Warta

Intelektual antara Modal dan Kekuasaan

NU Online  ·  Selasa, 20 Mei 2003 | 13:36 WIB

Jakarta, NU Online
Cendekiawan dari waktu ke waktu selalu terjepit antara modal dan kekuasaan. Seorang cendekiawan jarang yang bisa terus menerus berada dalam ruang yang netral. Mereka seringkali harus memilih terkooptasi kekuasaan dengan memperoleh imbalan modal dan kekuasaan atau tetap mandiri dengan segala risikonya. Hal ini merupakan salah satu hal yang dibahas dalam diskusi buku “Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru” karya Daniel Dhakidae.

Buku ini merupakan sebuah buku yang membahas tentang sejarah, politik, intelektual, media,  dan organisasi agama dibawah orde baru. Dalam buku yang tebalnya sekitar 800 halaman Daniel S. Lev, seorang Indonesianis terkenal dari University of Washington, Seattle, USA berpendapat bahwa untuk menciptakan wacara baru di Indonesia, tidak ada jalan lain daripada mengerti kembali wacana sebelumnya yang merusak. Dalam rajutan indah untuk jenis persoalan begitu kompleks justru tugas itu yang mulai dikerjakan di sini dengan argumentasi canggih, jujur, dan meyakinkan.

<>

Diskusi dengan panelis Dr Renny Winata dan Dr Ignas Kleden serta dimoderatori oleh Dr Mochtar Pabotinggi hangat dengan berbagai kritik, masukan, ataupun pujian. Rahman Toleng, salah satu aktivis mahasiswa tahun 70-an yang juga hadir dalam diskusi tersebut berpedapat buku tersebut bahasanya terlalu hiperbolis terhadap tulisan yang menyangkut dirinya, “Mengapa hanya kelompok mahasiswa Bandung yang dimuat dalam tulisan tersebut, padahal banyak kelompok mahasiswa lain diluar bandung. Apakah mereka bukan termasuk cendekiawan.”

Kritisi juga datang dari berbagai intelektual penting Indonesia, seperti Taufik Abdullah, Romo Magnis Suseno, dan beberapa tokoh lainnya. Acara yang dilaksanakan di Hotel Santika benar-benar menjadi acara pertemuan para intelektual penting di Indonesia.

Juga dibahas dalam buku tersebut mengenai hubungan agama dan kekuasaan. suatu saat agama menjadi kekuasaan dan pada saat lainnya kekuasaan menjadi agama. Indonesia dari waktu ke waktu sampai saat ini terjadi perdebatan mengenai pelaksanaan syariah Islam. Ini menimbulkan ketakutan-ketakutan terhadap kelompok lain.

Kepemimpinan yang didasarkan pada aliran ini juga menimbulkan permasalahan di kalangan cendekiawan. Aliran pengelompokan didasarkan pada kesamaan asal usul politik dan budaya, bukan nilai dan tujuan seseorang, jadi orientasinya backward.

Secara umum cendekiawan dapat dibedakan pada mereka yang intelegensia, yaitu intelektual yang berusaha untuk keluar dari budaya lama dan secara kreatif berusaha menemukan sesuatu yang baru sedangkan kelompok literasi adalah mereka yang berusaha mempertahankan tradisi.

Cendekiawan adalah mereka yang selalu gelisah dalam hidupnya. Mereka yang selalu ingin mewujudkan gagasan-gagasan besarnya dalam masyarakat, mereka yang tidak pernah puas dengan kemapanan.(mkf)