Fatayat NU: Tingkat Kematian Ibu Melahirkan Masih Memprihatinkan
NU Online · Jumat, 15 Oktober 2004 | 16:28 WIB
Jakarta, NU Online
Tingkat kematian ibu ketika melahirkan merupakan salah satu standar dari perhatian pemerintah terhadap masalah kesehatan perempuan. Jika dilihat dari aspek ini, perhatian pemerintah saat ini masih sangat minim. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Ketua PP Fatayat Maria Ulfa Ansori di Gedung PBNU kemarin sebagai masukan terhadap persoalan yang dihadapi perempuan saat ini kepada pemerintahan baru.
Maria Ulfa menjelaskan berdasarkan data yang dimiliki oleh BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2003 dari 100.000 kelahiran, terdapat 307 kematian itu. Dalam hal ini tidak ada penurunan yang signifikan dari komitmen bersama yang ditandatangani dalam Internasional Conference of Population and Development (ICPD) yang telah ditandangani 179 negara, termasuk Indonesia, tahun 1994 di Kairo.
<>Data sebelumnya menunjukkan bahwa tingkat kematian ibu adalah 373 per 100.000 kelahiran. Ini menunjukkan tidak adanya penurunan secara signifikan padahal dalam komitmen bersama tersebut, pada tahun 2005, tingkat kematian tersebut dapat dikurangi 50 persen dan pada tahun 2015 tingkat kematian ditargetkan lebih kecil lagi.
Dalam hal ini, indikator yang terjadi di Indonesia masih sangat buruk dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Maria Ulfa menjelaskan bahwa tingkat kematian di Malaysia sudah kurang dari 100, di Philipina bahkan sekitar 36 per 100.000. Di Singapura sudah mencapai 6 per 100.000.
Buruknya kondisi kesehatan tersebut memang merupakan faktor yang kompleks, mulai dari faktor budaya sampai dengan kondisi infrastruktur kesehatan itu sendiri. “Masih banyak perempuan yang lebih suka pergi ke dukun dari pada ke bidan atau dokter. Selain itu banyak juga yang tidak bisa memutuskan akan melahirkan di mana sehingga keterlambatan pengambilan keputusan tersebut menyebabkan keadaan tidak tertolong lagi,” tandasnya.
Kondisi Puskesmas dan rumah sakit di Indonesia juga sangat memprihatinkan, banyak pelayanan yang diberikan berada dibawah standar WHO. Jika ada yang baik, hal tersebut tidak terjangkau oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Kondisi ini menjadi tantangan pemerintah mendatang untuk menyelesaikannya.(mkf)
Terpopuler
1
Guru Madin Didenda Rp25 Juta, Ketua FKDT: Jangan Kriminalisasi
2
Workshop Jalantara Berhasil Preservasi Naskah Kuno KH Raden Asnawi Kudus
3
LBH Ansor Terima Laporan PMI Terlantar Korban TPPO di Kamboja, Butuh Perlindungan dari Negara
4
Rapimnas FKDT Tegaskan Komitmen Perkuat Kaderisasi dan Tolak Full Day School
5
Ketum FKDT: Ustadz Madrasah Diniyah Garda Terdepan Pendidikan Islam, Layak Diakui Negara
6
Dukung Program Ketahanan Pangan, PWNU-HKTI Jabar Perkenalkan Teknologi Padi Empat Kali Panen
Terkini
Lihat Semua