Idham Selamatkan NU dari Situasi Sulit
NU Online · Sabtu, 17 Juli 2010 | 01:12 WIB
Jasa-jasa KH Idham Chalid terhadap kelanggengan NU patut dihargai, ia merupakan orang yang berhasil menyelamatkan NU dalam berbagai situasi sulit selama masa kepemimpinannya
“Beliau memimpin NU dalam situasi yang sangat sulit, menghadapi pemberontakan PKI, menghadapi pemberontakan-pemberontakan di daerah, misi pak Idham adalah menyelamatkan organisasi yang menjadi alat perjuangan umat ini, partai yang lain dibubarkan karena ideologi yang kekiri-kirian,” kata KH Cholid Mawardi, mantan ketua umum GP Ansor.<>
Bukan hanya pada masa orde lama, zaman orde baru, NU juga dalam situasi sulit, kalau salah mengendalikan, bisa bubar NU.
“Alhamdulillah dengan pimpinan Pak Idham, NU bisa berjaya sampai sekarang, jasa beliau patut kita syukuri dan kita teladani akhaknya, pemimpin yang tidak doyan materi, dia seorang yang ikhlas, berjuang tanpa pamrih, risiko dia tanggung sendiri, sampai badannya sakit, sampai keluarganya terganggu,” tandasnya.
Ia berharap agar di masa mendatang NU mampu melahirkan Idham Chalid baru yang membimbing umat karena tantangan ke depan lebih sulit, yaitu tantangan ruhani, mentalitas dan moral.
“Kalau dulu, organisasinya yang harus diselamatkan, sekarang organisasi sudah aman, tapi akhaknya yang merosot, ini yang harus ditanggulangi,” terangnya.
Idham Chalid juga dikenal sebagai pemimpin yang tak mementingkan diri sendiri, para kadernya dibina dikembangkan seperti mengirimkan Misi Islam ke daerah-daerah terpencil, meskipun tak ada dana yang memadai.
“Saya juga termasuk orang yang berterima kasih karena pembinaan beliau mulai jadi ketua Ansor, tarik ke pBNU bersama dengan Pak Subhan, saya juga di DPR. Kita belajar dari dia bagaimana bersikap ikhlas, tidak material, tidak egois, ini yang saya kenal sebagai orang yang dekat,” ujarnya.
Kelebihan lain yang patut ditiru adalah tradisi silaturrahmi ke para kiai dan ke pesantren, seperti yang juga dilakukan oleh Gus Dur. Gaya bahasa yang digunakan juga popular sehingga mudah berkomunikasi dengan akar rumput.
Kedekatannya denan para kiai dan ulama teruji salah satunya dalam muktamar NU di Bandung tahun 1966. Waktu itu yang paling popular adalah Subhan ZE, tetapi tetap saja kalah dalam voting menghadapi Idham Cholid.
“Pak Idham pikirannya sedrhana, bisa dimengerti dan pahami, sehingga sehingga apa yang dilakukan selama ini bisa dipahami dan diterima semua fihak,” tambahnya. (mkf)
Terpopuler
1
Guru Madin Didenda Rp25 Juta, Ketua FKDT: Jangan Kriminalisasi
2
Workshop Jalantara Berhasil Preservasi Naskah Kuno KH Raden Asnawi Kudus
3
LBH Ansor Terima Laporan PMI Terlantar Korban TPPO di Kamboja, Butuh Perlindungan dari Negara
4
Rapimnas FKDT Tegaskan Komitmen Perkuat Kaderisasi dan Tolak Full Day School
5
Ketum FKDT: Ustadz Madrasah Diniyah Garda Terdepan Pendidikan Islam, Layak Diakui Negara
6
Dukung Program Ketahanan Pangan, PWNU-HKTI Jabar Perkenalkan Teknologi Padi Empat Kali Panen
Terkini
Lihat Semua