Warta

Gus Sholah : Pendidikan Karakter Dimulai dari Lingkungan Keluarga

NU Online  ·  Kamis, 14 Juli 2011 | 04:28 WIB

Surabaya, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang KH Salahuddin Wahid mengapresiasi atas perhatian Kementerian  Pendidikan Nasional dan Presiden RI terhadap pembinaan karakter bangsa, melalui kebijakan pendidikan karakter bagi para siswa di lembaga pendidikan sekolah. Gus Sholah berharap, kesadaran ini akan bisa tumbuh menjadi kesadaran nasional.

Demikian disampaikan Gus Sholah saat menjadi pembicara pada acara Dialog Pendidikan tentang “Pendidikan Karakter sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa”, dengan tema “Raih Prestasi, Junjung Tinggi Budi Pekerti”, di hotel Elmi Surabaya, Rabu (13/07).
<>
Menurut Gus Sholah, kejujuran merupakan unsur utama dalam (pendidikan) karakter. Kejujuran adalah dasar bagi seluruh kehidupan, dimana hal itu merupakan prasyarat utama bagi pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, yang berlandaskan prinsip saling percaya, kasih saying dan tolong menolong.

“Tanpa rasa saling percaya, perekonomian dan perdagangan misalnya, tidak mungkin bisa digerakkan secara produktif dan akhirnya cita-cita mewujudkan masyarakat yang aman dan sejahtera tidak akan tercapai,” tegas adik kandung KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini.

Mantan anggota Komnas HAM ini menyatakan, penanaman (pendidikan) kejujuran harus dimulai sejak kecil di lingkungan keluarga.“Para orang tua pasti selalu meberi nasehat tentang kejujuran kepada putra-putrinya, namun mungkin kurang efektif karena nadanya seperti khutbah”, tandasnya.

Sehingga, kata Gus Sholah, kita perlu menggali pelajaran dari kisah keluarga Indonesia yang berhasil menanamkan kejujuran tidak dengan petuah, tetapi melalui peristiwa-peristiwa kecil dalam kehidupan keluarga. Dengan demikian, Gus Sholah meminta tayangan Kick Andy agar mengangkat kisah-kisan keberhasilan dalam menanamkan kejujuran.
 
Di Pesantren Tebuireng Jombang, upaya membentuk karakter baru pada tahap awal. Gus Sholah mengaku, dirinya mencoba mengambil inti sari dari nilai-nilai yang diwariskan pendiri Pesantren Tebuireng, KH Hasyim Asy’ari. Setidaknya terdapat lima nilai inti yang disarikan dari beberapa buku karya pendiri NU itu, yaitu ikhlas, jujur, kerja keras, tanggung jawab, dan tasamuh. Tasamuh adalah sikap lapang hati, peduli, toleran, anti kekerasan, menghargai perbedaan, dan menghargai hak orang lain.

Selama ini, kearifan lokal dan model pendidikan di pesantren dinilai dapat dijadikan bahan rujukan mengenai pendidikan karakter. Sebab, pesantren dianggap memiliki potensi besar bahkan dianggap berhasil dalam pembinaan akhlak yang identik dengan pembinaan karakter.

Namun, Gus Sholah menilai bahwa anggapan itu tidak sepenuhnya benar. Gus Sholah justru menilai, hal itu belum sampai pada proses internalisasi nilai-nilai luhur pesantren dalam bentuk sikap dan prilaku, tetapi baru pada tahap awal pengenalan nilai-nilai tersebut.

Gus Sholah mengakui, dirinya senantiasa berupaya mencari cara yang efektif agar berhasil memulai pendidikan karakter dan menanamkan nilai-nilai warisan Mbah Hasyim itu, tentu melalui proses evaluasi dan perbaikan.

Sebab, sejauh ini, kata mantan ketua PBNU itu, untuk sesuatu yang bersifat nahi mungkar sudah cukup berhasil dilakukan, tetapi yang bersifat amar ma’ruf belum banyak yang tercapai.

Selain Gus Sholah, hadir juga dalam kegiatan yang dimoderatori A Afif Amrullah (Redaktur Pelaksana Majalah AULA) tiga narasumber lain yaitu Prof Dr Ibnu Hamad, M.Si (Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemendiknas), Ir Sukemi (Staf Khusus Mendiknas), dan Prof Dr Abd Haris, M.Ag (Pembantu Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya).

Redaktur    : Mukafi Niam
Kontributor: Abdul Hady JM