Indonesia Didikte Karena Kekuatan Militer di Laut dan Udara Lemah
NU Online · Rabu, 28 Januari 2004 | 02:07 WIB
Jakarta, NU.Online
Pemerintah Republik Indonesia dalam banyak hal terus-terusan didikte negara lain seperti Amerika Serikat dan sejumlah negara di Eropa, karena peta kekuatan militer di laut dan Udara masih relatif lemah. Demikian diungkapkan Ketua Program Kajian Stratejik Ketahanan Nasional Pascasarjana Universitas Indonesia, Prof DR Wan Usman MA dalam dialog interaktif ”Menuju Kalimantan Barat Bersatu” dan bedah buku Daya Tahan Bangsa, di Pontianak beberapa waktu lalu (27/1).
Wan Usman, mengingatkan pemerintah supaya memiliki kemauan politik secara jelas, terprogram, bertahap, dan terpadu untuk terus membangun kekuatan militer di laut dan di udara. "Era abad ke-21, suka atau tidak suka, negara yang mampu mendominasi kekuasaan laut dan udara akan mengendalikan dunia, karena berkaitan dengan kemampuan menguasai teknologi, termasuk profesionalisme militer," katanya.
<>Lihatlah Amerika Serikat, tutur Wan Usman. Armada lautnya (kapal selam) gentayangan di mana-mana, menggerayangi Samudera Atlantik dan Asia Pacifik. Satelit ruang angkasa yang dikontrolnya telah menguasai informasi di seluruh dunia.
Wan Usman mengatakan investasi Amerika Serikat untuk menguasai ruang angksa telah dilakukan puluhan tahun lalu dan menghabiskan miliaran dolar per tahun. Kini, Amerika Serikat memetik buahnya, ditandai keberhasilannya menempatkan diri sebagai polisi dunia secara sistematis dalam percaturan politik global.Menurut Wan Usman, dimensi maritim sekuriti nasional bagi negara-negara yang ada di kawasan Asia Pasifik akan terfokus pada pentingnya Samudera India dan Laut Cina Selatan. Asumsinya daerah ini akan menjadi persaingan kekuatan-kekuatan laut. Oleh karena itu, bagi Indonesia penting artinya membangun angkatan laut dan udara secara siginifikan secara terpadu dan terprogram.
Berkaitan dengan perubahan konsep keamanan, lanjut Wan Usman, fokus konflik di masa depan akan juga bergerak ke perbatasan laut dan ruang angkasa. Konflik karena persaingan atau merebutkan sumber-sumber daya alam, terutama pada daerah lepas pantai, sehingga sekuriti ekonomi akan mendapat prioritas utama dalam perhitungan keamanan.
Secara singkat, katanya, konflik akan dihasilkan oleh sekelompok negara yang akan mengendalikan sumber energi, perikanan, sumber daya laut dan bahan-bahan mentah. Perang tidak akan lagi terjadi untuk menyerang teritorial negara lain, kecuali negosiasi gagal. Sebab permulaan perang ini sering gagal mencapai tujuan, seperti perang yang berkepanjangan Irak dan Iran.
"Sebagai penggantinya, adalah penguasaan ruang angkasa. Laut akan menjadi target strategi. Usaha akan diarahkan pada pengendalian dan eksploitasi, termasuk teknologi dan profesionalisme militer," ucap Wan Usman. (sp/cih)
Terpopuler
1
Guru Madin Didenda Rp25 Juta, Ketua FKDT: Jangan Kriminalisasi
2
Workshop Jalantara Berhasil Preservasi Naskah Kuno KH Raden Asnawi Kudus
3
LBH Ansor Terima Laporan PMI Terlantar Korban TPPO di Kamboja, Butuh Perlindungan dari Negara
4
Rapimnas FKDT Tegaskan Komitmen Perkuat Kaderisasi dan Tolak Full Day School
5
Ketum FKDT: Ustadz Madrasah Diniyah Garda Terdepan Pendidikan Islam, Layak Diakui Negara
6
Dukung Program Ketahanan Pangan, PWNU-HKTI Jabar Perkenalkan Teknologi Padi Empat Kali Panen
Terkini
Lihat Semua