Warta

Hasyim: Terorisme Tak Cukup Dihadapi dengan Intelijen

NU Online  ·  Kamis, 22 Oktober 2009 | 11:01 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menyatakan, aksi teror bisa diatasi dengan empat pendekatan yakni intelijen, teritorial, pengamanan dan pengadilan. Tetapi Terorisme tidak bisa dihadapi dengan empat pendekatan itu.

“Aksi terornya bisa, tapi ‘isme’nya tidak bisa diatasi dengan empat pendekatan itu,” katanya dalam acara Halaqah Pra Muktamar NU tentang Deradikalisasi Pemahaman Agama di aula kantor PBNU Jakarta, Kamis (22/10).<>

Menurut Hasyim diperlukan pengembangan ajaran mengenai moderasi atau al-wasathiyah yakni harmonisasi atas semua segi pemahaman beragama. Dalam Islam misalnya harus ada harmonisasi antara fikih dan tasawuf, antara hak pribadi dan hak masyarakat, serta harmonisasi dalam hubungan sesama Muslim dan dengan non Muslim

“NU memiliki patokan milik sendiri, bukan patokan baru, yakni moderasi atau al-wasathiyah. Alwasatiyah ini berbeda dengan radiakalitas, maupun liberalitas,” katanya.

Kelompok radikal, kata Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam itu, berkeyakinan bahwa semua yang di luar dirinya perlu dihancurkan atau memunculkan eksistensi dengan cara menafikan eksistensi yang lain. Sementara liberalisme mengkampanyekan toleransi tapi sering berupaya menghilangkan keyakinan atas agama.

Menurut Hasyim, radikalisasi tidak bisa dihadapi dengan liberalisasi, karena antara dua kutub ini terjadi saling hubungan secara negatif.

“Orang bisa melakukan teror karena takut ada liberalisasi. Tapi orang melakukan liberalisasi karena untuk mereduksi liberalisasi. Saling ketakutan ini menambah nuansa baru, sehingga keduanya saling menguati diri masing-masing dan berhadap-hadapan,” katanya.

Kepala Badan Itelijen Negara (BIN) As’ad Said Ali dalam kesempatan itu mengatakan, radikalisasi disebabkan dua hal menyangkut aspek sosiologis dan politik. Aspek sosiologis menyangkut cara dakwah yang dilakukan oleh kelompok agama.

”Kalau dakwahnya itu etis maka tidak terjadi keributan karena masing-masing agama mengakui eksistensi masing-masing. Namun jika dakwahnya ofensif bisa menyebabkan benturan-benturan,” katanya.

Aspek politik dalam radikalisasi agama menyangkut penyebaran ideologi yang bersifat internasional seperti liberalisme dan neo sosialisme. Dua-duanya sekuler, merujuk pada kebebasan sementara neo sosialisme merujuk pada kebersamaan tapi dua-duanya tidak merujuk kepada agama. Faham lain yang bersifat intenasional, katanya, adalah radikalisme Islam. (nam)