Warta

Gempa Kembali Guncang Aceh

NU Online  ·  Kamis, 6 Januari 2005 | 09:27 WIB

Banda Aceh, NU Online
Puluhan ribu warga Kota Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam, Rabu (5/1) malam dan Kamis (6/1) pagi, berhamburan ke luar rumah atau bangunan lainnya menyusul terjadi-nya gempa susulan beberapa kali.

Masyarakat yang masih trauma akibat gempa dan tsunami Minggu (26/1) lalu, panik begitu mendengar dan merasakan getaran gempa. Sejauh ini belum diperoleh laporan mengenai ada atau tidaknya bangunan yang rubuh akibat gempa susulan itu. "Gempa susulan ini kuat, hampir sama dengan gempa yang pertama," ujar staff NU Online Rizka Hasan, yang sedang menjenguk keluarga dan menjadi relawan di tanah kelahirannya, Kamis pagi.

<>

Tiga gempa Rabu malam berpusat di kepulauan Andaman dan Laut Hindia, 74-138 km dari Banda Aceh, berkekuatan 5,2-5,6 skala Richter. Staf Master Teknik Departemen Dalam Negeri di Banda Aceh, Ir Prio Susilo, mengatakan, gempa tektonik itu diperkirakan berkekuatan 6,5 Skala Richter (SR). Prio meminta warga agar segera keluar dari rumah atau bangunan jika terjadi gempa.

Sementara itu, penyaluran bantuan bahan makanan dan minuman untuk korban gempa dan tsunami di beberapa kawasan di Banda Aceh belum berjalan lancar. Masih banyak pengungsi yang dilaporkan kekurangan makanan dan minuman. Terutama yang tinggal di kawasan yang belum terjangkau oleh tim penyalur bantuan.

Seperti kawasan Lamo, Ulele, Lambaru, Lampulu, Lingke, Keda, dan Lamprit. Persoalan ini muncul karena terkendala alat berat, keterbatasan personel, masalah bahan bakar, kekurangan penerangan, serta logistik yang belum memadai.Hal ini memperburuk perekonomian di kota tersebut sehingga banyak warga yang tidak mampu lagi membeli kebutuhan pokok.

Di sisi lain, harga kebutuhan pokok masih tidak stabil, bahkan naik hingga 100 persen. Misalnya, harga ikan asin dari Rp 12.500/kg menjadi Rp 25.000. Harga cabai dari Rp 15.000/kg menjadi Rp 25.000 - Rp 30.000/kg. Begitu juga harga sepiring nasi dengan lauknya mencapai Rp 10.000, padahal sebelumnya berkisar Rp 4.000.

Buruknya perekonomian di Banda Aceh saat ini diperparah dengan susahnya mendapatkan transportasi darat. Seperti kawasan Blang Bintang yang hanya dilalui mobil pribadi, sepeda motor, dan truk pengangkut bantuan. Sedang angkutan umum sama sekali belum beroperasi.

Edi Santoso dari Tim Satuan Koordinasi Penanggulangan Bencana dan Pengungsi di Banda Aceh, ketika dihubungi, mengatakan, koordinasi antartim penolong harus lebih ditingkatkan sehingga hambatan dalam penyaluran bantuan dapat dihilangkan. Asisten Koordinator Komite Kemanusiaan, Taufik Maulana, mengatakan, pihaknya masih terfokus pada upaya melakukan evakuasi jenazah dan menyalurkan bantuan. Dia mengatakan, kendala yang dihadapi antara lain masih banyak kawasan yang sulit ditembus.

Pakar sosiologi dari UI, Imam B Prasojo, mengatakan di Banda Aceh, Kamis pagi, warga setempat harus terus didorong dan diarahkan untuk mengatasi persoalan di daerahnya. Selain itu dia mengatakan, selama ini banyak kendala yang dihadapi sehingga proses evakuasi mengalami hambatan. Misalnya, kurangnya logistik, komunikasi, dan koordinasi antartim evakuasi. Untuk mengatasi masalah ini, menurut Imam, pihaknya akan mengirim bantuan alat komunikasi ke wilayah bencana yang dapat digunakan tim evakuasi.


Dikumpulkan

Para pengungsi di Kota Banda Aceh mulai dikumpulkan di tiga tempat penampungan untuk mempermudah pemantauan dan penyaluran bantuan. Seorang relawan dari Yayasan Obor Berkat, Sandy, yang kini berada di Banda Aceh, mengatakan Kamis pagi, pemerintah mulai menempatkan pengungsi di tiga lokasi, yakni Krueng Raya, Lhoknga, dan Lambaro.

Di ketiga tempat itu, telah dibangun rumah-rumah semipermanen beserta sarana-sarana sosial lainnya seperti kamar mandi, WC, dan tempat penampungan air bersih. Masing-masing tempat mampu menampung puluhan ribu pengungsi. "Upaya pengumpulan para pengungsi masih berlangsung sampai saat ini. Masih banyak pengungsi yang tersebar di beberapa tempat dan akan dibawa ke ketiga tempat tersebut," katanya.

Menurut Sandy, di beberapa tempat terlihat sejumlah pengungsi sudah memasak sendiri makanannya. Meski demikian, mereka masih membutuhkan bantuan termasuk kebutuhan dapur, seperti garam. Beberapa pasar di Banda Aceh juga semakin ramai. Sebagian pengunjung pasar adalah relawan yang membeli kebutuhan untuk pengungsi.

Mengenai pengungsi di Kota Sigli, menurut Sandi, masih tersebar di berbagai tempat. Jumlahnya sekitar 43 ribu orang. Masih banyak pengungsi di Sigli yang belum mendapat bantuan. ''Memang sudah tampak usaha pemerintah untuk melakukan koordinasi yang lebih baik dalam menangani para pengungsi. Pemerintah terus berusaha melakukan