Jakarta, NU.Online
Berdasarkan informasi terakhir yang dilaporkan Unit Managemen Lauser kepada wartawan di Jakarta, Selasa (4/11) tercatat 92 orang dilaporkan tewas, sementara lebih dari 154 orang hingga kini belum kembali ke rumahnya. Hingga saat ini tim gabungan SARS dan sejumlah komponen masyarakat masih terus melakukan pencarian korban dan melakukan evakuasi. Jumlah korban tewas yang berhasil dikenali tercatat sudah 74 orang.
Hujan deras melanda hari Senin dinihari di wilayah yang populer di kalangan wisatawan manca negara yang terletak 80 km di timur laut Medan, tepatnya di wilayah Bukit Lawang.
<>Wilayah ini dikenal sebagai tempat rehabilitasi orang utan, juga persinggahan wisatawan sebelum masuk ke Taman Nasional Gunung Leuser. Hotel-hotel, penginapan dan perumahan penduduk habis tersapu banjir bandang yang datang mendadak, di saat kumandang sholat tarawih tengah berlangsung.
Empat wisatawan yang terdiri dari 2 wanita Jerman, dan lainnya dari Singapura, Belanda dan Austria, ditemukan tewas.
Nur Rahma, 35 tahun, menyaksikan ketiga anaknya yang berusia antara 18 bulan sampai 6 tahun, terbawa banjir. "Saya masih berharap anak-anak saya selamat. Saya akan terus mencari sampai ketemu," katanya sambil menangis.
Sejumlah pejabat menyalahkan kegiatan penebangan liar di wilayah ini sebagai penyebab memburuknya banjir kali ini. Tragedi ini sekali lagi menarik perhatian khalayak pada percepatan perusakan hutan di Indonesia.
Wilayah ini memang terlanda banjir setiap tahunnya, tapi beberapa pengamat lingkungan menyatakan banjir kali ini diperparah dengan penggundulan hutan di wilayah hulu. "Saya yakin ini adalah akibat langsung dari penebangan liar," kata Gubernur Sumatra Utara, Rizal Nurdin. "Masalah lain adalah pemerintah pusat kurangnya mampu memberantas aksi penebangan liar," lanjutnya.
Dilaporkan sejumlah besar pepohonan ditebang untuk membangun jalan lintas menembus taman nasional untuk menghubungkan wilayah ini dengan propinsi Aceh, atas dasar kebijakan pemerintah pusat.
Dikatakan akibat musibah banjir ini pemerintah akan menutup wilayah taman nasional ini bagi pengunjung sampai enam bulan mendatang.
Silang Pendapat
Silang pernyataan berseliweran menanggapi adanya musibah dahsyat tersebut. Wapres Hamzah Haz menilai akibat human error. Walhi menuding akibat proyek jalan Ladia Galaska. Tapi tudingan Walhi segera dibantah Menko Kesra Yusuf Kalla. Untuk itu Jusuf Kalla menegaskan, banjir yang terjadi di Langkat sama sekali tidak berkaitan dengan proyek jalan Ladia Galaska seperti ditudingkan Walhi.
“Sama sekali tidak ada kaitannya. Banjir itu disebabkan oleh kerusakan lingkungan di hutan-hutan Taman Nasional Pengunungan Leuser karena penebangan liar. Tapi kejadian ini bukan jalurnya Ladia Galaska,” katanya di Kantor Departemen Kesra Jl. Medan Merdeka Barat Jakarta Pusat, Selasa (4/11) kemarin.
Menurut laporan Bupati setempat, papar dia, kerusakan lingkungan itu dilakukan oleh pengusaha-pengusaha dan sekarang telah merusak sekitar 40.000 hektar. Di tempat yang sama, Menkimpraswil Soenarno menilai pernyataan Walhi hanya upaya LSM itu untuk mengkait-kaitan banjir itu dengan proyek Ladia Galaska. Padahal sebenarnya tidak ada hubungannya.
“Banjir (ini) jauh sekali dari Ladia Galaska. Proyek itu sebenarnya hanyalah peningkatan jalan yang sudah ada yang dulu bernama jalur Sarang Laba-laba. Sebagian Ladia memang berada di dalam bagian ekosistem Leuser,” katanya.
Untuk penanganan musibah banjir, papar Soenarno, pemerintah telah melakukan upaya evakuasi, penyediaan sarana rumah sakit, dapur umum, dan lainnya. “Untuk tahap berikutnya akan dilakukan rehabilitasi infrastruktur dan rehabilitasi rumah rakyat. Proyek jangka panjangnya perbaikan lingkungan Taman Nasional Pegunungan Leuser,” tuturnya.
Bencana Nasional
Sementara itu, banjir bandang yang terjadi di Langkat bisa dikatakan sebagai tragedi nasional. Hal ini jika dilihat dari banyaknya jumlah korban baik yang tewas maupun hilang.
Hal itu dikatakan Gubernur Sumut, H Tengku Rizal Nurdin, usai meninjau proses evakuasi korban dan monitoring posko bencana alam di Bukit Lawang, Langkat, Sumut, Selasa kemarin.
“Jumlah ini sangat banyak sekali. Kita prihatin dengan kejadian ini. Saya kira tepat jika ini dikatakan tragedi nasional, kemanusiaan,” ujarnya.
Nurdin meminta semua pihak menjadikan bencana alam itu sebagai pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga kelestarian alam. Selain itu, dia menambahkan agar bencana alam itu tidak dijadikan momen untuk menuding buruknya kiner
Terpopuler
1
Munas Majelis Alumni IPNU Berakhir, Prof Asrorun Niam Terpilih Jadi Ketua Umum
2
PPATK Tuai Kritik: Rekening Pasif Diblokir, Rekening Judol Malah Dibiarkan
3
Bendera One Piece Marak, Sarbumusi Serukan Pengibaran Merah Putih
4
Hadiri Haul Buntet 2025, Ketum PBNU Tegaskan Pesantren Punya Saham dalam Tegaknya NKRI
5
Gelombang Tinggi di Cianjur Hantam 67 Perahu Nelayan, SNNU Desak Revitalisasi Dermaga
6
Alumni IPNU Harus Hadir Jadi Penjernih dalam Konflik Sosial dan Jembatan Antarkelompok
Terkini
Lihat Semua