Jakarta, NU Online
Isu-isu agama untuk menangguk simpati massa dalam pemilu pilpres putaran kedua akan sulit digunakan, masyarakat lebih membutuhkan isu-isu dan program-program yang lebih riil menyangkut hajat hidup mereka yang paling asasi seperti isu perbaikan sektor ekonomi, isu militer dan pendidikan.
Demikian diungkapkan Direktur Riset Lembaga Survei Indonesia (LSI), Mohamad Qodari dalam Dialog Interaktif " Membedah Peta Kekuatan Politik Islam Menjelang Pilpres II" yang di gelar oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jakarta Timur, di gedung PBNU LT VIII , Kamis (-5/08).
<>Menurut Qodari karena dua pasangan yang masuk putaran kedua tidak ada presiden yang punya preferensial atau mengusung islam dalam agenda politiknya, karena yang mengusung simbol islam yakni Amin Rais dan Hamzah sudah tereliminasi. Selain itu, kata Qodari isu agama dalam kampanye pemilu 2004 memang tidak sedahsyat dalam pemilu 1999. Elite politik, terutama elite parpol Islam, agaknya mulai mengurangi pernyataan yang dapat memancing emosi keberagamaan. "Jika menjelang pemilu 1999 di beberapa wilayah Jawa Tengah, misalnya, ketegangan antarpendukung parpol (PPP dan PKB) yang luar biasa, kini ketegangan itu mulai berkurang, meski di wilayah “tapal kuda” Jawa Timur, ketegangan baru justru muncul akibat eksodus beberapa tokoh PKB ke PPP," katanya.
Lantas mengapa isu agama agak berkurang dalam pemilu 2004? Pertama, lanjut Qodari makin berkurangnya jumlah partai berbasis agama (partai Islam-red). Jika pemilu 1999 tak kurang 11 partai Islam menjadi peserta pemilu, dalam pemilu 2004 tidak lebih dari enam parpol. Berkurangnya parpol berbasis agama itu tidak sepenuhnya bisa dikatakan telah terkonsolidasinya kekuatan partai Islam, tapi lebih karena ketidakmampuan aktivisnya untuk menggalang dukungan masyarakat. Akibatnya, beberapa parpol Islam tak lolos menjadi peserta pemilu 2004.
Kedua, meski dalam pemilu 1999 diikuti banyak partai Islam, baik yang memakai asas Islam maupun basis pendukungnya masyarakat Islam, namun jumlah suaranya tak mencapai 50%, padahal jumlah pemeluk Islam konon mencapai 87%. Kenyataan ini bisa dimaknai bahwa sentimen dan isu-isu agama terbukti tidak cukup ampuh untuk menggalang dukungan masyarakat. "Masyarakat juga makin sadar bahwa pilihan politik tak dikaitkan dengan agama. Emosi keberagamaan yang terus diaduk-aduk menjelang pemilu 1999 lalu ternyata tak bisa merubah perilaku pemilih," tegas alumnus S-1 Psikoogi UI ini.
Ketiga, masyarakat sudah mulai sadar bahwa mereka selama ini telah menjadi korban dari kepentingan elite politik. Konflik berdarah dalam pemilu 1999 lalu, ternyata tak punya arti apa-apa bagi kehidupan mereka, kecuali mengantarkan beberapa orang menduduki kursi legislatif. Beberapa orang yang terlibat konflik PKB dan PPP di Jepara, menjelang pemilu 1999 lalu, mereka telah melakukan tindakan bodoh karena larut dalam konflik akibat ambisi para elitenya. Karena itu, mereka kini tidak mau lagi menjadi korban dan dipermainkan elitenya. "Masyarakat pemilih sekarang sudah lebih realitis," tandasnya (cih)
Terpopuler
1
PBNU Soroti Bentrok PWI-LS dan FPI: Negara Harus Turun Tangan Jadi Penengah
2
Khutbah Jumat: Jadilah Manusia yang Menebar Manfaat bagi Sesama
3
Khutbah Jumat Hari Anak: Didiklah Anak dengan Cinta dan Iman
4
Khutbah Jumat: Ketika Malu Hilang, Perbuatan Dosa Menjadi Biasa
5
Khutbah Jumat: Menjadi Muslim Produktif, Mengelola Waktu Sebagai Amanah
6
Khutbah Jumat: Jadilah Pelopor Terselenggaranya Kebaikan
Terkini
Lihat Semua