Warta

Jadikan Momentum "Hijriah" Cermin Kehidupan

NU Online  ·  Jumat, 11 Februari 2005 | 09:30 WIB

Jakarta, NU Online
"Kehadiran bulan Muharram 1426 H punya makna dan peran besar bagi kelangsungan umat Islam saat ini. Spirit hijrah Nabi dan Piagam Madinah bisa dijadikan sebagai rujukan dalam memperbaiki umat Islam dan bangsa Indonesia yang sedang membangun," ujar Drs. Muhammad Nazri, seorang khotib Jum'at di Masjid Pegadaian Jakarta Pusat, Jum'at (11/2).

Menurut Nazri, pesan terpenting dari "hijrah rasul" menyangkut soal kegigihan Nabi dalam mendakwahkan agama Islam. Nabi Muhammad rela pindah ke Madinah sebagai bentuk penyelamatan buat masa depan perkembangan agamanya. Menyusul tekanan yang semakin besar dari penduduk kota Makkah yang masih kafir. "Saat ini, semangat hijrah bisa ditampilkan dengan etos perjuangan atas nilai-nilai yang terdapat dalam syariat Islam. Misalnya, soal penegakan aspek hukum, keadilan ekonomi, perdamaian umat manusia dan keadilan sosial," ungkapnya.

<>

Selain itu, katanya, beberapa tahun setelah Nabi berada di Madinah ia memimpin pertemuan dengan lintas tokoh masyarakat dan tokoh agama yang kelak melahirkan kesepahaman yang dikenal dengan Piagam Madinah. Dalam nota tertulis itu, terdapat puluhan pasal yang sebagian besar menekankan isu perdamaian dan saling kerja sama. "Puluhan pasal mengarah pada sikap saling menjaga dan membantu dan tidak saling menyerang," lanjutnya.

Kepeloporan Muhammad Saw, lanjutnya menjadi nilai lebih dalam konteks masyarakat Arab yang saat itu terbagi dalam suku-suku dan agama yang menyimpan bara permusuhan abadi. Ia tampil dengan gaya kepemimpinan yang luar biasa dan tidak pernah terbayangkan jika ada satu waktu mereka yang telah "patah arang" bahkan mustahil bisa didamaikan tapi terjadi. "Suku Aus dan Khajraj, dua suku di Madinah ini punya dendam abadi bahkan nyaris tak bisa didamaikan. Tapi, Muhammad dengan misi keislaman bisa melakukan hal tersebut. Di kemudian hari, kisah ini melegenda atas keberhasilan yang dilakukannya," terangnya di hadapan jama'ah Jum'at.

Lebih jauh kata dia, kepeloporan tersebut dilakukan setelah peristiwa hijrah terjadi. Kini, seiring kedatangan 1 Muharram, problem terbesar yang dihadapi umat Islam dan bangsa Indonesia hampir mirip dengan apa yang dihadapi Nabi saat berada di Madinah. Misalnya, soal pertikaian berbau agama dan primordial serta soal separatisme. "Problem bangsa saat ini tidak jauh beda dengan apa yang dihadapi Muhammad saat itu. Misalnya, menyangkut, konflik antara pendatang dengan pribumi dan konflik horizontal yang berbau agama. Muharram saat ini, harus dijadikan tolak awal menuju perbaikan bangsa yang berdasarkan nilai-nilai Islam," pintanya.

Muhamad Nazri juga menegaskan masalah yang dihadapi umat Islam di tanah air soal lemahnya rasa persatuan sesama umat Islam.  Hal ini, dapat menimbulkan efek yang kurang baik terkait masa depan kemajuan umat. "Khusus di internal umat Islam spirit muharram sebagai langkah evaluasi atas kelemahan yang dirasakan selama ini. Ke depan, persoalan sepele yang kerap kali menjadi ganjalan dalam membangun kekuatan politik dan kemandirian umat Islam segera dihilangkan," harapnya.

Diakhir khutbahnya, Nazri juga mengharapkan agar umat Islam dapat lebih memacu diri untuk berkarya, mambangun kejayaan diri, bangsa, dan agama sebagai manifestasi iman. "Sebagai muslim yang baik mari kita secara bersama-sama menginsyafi segala khilaf di tahun kemarin dan berusaha menggapai kebaikan menandai momentum "Hijriah"," ungkapnya menutup mimbar khutbah.(cih)