Warta

Kekayaan Ruhani, Daya Tarik NU di Inggris

NU Online  ·  Ahad, 19 Oktober 2003 | 23:57 WIB

Leicester, NU Online
Merupakan saat yang cukup menyenangkan bagi kami; para peserta program training manajemen utusan PBNU di Markfield Leicester UK, manakala hari Minggu tiba, karena pada hari itu dimanfaatkan untuk bersilaturrahim dengan para mahasiswa Islam yang tersebar di berbagai kota di Inggris, biasanya rombongan kami dipisah menjadi tiga atau empat kelompok untuk pergi ke beberapa tempat yang berbeda, dimana tinggal disana sekelompok masyarakat Indonesia, semisal Birmingham, Sheffield, New Castle, London, Manchester dan kota lainnya.

Acara silaturrahim ini dimanfaatkan dengan mengadakan kumpulan pengajian, dimana peserta dari Markfield bergiliran memberikan ceramah dan berdialog dengan masyarakat Indonesia setempat. Umumnya mereka cukup tertarik dengan tema pengajian, tak jarang obrolan dilanjutkan sampai diluar acara pengajian, untuk mengobati rasa rindu mereka yang jauh dari kampung halaman dan berbagi informasi mengenai kemajuan dan budaya yang ada di Inggris.

<>

Penulis sendiri berkesempatan mengikuti silaturrahim di New Castle, Sheefield dan London. Suasana terasa akrab dan tentu saja sangat menyenangkan karena mendapatkan hidangan khas Indonesia yang disediakan, sebab konsumsi selama di Markfield adalah makanan khas Pakistan dan India, yang di dominasi oleh rasa kare dan gulai kambing, sehingga muncul guyonan peserta agak pusing tapi bukan di kepala.

Dalam dialog seringkali ditanyakan kondisi NU dan PKB saat ini, meskipun mereka dengan mudah dapat mengakses berita dari internet, namun berdiskusi langsung terasa lebih afdol bagi mereka. Bisa ditebak pula, diantara obyek pertanyaan adalah kondisi suhu politik Indonesia terkini serta konflik internal PKB yang terasa amat membosankan.

Menarik pula, terdapat banyak kabar ataupun isu yang menghawatirkan sikap moderat NU. Kedatangan para kyai di Inggris diindikasikan oleh sebagian orang sebagai barter politik atau ada udang dibalik batu untuk mempengaruhi pemikiran para kyai (brain wash) mengenai terorisme yang santer dibicarakan Barat. Hal ini terungkap dalam dialog pengajian di KBRI dan di mailing list mahasiswa Indonesia UK.

Memang disaat kondisi kacau semacam saat ini, segala isu dapat dengan mudah berkembang, dan dengan segala ketulusan hati kami berusaha memberikan gambaran jelas tentang apa dan siapa NU dan pesantren, sehingga tidak akan sedemikian mudah dapat di permainkan.

Pengajian di KBRI dilaksanakan dengan tema ukhuwah islamiyyah, dan dalam sesi tanya jawab, penulis sempat memberikan ilustrasi contoh kasus ketika nabi Isa AS bersama para sahabatnya berjalan di suatu saat, mereka menemukan bangkai anjing yang telah membusuk, seorang dari mereka berkata: “Alangkah busuk bangkai anjing itu!, seorang lainnya berkata: alangah buruk rupanya, sementara lainnya berkomentar: sungguh amat menjijikkan!, sedangkan nabi Isa As dengan amat tulus berkata: alangkah putih dan indah warna giginya, sebagai satu bentuk positif thinking yang diajarkan pula dalam syariat islam.”

Pada kesempatan diskusi dari hati ke hati di Wisma Caraka dengan para pengurus NU cabang Istimewa Inggris, penulis bertanya tentang apakah faktor yang menyebabkan seseorang di Inggris tertarik atau tidak tertarik pada NU. Dengan amat jelas dan terus terang mereka memberikan catatan tiga hal yang disuka dan tiga hal yang tidak disukai oleh muslim Indonesia di Inggris tentang NU. Hal hal yang menarik bagi mereka adalah: karena NU bersikap moderat dan toleran, mempunyai kekayaan tradisi ruhani dalam lelaku spiritual semisal dzikir dsb, serta mengembangkan tradisi berfikir ahlussunnah wal jamaah.

Sedangkan hal hal yang tidak disukai oleh mereka, sehingga tidak tertarik pada NU adalah; NU dianggap kuno dan kampungan oleh sebagian orang, sikap sebagian tokoh NU yang lebih dekat kepada kalangan non muslim dan tidak simpatik pada sesama Islam, serta gerakan Islam liberal yang dianggap telah kebablasan. Tentunya hal terahir ini amat menarik bagi kami, karena masyarakat yang hidup di alam modern ternyata tidak suka dengan aksen liberal yang dianggap sok modern dalam keagamaan, mereka justru lebih tertarik Islam tradisional yang lebih orisinil dan meyakinkan.

Perjalanan ini bagi kami tentu saja sangat menyenangkan, karena terdapat kombinasi menarik antara teori manajemen, leadership, pluralisme, westernisme dan orientalisme serta sekian banyak kunjungan di lapangan, ditambah guyonon segar sesama peserta untuk menghilangkan kejenuhan. KH. Hasib Wahab, yang diangkat peserta sebagai ketua dewan syuro rombongan aktif mengocol lelucon yang amat menggelikan, sehingga waktu lima minggu terasa singkat bagai sekejap, dan segudang pengalaman tertata rapi di benak ingatan, setelah dilakukan pemilihan dan pemilahan, diharapkan akan berguna bagi pesantren dan NU dimasa depan.

Oleh:H.A.Fahrurrozi Burhan
Pengasuh PP.Annur Bululawang Malang