Warta

Illegal Logging, Semua Seakan Tutup Mata

Rabu, 3 Januari 2007 | 05:51 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi geram terhadap kasus illegal logging (pembalakan liar) terhadap hutan-hutan di negeri ini. Menurutnya, pemerintah seakan menutup mata atas proses penggundulan hutan yang berlangsung terus hingga menjadi sebab utama terjadinya musibah banjir yang melanda sebagian wilayah Indonesia di pengujung tahun ini.
 
“Illegal logging itu kan ada di mana-mana dan terjadi di mana. Tapi tidak tersentuh sama sekali oleh pemerintah. Semua seolah membutakan diri atas kejadian itu. Hutan-hutan di negeri ini terus digunduli,” kata Hasyim saat membuka seminar Refleksi 2 Tahun Tsunami Aceh di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Kamis (28/12) lalu.<>

Seminar bertajuk “Menggagas Konsep Ideal Penanggulangan Bencana Melalui Percepatan Penyelesaian RUU Penanganan Bencana, Berkaca pada Pengalaman Pemulihan Aceh” itu dihadiri Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar, calon Wakil Gubernur Nangroee Aceh Darussalam (NAD) Muhammad Nazar, Direktur Eksekutif Walhi Chalid Muhammad, Ketua MPBI Puji Pujiono dan Direktur CARE Johan Keift.

Kepada para peserta seminar yang digelar oleh Community Based Disaster Risk Management (CBDRM) NU bersama sejumlah LSM lingkungan hidup itu, Hasyim mengungkapkan, mustahil pemerintah tak mengetahui praktik pembalakan liar tersebut. Namun, lanjutnya, kasus tersebut terus saja berlangsung meski akibat buruknya sudah kerap kali dirasakan masyarakat.
 
“Kayu-kayu yang mengalir di sungai Mahakam, sungai Musi dan lain-lain, apalagi itu kalau bukan hasil dari illegal logging. Semua sudah tahu itu. Tapi sampai sekarang belum juga mendapat tindakan tegas pemerintah. Akhirnya, saat ini adalah saat kita ‘memetik’ hasilnya,” sesalnya.
 
Sementara itu, dalam sesi seminar, Muhaimin Iskandar mengatakan, Indonesia belum mampu belajar dari kesalahan diri sendiri. Penanganan bencana alam, menurutnya, hingga delapan tahun reformasi berjalan saat ini masih terkesan reaksioner. “Kita bisa dibilang gagal menangani bencana. Delapan tahun reformasi tidak menjadi pembelajaran menangani bencana yang terus terjadi,”
 
Cak Imin, demikian ia panggilan akrab Ketua Umum DPP PKB itu mencontohkan, setelah dua tahun penanganan tsunami di NAD terlihat adanya kesalahpahaman koordinasi. Menurutnya, yang terjadi adalah terpisahnya peran negara dan masyarakat sipil, serta tidak bisanya mengukur antara kemampuan dan kebutuhan.
 
Meski demikian, lanjut Cak Imin, solidaritas yang terbangun hingga tingkat internasional adalah hal yang positif yang harus tetap dijaga.
 
“Masih akan ada banyak bencana yang akan terjadi ke depan. Tapi kita masih bisa tegak berdiri dengan melibatkan masyarakat dunia internasional dalam berbagai bidang yang ada,” ujar mantan Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia itu.
 
Cak Imin berharap, Rancangan Undang-undang Penanggulangan Bencana (RUU PB) yang hingga kini masih dibahas di parlemen, bisa menjadi solusi kesalahpahaman koordinasi dalam penanganan bencana itu. “Ini adalah undang-undang yang akan memaksakan disiplin koordinasi tingkat sektor agar rekonstruksi dan rehabilitasi bisa ditangani dengan cepat dan baik,”