Jakarta, NU.Online
Bangsa ini sudah semakin jauh dari moral dan etika yang bersumber dari agama, sehingga korupsi dan perilaku penyalahgunaan kekuasaan semakin melembaga di Indonesia, demikian diungkapkan Rais 'Am Syuriah PBNU, KH. MA.Sahal Mahfudz dalam acara sidang Pleno PBNU, Jum'at (22/08/2003) kepada NU.Online.
Sebagaimana diketahui dampak korupsi tidak hanya bersifat ekonomis dan politik seperti high cost economy dan kerugian negara, tetapi juga bersifat moral dan budaya, yang menyebabkan bangsa ini sulit keluar dari krisis multidimensi. Apalagi Presiden Megawati telah mensinyalir tentang adanya praktek KKN di legislatif di beberapa daerah dalam sidang tahunan MPR 2003 (1/08/2003).
<>Lebih jauh salah satu sebab korupsi menurutnya,Ā karena pandangan dunia (mind-set) sebagian masyarakat yang keliru, yang dipengaruhi nilai-nilai agama dan budaya yang tidak kondusif bagi kehidupan yang bersih.Ā Banyak orang melihatĀ agama atau iman lebih sering membelenggu ketimbang membebaskan. Agama cenderung melangit, tidak membumi, mandul, tidak berdaya, kehilangan vitalitas, kurang menggerakkan penganutnya untuk aktif membebaskan diri dari perbuatan jelek, termasuk korupsi.
Penafsiran agama yang harfiah, teks-tual, dan kaku seperti doktrin takdir bahwa Tuhan menentukan segalanya dan manusia cuma nrimo apa adanya, membawa keberagamaan yang pasif. Agama sebatas bersifat formal, padahal pada saat yang sama pembusukan moral sedang terjadi.
Kemudian bagaimana mengobyektifikasi agama sehingga ia berperan positif terhadap upaya pemberantasan budaya korupsi? Apabila pendekatan politik dan hukum lebih bersifat represif (meski juga bersifat preventif) dalam pemberantasan korupsi, maka disini agama berlaku lebih pada level preventif. Dan dalam konteks iniĀ sikap NU sebagai kekuatan moral sudah jelas, apalagi merujuk hasil munas konbes Alim Ulama di Pondokgede bahwa pelaku KKN tidak di shalati, tentunya hal ini juga berimplikasi pada dimensi sosial kemasyarkatan yang bisa membuat efek jera.
Ditanya tentang cara mengurangi tindak korupsi, pengasuh ponpes Mathlaul Huda di Kajen Pati iniĀ mengungkapkan, harus diberi pemahaman yang jernih tentang bahaya korupsi dari segi agama,sosial dan tatanan kebangsaan secara menyeluruh. Pada aras nilai atau budaya, misalnya, kita harus mengkondisikan agar mereka yang berwenang dapat memilahkan barang publik dari barang privat. "Sentuhan agama, etika, moral, dan akhlakĀ harus menjadi kata kunci dalam setiap langkah,"Ā katanya.
Selain ituĀ harus juga mengupayakan minimalnya kesempatan untuk korupsi, menegakkan hukum. Pemerintah harus menciptakan sistem jaminan hidup, kesehatan, pekerjaan, rumah dan pendidikan bagi semua warga negaranya. Agar orang tidak perlu cemas menyongsong masa depannya sehingga tidak hanya terpacu untuk menumpuk harta sebanyak-banyaknya Pendidikan harus diperluas, agar semua warga negara dapat berpikir luas, sistemik dan jangka panjang.
Ia juga menambahkan salah satu sebab gagalnya penanggulangan korupsi adalah minimnya dukungan masyarakat. Pemerintah dan aparat penegak hukum tidak merasa menjadi bagian dari gerakan-gerakan antikorupsi. ParaĀ birokrat paling banter menyinggung soal korupsi dalam konteks sekadar menyerang lawan politik yang dituduh melakukan korupsi (bersifat politis), bukan mencari akar-akar penyebab korupsi dan bagaimana mengikis korupsi. (Cih)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat HUT Ke-80 RI: 3 Pilar Islami dalam Mewujudkan Indonesia Maju
2
Khutbah Jumat: Kemerdekaan Sejati Lahir dari Keadilan Para Pemimpin
3
5 Poin Maklumat PCNU Pati Jelang Aksi 13 Agustus 2025 Esok
4
Kantor Bupati Pati Dipenuhi 14 Ribu Kardus Air Mineral, Demo Tak Ditunggangi Pihak Manapun
5
Khutbah Jumat: Refleksi Kemerdekaan, Perbaikan Spiritual dan Sosial Menuju Indonesia Emas 2045
6
Ketua PBNU Sebut Demo di Pati sebagai Pembangkangan Sipil, Rakyat Sudah Mengerti Politik
Terkini
Lihat Semua