Bogor, NU Online
Korp PMII Putri (Kopri) mulai "gerah" melihat jalannya kongres. Mereka menilai jalannya kongres tidak memberikan peluang bagi peningkatan kepemimpinan perempuan di tubuh PMII.
“Janganlah forum Kongres ini dijadikan wahana pembodohan bagi perempuan. Perempuan di PMII jumlahnya lebih dari 50 persen, maka kader perempuan di PMII tidak boleh diabaikan, ” ujar Efi Nurmilasari, kader puteri PMII yang juga Ketua II Pengurus Koordinator Cabang (PKC-PMII) Jawa Tengah kepada NU Online, Senin (30/5).
<>Menurutnya, selama ini di PB PMII telah secara sistematis telah melakukan pemangkasan penyempitan ruang gerak perempuan, sekaligus legitimasi bahwa perempuan tidak punya akses politik yang lebih luas, karenanya banyak hal strategis dalam kebijakan organisasi Kopri tidak dilibatkan. "PB PMII harus bertanggung jawab terhadap kondisi ini, walau bagaimanapun Kopri adalah wadah kader-kader PMII," ungkap Efi.
Kopri yang kembali dihidupkan dalam kongres ke-14 di Kutai serta Pokjanas Perempuan di Jakarta, lanjut Efi belum memberikan penguatan hak-hak politik perempuan dalam membangun wacana jender untuk menguatkan gerakan solidaritas politik kaum perempuan. "Pola pikir pembentukan Kopri selama ini masih dianggap sebagai penyempitan ruang gerak perempuan, sekaligus legitimasi bahwa perempuan tidak punya akses politik yang lebih luas, karena selama masih ada Kopri, perempuan tidak pernah menjadi ketua umum," katanya.
Kondisi ini, lanjutnya akibat ketimpangan jender di PMII serta ketidakjelasan kebijakan PMII terhadap kader perempuan. "Memang ditataran PMII secara idealis tidak membedakan kader laki-laki dan perempuan, tetapi ditingkat realitas menunjukan perbedaan peran kader laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain kader perempuan tidak memiliki landasan konstitusi yang jelas dalam memperjuangkan aspirasi perempuan,” papar Efi.
Oleh karena itu, sambung Efi, wadah tersendiri untuk memperjuangkan aspirasi kaum perempuan mutlak harus ada dalam struktur PMII, ada atau tidak ada kopri. Wadah tersebut tidak sepenuhnya dihuni oleh perempuan semata, tapi harus ada juga laki-lakinya yang memiliki pemahaman sama. “Jadi urusan perempuan harus juga melibatkan laki-laki karena PMII-Perempaun = O,” ujarnya menambahkan. (cih)
Terpopuler
1
3 Jenis Puasa Sunnah di Bulan Muharram
2
Niat Puasa Muharram Lengkap dengan Terjemahnya
3
Innalillahi, Nyai Nafisah Ali Maksum, Pengasuh Pesantren Krapyak Meninggal Dunia
4
Khutbah Jumat: Persatuan Umat Lebih Utama dari Sentimen Sektarian
5
Keutamaan Bulan Muharram dan Amalan Paling Utama di Dalamnya
6
Innalillahi, Buya Bagindo Leter Ulama NU Minang Meninggal Dunia dalam Usia 91 Tahun
Terkini
Lihat Semua