Warta

Kang Said: Jihad Tak Identik Kekerasan

NU Online  ·  Ahad, 2 September 2007 | 01:01 WIB

Padang, NU Online
Jihad pada zaman ini tidak identik kekerasan seperti mengobrak-obrik tempat judi, maksiat, menghancurkan sesuatu bangunan, atau meneriakkan Allahu Akbar sembari membawa golok, karena Islam itu rahmatan lil alamin, membawa kedamaian dan kesejukan terhadap semua orang.

Demikian disampaikan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Agil Siradj di hadapan jamaah nahdliyin di Pondok Pesantren Salafiyah NU Al Ma’rif Tarbiyah Islamiyah Tigo Nagari Kayutanam Kabupaten Padangpariaman Sumatera Barat, Sabtu (1/9).

<>

Dilaporkan kontributor NU Online Bagindo Armaidi Tanjung, hadir dalam tabligh akbar itu Wakil Rais Syuriah Pengurus Wilayah (PW) NU Sumbar Buya H Moh Letter, Wakil Ketua PWNU H A Khusnun Aziz, Sekretaris PWNU Sumbar Firdaus, Wakil Ketua Tanfizd DPW PKB Sumatera Barat Ahmad Khambali, dan sekitar 200 jamaah.

Kang Said (panggilan akrab KH Said Agil Siradj) menegaskan, NU tidak akan pernah menggunakan kekerasan dalam mengajak orang menjalani agama Islam. Tugas NU adalah bagaimana orang Islam sadar dengan hukum sehingga hukum dapat berjalan dengan baik. Bukan dengan memerangi orang dengan golok, kerena boleh jadi yang diperangi itu juga orang yang mengakui Islam.

Dalam menjalankan syariat Islam, kata Kang Said, ada  4 tahapan. ”Pertama, dilakukan secara bertahap. Seperti larangan minuman keras dan judi. Mula-mula supaya dijauhkan, kemudian mudharatnya lebih banyak daripada manfaatnya, selanjutnya baru dilarang,” katanya.

“Kedua, mengajak ke Islam, tidak langsung disinggung kebiasaan yang sudah di tengah masyarakat. Silakan saja menyesuaikan dengan kondisi lokal. Seperti di Sumatera Barat dikenal falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Artinya Islam disejalankan  dengan adat, sejauh tidak bertentangan dengan syariat Islam. Ketiga, salah satu jihad adalah kalau memang perlu angkat senjata,” katanya.

Ditambahkan, ketika pasukan NICA 1945 berdatangan ke Indonesia yang diboncengi Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia, maka Presiden RI Soekarno, Wapres Moh Hatta dan Panglima Jenderal Soedirman mengutus kurir kepada KH Hasyim Asy’ari, Rais Akbar PBNU. Ketiga tokoh itu menanyakan apa hukumnya membela tanah air dari serangan pasukan NICA. KH Hasyim Asy’ari mengumpulkan sejumlah kiai dan ulama dari seluruh Indonesia.

Kesimpulannya, Kiai Hasyim Asy’ari mengeluarkan Resolusi Jihad tanggal 22 Oktober 1945. Isinya, jihad membela tanah air adalah wajib. Mereka yang berperang membela tanah air adalah jihad. Maka meletuslah perang dengan peristiwa yang terkenal dengan 10 Nopember 1945. Sebanyak 20.000 jiwa korban dari NU. Korban berjihad setelah keluarnya resolusi jihad dari KH Hasyim Asy’ari.

Keempat, adalah memberikan perlindungan kepada semua masyarakat. Jika ada 5 keluarga di tengah 1.000 keluarga Islam, mereka harus memberikan perlindungan keluarga yang 5 keluarga tersebut. Artinya, perlindungan harus diberikan kepada semua masyarakat tanpa membedakan agamanya. Jika 5 keluarga itu tidak merasa aman dan tenang berada di tengah masyarakat yang 1.000 tadi, maka itu tidak sesuai dengan Islam.

”Membangun masyarakat yang cukup pangan, sandang, dan membebaskan dari kemiskinan, itu juga jihad. Saya kagum dengan negara-negara seperti Sudan, Malik (Afrika Barat), yang miskin tapi gratis pendidikannya. Untuk itu, saya berikan kesempatan 2 orang santri Pondok Pesantren Salafiyah NU Al Ma’arif Tarbiyah Islamiyah ini melanjutkan pendidikan ke Libia dan negara Timur Tengah lainnya. Semua biaya, paspor, uang saku, pendidikan, tiket, saya yang menanggung,” kata Kang Said.

Pimpinan Pondok Pesantren Salafiyah NU Al Ma’rif Tarbiyah Islamiyah Tigo Nagari Kayutanam Kabupaten Padangpariaman Buya Umar Datuak Sinaro menyebutkan, pesantren ini berdiri tahun 1955. Ketika jayanya pernah mencapai murid 250 orang. Alumninya cukup banyak yang berhasil menjadi hakim agama, PNS, ulama dan dosen, baik di Sumatera Barat sendiri, maupun di Propinsi Riau dan daerah lain.

Ketua PCNU Padangpariaman Rahmat Tuanku Sulaiman menyebutkan, Kabupaten Padangpariaman memang selalu menjadi sasaran bagi kegiatan PWNU yang mendatangi pengurus dari pusat. Baik pimpinan NU, IPNU, Fatayat, IPPNU, jika datang ke Sumbar, salah satu agenda kegiatannya pasti di Padangpariaman.

"Ke depan kita berharap perhatian PBNU kepada daerah ini terus meningkat. Apalagi lebih dari 40 pondok pesantren salafiyah ada di daerah ini," katanya.

Sebelumnya Ketua PBNU KH Said Agil Siradj berceramah dalam tabligh akbar dihadapan sekitar 500 jamaah di Pondok Pesantren Al Manar Syekh Abdurrahman Batuhampa Kabupaten 50 Kota. Kang Said menyerahkan sejumlah sumbangan kepada Ketua Yayasan Syekh Abdurrahman Prof. Dr. Mestika Zed.(arm)