Warta

Hadapi Kemarau, Pemerintah Siapkan Tiga Jurus

NU Online  ·  Selasa, 6 Juli 2004 | 18:59 WIB

Jakarta, NU Online
Pemerintah melaksanakan tiga langkah kebijakan untuk menghadapi musim kemarau. Langkah-langkah tersebut adalah, pengadaan hujan buatan untuk mengisi waduk yang volumenya mengalami penurunan, pengadaan pompa-pompa air, serta mengoptimalkan air tanah melalui pengadaan sumur.

"Sejak bulan April kita telah memantau seluruh waduk besar di Jawa, termasuk daerah-daerah yang selama ini mengalami kekeringan saat musim kemarau," kata Dirjen Sumber Daya Air, Basuki Hadi Mulyono di Jakarta, Selasa (6/7).

<>

Berdasarkan pemantauan ditemukan sejumlah waduk yang mengalami penurunan debit air sehingga perlu dilakukan hujan buatan yang saat ini masih difokuskan di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kemudian, berdasarkan peta kekeringan pada 2003, telah dipersiapkan pompa-pompa pada daerah yang biasanya mengalami kekeringah saat musim kemarau. Pemerintah saat ini sedang menyusun daftar untuk mengirimkan pompa-pompa air.

Berkaitan dengan pengadaan pompa, Basuki mengatakan, telah menerima jumlah yang dibutuhkan berdasarkan laporan dari Direktur, untuk kemudian akan disampaikan kepada Menteri. "Tinggal melakukan recheck kepada Menteri, jika telah disetujui tinggal dikirim ke daerah yang membutuhkan," katanya.

Daerah yang akan dikirim pompa air diantaranya Jawa, Sulawesi, NTB, NTT. Biasanya air sungai di daerah itu turun dibawah lahan sehingga untuk mengairinya harus dipompa. Kemudian juga dengan mengoptimalkan air tanah melalui pengadaan sumur-sumur pompa. Jawa Tengah 860 sumur, Jawa Barat 270 sumur, Jawa Timur 3.000 sumur, Sulawesi 150 sumur, dan NTT-NTB.

Dalam tiga tahun terakhir telah dilaksanakan proyek penyelamatan (rescue) air tanah dengan memperbaiki pompa-pompa disel yang mengalami kerusakan. Pompa bahkan ada yang berasal dari program tahun 2003 disamping ditambah dengan pengadaan pompa baru pada tahun anggaran 2004. Sedangkan untuk hujan buatan anggaran yang disiapkan Rp6 miliar tahun 2004, yang sudah direalisasikan Rp2 miliar.

Sementara itu, mengatasi Daerah Aliran Sungai (DAS) kritis dilakukan melalui gerakan nasional reboisasi hutan dan lahan. Sedangkan Depkimpraswil sendiri untuk tahun 2004 menyiapkan anggaran Rp19 miliar untuk mendukung gerakan tersebut. Gerakan itu lebih banyak kepada upaya vegetatifi, sedangkan Depkimpraswil kepada pengadaan sipil teknisnya melalui pembangunan check dam. Anggarannya sendiri berasal dari dana konservasi Sumber Daya Air.

Saat ini terdapat 82 DAS yang super kritis. Semula hanya 32 DAS yang super kritis, namun dengan perubahan lingkungan akibat pembangunan jumlah DAS kritis terus bertambah menjadi 42, 62, dan saat ini menjadi 82. Pengelolaan DAS dapat dilakukan melalui batas pengelolaan manajemen yang disebut Satuan Wilayah Sungai (SWS). Dalam satu SWS dapat menangani lebih dari satu DAS. Keberhasilan dari pengelolaan DAS sangat tergantung kepada peran SWS. (atr/cih)