalangan agama agar terhindar dari distorsi dan pemahaman yang keliru," ungkap Tolhah.
Ketiga, masalah kurikulum pendidikan kita hampir jarang sekali mengenalkan bagaimana kita sebagai muslim harus hidup di tengah-tengah realitas masyarakat yang pluralis, kita kerap kali berpikir hitam-putih. Islam-non Islam padahal sebenarnya dalam islam itu sendiri cukup banyak nuansa-nuansa yang perlu diserap mengenai bagaimana umat Islam itu hidup ditengah masyarakat majemuk," papar mantan Menag kelahiran Tuban ini.
Lebih lanjut, Ia menjelaskan, pluralisme dan demokratisasi dalam pendidikan sangatlah penting, semua warga negara memiliki porsi yang sama dan mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang baik, dan sekaligus memiliki kewajiban pula untuk menciptakan serta menjalankan penyelenggaraan pendidikan nasional yang berkualitas. Dengan demokratisasi, diharapkan setiap potensi individu akan memperoleh pelayanan yang memadai. sehingga ia tidak sekadar bertambah secara fisik dan selalu siap mengembangkan pribadinya dengan penuh inovasi, kreativitas, kritis, dan produktif.
Untuk tujuan itu kemudian ia menambahkan bahwa pendidikan agama harus dirubah pendekatannya. Dari pendekatan pemberian pengetahuan kepada pendekatan perilaku. Ini karena melihat kenyataan bahwa selama ini pelajaran agama yang diberikan tak berbanding lurus dengan perilaku siswa (cih)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat HUT Ke-80 RI: 3 Pilar Islami dalam Mewujudkan Indonesia Maju
2
Khutbah Jumat: Kemerdekaan Sejati Lahir dari Keadilan Para Pemimpin
3
5 Poin Maklumat PCNU Pati Jelang Aksi 13 Agustus 2025 Esok
4
Kantor Bupati Pati Dipenuhi 14 Ribu Kardus Air Mineral, Demo Tak Ditunggangi Pihak Manapun
5
Khutbah Jumat: Refleksi Kemerdekaan, Perbaikan Spiritual dan Sosial Menuju Indonesia Emas 2045
6
Ketua PBNU Sebut Demo di Pati sebagai Pembangkangan Sipil, Rakyat Sudah Mengerti Politik
Terkini
Lihat Semua