Warta

Habib Ismail: Menghormat Bendera tidak Musyrik

Ahad, 26 Februari 2012 | 06:37 WIB

Tegal, NU Online
Menghormat bendera sang saka merah putih yang biasa dilakukan ketika upacara tidak musyrik karena penghormatan kepada bendera substansinya tidak melakukan penyembahan tapi penghormatan kepada jasa para pahlawan. Islam justru lebih dari itu memerintahkan penghormatan kepada benda seperti situs para wali dan solihin.

Demikian dikatakan Dr Habib Ismail Alathas dalam halaqah maulid majlis talim Sholawat Kebasen kecamatan Talang kabupaten Tegal dengan mengambil tema, Dengan Maulid Nabi Muhamad SAW kita Lestarikan Sejarah Bangsa, Sabtu (25/2).
<>
“Dalam Al-Quran disebutkan, jadikanlah makam Ibrahim sebagai tempat sholat. Kemudian dalam perjalan isra mi’raj nabi Muhamad SAW berhenti di tempat-tempat bersejarah seperti bukit Tursina. Disana Nabi melakukan sholat dua rakaat karena menghormati tempat tersebut yaitu tempat dimana antara nabi Musa dan Tuhan berbicara (menurunkan wahyu). Nabi juga sholat di Bethlehem karena menghormati tempat kelahiran nabi Isa,” katanya.


Mengapa tempat atau situs bersejarah para nabi dan wali menjadi mulia, lanjut habib Ismail, karena ditempat itulah ada atsar (bekas) dari amal saleh yang dilakukan oleh nabi atau wali, sehingga tempat tersebut disucikan oleh amal ibadah. Disitulah ada koneksitas antara yang selalu berubah (manusia) dengan yang absolut (Tuhan) sehingga memercikkan cahaya Tuhan.

“Ketika orang jatuh cinta kepada seorang perempuan kemudian ia memandangi rumahnya lalu menciumi tembok, bukan berarti ia jatuh cinta dengan tembok tapi tembok itu sebagai lantaran karena dibalik tembok itu ada seorang yang ia cintai. Begitu juga ketika kita menghormat bendera bukan kain itu yang kita agungkan dan hormati tetapi jasa para syuhada/pahlawan itu yang kita hormati yang dilambangkan dengan menghormat kepada bendera,” tandasnya.

Begitu pula ketika berziarah ke makam para wali, bukan makam itu yang di hormati, tapi di dalam makam itulah ada kekasih Allah, orang yang sangat dekat dengan Allah SWT ada jasad yang mulia yang dalam hidupnya selalu digunakan untuk beribadah kepada Allah SWT.

“Menghidupkan situs-situs para ulama dan aulia pada akhirnya dapat dimaknai sebagai sebuah upaya penyegaran kembali sejarah bangsa yang selama ini kerap dilupakan. Dengan demikian, sejarah bangsa tak lagi hanya sekedar fakta yang dihapal dalam pendidikan dan dilupakan setelahnya, tetapi menjadi sebuah realitas yang tetap hidup dan tetap bergelora dalam jiwa dan raga,” pungkasnya.

Sekedar diketahui, halaqoh maulid adalah rangkain acara maulid yang diadakan oleh Habib Lutfi Bin Yahya sebagai pengasuh di majlis talim Sholawat Kebasen, bersama Pemda, Polri dan TNI. Halaqoh diikuti oleh para ulama, habaib kabupaten Tegal, akademisi dan budayawan.



Redaktur    : Mukafi Niam
Kontributor: Abdul Fatah