Warta

Hijrah Perlu Dimaknai secara Dinamis

NU Online  ·  Senin, 28 November 2011 | 02:47 WIB

Makassar, NU Online
PCNU Kota Makassar memperingati tahun baru Hijriyah 1433 dengan ceramah peringatan dibawakan Rais Syuriyah PCNU Kota Makassar, Dr KHBaharuddin HS.

Dalam ceramahnya diuraikan, peristiwa hijrah Rasul hanya berlangsung sekali, yaitu tahun 622 M, tetapi secara sosiologis hijrah berlangsung sepanjang masa, “Yaitu suatu upaya pergerakan dari kualitas pribadi  dan sosial pada level tertentu ke level yang labih baik. Kualitas hidup ini mencakup skala yang luas mulai dari kualitas keberagamaan, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan perilaku politik,” katanya.
<>
Menurut doktor tasawuf ini, NU perlu memaknai hijrah secara dinamis dan kemampuan menghadapi dan merespon tantangan serta kesediaan berkorban. “Tidak ada kemajuan tanpa pengorbanan,” tandasnya.

Pada acara yang sama yang dihadiri warga Nahdliyyin Kota Makassar dan pengurus NU dari level PCNU, BANOM. MWC, dan Ranting, turut memberikan sambutan Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Makassar, Dr H AbdKadir Ahmad, MS. Disebutkan, ada tiga pilar penyangga masyarakat Nahdliyyin dalam sejarahnya di Sulsel.

Mereka adalah para ulama kharismatik, tokoh dan pimpinan tradisional, serta pengurus legal formal. Ulama merupakan pilar utama, karena ulama identik dengan NU itu sendiri. NU tidak akan pernah lahir tanpa ulama  bahkan ulamalah yang menjadi inti organisasi ini sesuai dengan namanya, kebangkitan ulama. Dijelaskannya, tahun ini di Makassar ada 4 ulama tokoh NU yang meninggal dunia, yaitu KH Busaeri Juddah, KH Muhammad Nur, KH Abdul Rahim Amin, dan Prof Dr KH Danial Jalaluddin MA.
“Kepergian ulama karismatik tersebut secara sosiologis juga melemahkan struktur kekuatan NU karena pilarnya semakin berkurang. Kalau bisa disebutkan tahun 2011 adalah 'amul huzni' tahun berkabung dan duka cita. Memang barisan ulama masih tetap tagak, akan tetapi satuan-satuan dalam barisan itu mengalami degradasi menyusul kematian ulama sebagai pemimpin kesatuan tersebut,” jelasnya.

Selama ini tiap ulama eksis di masyarakat dengan satuan satuan jamaah sebagai binaannya dalam berbagai wadah, baik pengajian khas atau takhassus maupun dalam tablig secara umum. Mereka memiliki pengikut yang terbingkai di luar struktur formal organisasi NU. Ketiadaan mereka sekaligus kehilangan bagi jamaah dan umat Islam pada umumnya.

Pilar kedua, adalah pemimpin tradisional. Prinsip NU yang menganut ajaran memelihara tradisi lama yang baik dan menyerap unsur-unsur modernitas yang lebih baik, mendapatkan simpati kalangan tradisional. Para pemimpin yang memiliki akar kuat di masyarakat ini bukan hanya simpati bahkan mengambil bagian penting dalam struktur NU. Di beberapa daerah di Sulsel raja-raja dan kerabatnya menjadi pelopor awal berdirinya NU.

Tiga bekas kerajaan besar di Sulsel membuktikan hal itu yaitu Kerajaan Gowa, Kerajaan Luwu, dan Kerajaan Bone. Bersamaan dengan perkembangan masyarakat dan struktur pemerintahan kelompok tradisional ini semakin mengalami disposisi dan penurunan secara kuantitaf.  NU pun mengalami kelemahan struktural akibat pergeseran tersebut. Meski tetap memiliki kontribusi dalam kadar tertentu, kedua pilar tersebut tidak sepenuhnya powerful lagi.

Harapan terakhir bertumpu pada pilar ketiga,  kepemimpinan legal formal, yakni pengurus itu sendiri mulai dari PCNU, MWC, RANTING, dan badan otonom serta lembaga. “Disinilah tumpuan kesehatan dan kemaslahatan NU sekarang ini. Semua segmen dan level masyarakat sudah dibagi habis dan ditranformasikan ke dalam satuan-satuan organisasi tersebut,” paparnya.

Bersamaan dengan momentum 1 Muharram ini, menjadi alasan kuat mengapa semangat kepengurusan NU sungguh-sungguh dibutuhkan keaktifannya sesuai dengan tusi (tugas dan fungsi) masing-masing. Terlalu mubazir baik dari segi waktu maupun tenaga dan modal sosial apabila personalia yang bergerak dalam tataran strukutral tidak bergerak.

Untuk menggerakkan semua lini struktur NU, PCNU Kota Makassar melaunching mengudaranya radio komunitas NU Ninestars 107, 3 FM. Launching bertepatan dengan 1 Muharram 1433H  ini diharapkan bermakna monumental bagi kebangkitan semangat pengabdian semua unsur untuk bergerak bukan hanya lewat media konvensional tetapi melalui pengembangan media radio yang lebih efektif. selamat tahun baru hijriyah 1433.

 

Redaktur: Mukafi Niam