Warta Imam Churmen

Impor Paha Ayam Harus Distop

Jumat, 7 Oktober 2005 | 01:29 WIB

Jakarta, NU Online
Pemerhati masalah pertanian, H Imam Churmen, berpendapat, paha dan sayap ayam asal Amerika Serikat tidak layak dikonsumsi karena di negara asalnya merupakan limbah.

"Rakyat AS tak mau mengkonsumsi paha dan sayap ayam karena mengandung kolesterol," kata Imam Churmen dalam diskusi terbuka mencegah masuknya impor paha dan sayap ayam dari AS yang diselenggarakan Petani Centre IPB di kampus IPB, Bogor, Kamis (6/10)kemarin.

<>

Ia juga berpendapat, masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam meragukan kehalalan paha dan sayap ayam asal AS itu karena cara pemotongannya diragukan.

Mantan Wakil Ketua Komisi III DPR (dulu membidangi pertanian) ini menandaskan, apabila impor paha dan sayap ayam dari AS itu dikabulkan pemerintah, berarti pemerintah tak menunjukkan kepeduliannya terhadap nasib peternak yang sedang terpuruk. Padahal, peternakan ayam di dalam negeri belakangan terpuruk dan belum bangkit akibat wabah flu burung.

Impor paha dan sayap ayam juga dinilai hanya menguntungkan segelintir kelompok orang saja. "Oleh karena itu saya mengimbau kepada pengusaha yang berminat mengimpor paha dan sayap ayam dari AS itu untuk membatalkan niatnya. Sebaiknya, dana yang dimiliki digunakan untuk membantu peternak dalam negeri agar mampu bangkit kembali menekuni bidang usahanya." kata mantan ketua Lembaga Pertanian NU (LPNU)

Ia juga menegaskan, `apabila pemerintah mengizinkan impor paha dan sayap ayam dari AS tersebut, saya akan menyatakan menolak kebijakan itu."

Imam juga mengatakan, meskipun agribisnis ayam ras sempat mengalami guncangan akibat krisis ekonomi, ke depan peluang pengembangannya sangat prospektif. Faktor yang mendukungnya, jumlah penduduk sekitar 210 juta jiwa, konsumsi daging dan telur ayam per kapita penduduk tergolong rendah, yakni 3,02 kg, atau sedikit di atas Vietnam dengan konsumsi per kapita 2,1 kg per tahun.

Karena bahan pangan asal unggas diktegorikan dalam sembilan bahan pokok (sembako), maka komoditas daging dan telur ayam menjadi target kebijakan pangan nasional, yang perlu diwujudkan keterediaannya dalam dimensi jumlah, kualitas, ruang, waktu dan keterjangkauannya.

Imam mencatat, akibat krisis multidimensi sejak pertengahan Agustus 1997, agribisnis ayam ras Indonesia mengalami penurunan drastis. Menurut data Ditjen Peternakan produksi DOC final stock broiler 1998 merosot sekitar 50 persen dari produksi 1997.

Hal senada juga dikemukakan Ketua Umum Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional, Tri Hardiyanto, menurutnya  sejak kasus flu burung menyerang Indonesia, permintaan akan ayam broiler menurun drastis mencapai 60 persen. Padahal, kematian unggas akibat flu burung hanya 0,12 persen dari total populasi yang mencapai 1,2 miliar ekor. Saat ini ada sekitar 11,2 juta ton stok ayam broiler di dalam negeri yang belum dipasarkan hingga dua bulan mendatang. "Kondisi ini akan semakin hancur, bila paha dan sayap ayam dari Amerika masuk ke Indonesia," katanya.

"Karena itu pemerintah harus berani menolak masuknya CLQ asal Amerika untuk melindungi peternak dalam negeri. Memang konsumen mendapat harga murah untuk CLQ, tetapi dampaknya lebih besar menanti yaitu hancurnya industri peternakan dalam negeri. Setelah hancur kita akan dikuasai Amerika dalam pasokan ayam," ujarnya menegaskan. (atr/sk/cih)