Implementasi Khittah NU 1926 sebagai landasan berfikir, bersikap dan bertindak organisasi dan warga Nahlatul Ulama akan dibincang kembali dalam Halaqah Nasional Alim Ulama NU di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, Jalan Kaliurang, KM.12,5 Yogyakarta, Kamis (2/4) besok pukul 07.00 sampai 21.30 WIB.
Halaqah yang dilaksanakan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta ini akan dihadiri beberapa tokoh NU yang terlibat dalam proses kembali ke Khittah NU 1926 pada 1984 silam seperti KH Muchit Muzadi, KH Abdurrahman Wahid, KH Tholchah Hasan, KH Said Agil Siradj, KH Masdar Farid Mas’udi, dan H Slamet Effendi Yusuf.<>
Konfirmasi kehadiran beberapa tokoh teras NU tersebut disampaikan Ketua Sterring Commite (SC) M. Jadul Maula. KH A. Musthofa Bisri yang juga diundang tidak dapat hadir karena sedang menjalankan ibadah umrah, namun khusus untuk halaqah ini ia telah menyiapkan testimoninya dalam bentuk VCD.
”Beberapa PWNU yang diundang juga menyatakan akan mengirimkan delegasi, kecuali Papua karena ada beberapa kendala,” kata Jadul yang juga ketua Lembaga Seniman dan Budayawan Muslim (Lesbumi) NU Yogyakarta dihubungi NU Online, Selasa (31/3) tadi malam.
Menurut Jadul, halaqah juga mengundang pengurus syuriyah dan tanfidziyah serta pimpinan badan otonom dan lembaga di lingkungan PWNU Yogyakarta, pengurus cabang (PCNU) dan pengasuh pondok pesantren se-Yogyakarta.
Halaqah bertajuk Etika Politik dan Visi Kebangsaan Khittah NU. Dalam kerangka acuan kegiatan yang diterima NU Online dipastikan persoalan keterkaitan antara NU dan politik praktis akan menjadi perbincangan utama dalam halaqah ini.
”Banyak orang prihatin, NU kini terjebak dalam permainan politik praktis yang lebih mementingkan kekuasaan sesaat. NU tidak melarang warganya atau pengurusnya untuk terlibat dalam politik praktis, namun tentunya tidak menyeret NU secara organisatoris. Bila sudah menyeret NU sebagai organisasi, terlebih menjadikan NU sebagai tunggangan, hal itu mencederai Khittah NU 1926,” demikian dalam acuan kegiatan ini.
Persoalan lainnya yang akan dibincang adalah munculnya kelompok Islam baru yang mewacanakan kembali perlunya negara Islam. Ide tentang khilafah Islamiyah dan Islam trans-nasional serta mewabahnya gerakan Islam untuk menggoyang ideologi dan identitas kebangsaan Indonesia menjadi perhatian serius dalam halaqah ini.
Menurut Ketua PWNU DIY Prof Mohammad Maksum, halaqah diharapkan menjadi ajang introspeksi bersama kalangan pemimpin NU dan jamaah NU (Nahdliyin).
“Halaqah sebagai forum akademik yang berbasis tradisi NU untuk membahas persoalan yang dianggap mendesak, gawat dan krusial bagi kehidupan masyarakat luas,” katanya.
Halaqah dilakukan dalam bentuk sarasehan dan sidang-sidang komisi. Dalam sesi sarasehan, peserta diajak untuk mendengarkan testimoni para perumus khittah NU 1926 lalu direfleksikan bersama-sama dengan para peserta halaqah yang lain.
Sidang komisi dibagi dalam tiga sub tema yakni etika politik dan budaya pesantren, visi kebangsaan Khittah NU 1926, serta hubungan agama dan negara di Indonesia. Diharapkan, halaqah ini dapat menyumbangkan masukan berharga untuk Muktamar XXXII NU, 10 Januari 2010 mendatang di Makassar. (nam)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menyambut Idul Adha dengan Iman dan Syukur
2
Buka Workshop Jurnalistik Filantropi, Savic Ali Ajak Jurnalis Muda Teladani KH Mahfudz Siddiq
3
Lembaga Falakiyah PBNU Rilis Data Rukyatul Hilal Awal Dzulhijjah 1446 H
4
Khutbah Jumat: Relasi Atasan dan Bawahan di Dunia Kerja menurut Islam
5
Khutbah Jumat: Menanamkan Nilai Antikorupsi kepada Anak Sejak Dini
6
Ojol Minta DPR RI Tekan Menhub Revisi Dua Aturan soal Transportasi Online
Terkini
Lihat Semua