Warta PENEGERIAN MADRASAH

Generasi ke Dua dan ke Tiga yang Menyerah

NU Online  ·  Rabu, 25 November 2009 | 08:13 WIB

Jakarta, NU Online
Sejumlah madrasah yang meminta bantuan pemerintah untuk dinegerikan ketika ditelusuri ternyata berasal dari generasi kedua dan ketiga yang sudah menyerah, tak mampu lagi meneruskan pengelolaan madrasah yang telah dibangun generasi sebelumnya.

“Inisiatif penegerian bukan pemerintah, tetapi karena kurangnya kreatifitas pengelola, tidak mampu berkompetisi dan sebagainya, dan melupakan niat baiknya para pendiri. Rata-rata generasi kedua-ketiga. Inilah terjadi kecelakaan syurga karena generasi pertama dengan ikhlas berusaha mengembangkannya,” kata wakil ketua Maarif NU Fathoni Rodli kepada NU Online baru-baru ini.<>

Selanjutnya, ia melihat, rata-rata yang sekolah dinegerikan tidak dibawah naungan LP Maarif secara langsung. “Di Jawa Timur dulu ada penolakan besar-besaran, tetapi mereka yang tidak di bawah Maarif bersifat mandiri, itu yang meragukan,” terangnya.

Mereka yang menyerah rata-rata adalah madrasah yang dikelola oleh yayasan individu yang kharismanya sudah turun karena pendirinya sudah meninggal dan tidak ada lagi yang mampu melanjutkan perjuangannya. “Biasanya kepala sekolah yang punya inisiatif supaya bisa diangkat menjadi PNS, padahal tidak semudah itu,” paparnya.

Ia sebetulnya berharap agar pemerintah memberi sekolah swasta perhatian lebih tanpa membuat Unit Sekolah Baru (USB). Ini akan mempermudah lembaga pendidikan yang sudah ada untuk melakukan pembinaan.

“Apalagi sekarang BOS sudah ada, buku sudah ada, tunjangan profesi sudah ada, tinggal bagaimana melibatkan masyarakat,” imbuhnya.

Ia sendiri meragukan, apakah setelah dinegerikan, madrasah tersebut akan diopeni betul mengingat pemerintah daerah menganggap ini pemerintah pusat sementara pemerintah pusat sendiri terdapat ribuan madrasah yang harus diurusi.

“Berapa kemampuan kita, saya ragu, apakah pemerintah serius karena 86 persen madrasah itu milik swasta sementara anggarannya cuma 13 trilyun, itu untuk negeri saja berapa. Kemarin itu seluruh madrasah ibtidaiyah mendapat block grand 93 juta, itu seumur hidup baru dapat sekali. Jadi, kembali lagi, bahwa status penegerian masih memberikan pertanyaan besar,” tanyanya.

Saat ini, banyak sekolah negeri yang gulung tikar, sementara disisi lain, banyak sekolah swasta yang bagus. Bagi sebagian kalangan, sekolah negeri ditinggalkan karena gratisan sehingga kualitasnya diragukan, sementara sekolah swasta membayar sendiri dengan fasilitas yang memadai.
“Kalau di daerah terpencil, swasta tak bisa partisipasi, silahkan saja. Kalau daerah yang makmur, ada pemaksaan lagi, itu tidak fair,” imbuhnya. (mkf)