Jakarta, NU Online
Departemen Pendidikan Nasional dinilai tidak konsisten terkait dengan diterapkannya ujian nasional (unas) sebagai syarat kelulusan yang dipatok rata seluruh Indonesia, padahal sebelumnya diknas mengatakan unas hanya menjadi ukuran standar mutu pendidikan.
"Ketidakkonsistenan ini mengakibatkan puluhan ribu siswa di seluruh Indonesia tidak lulus dalam Unas pada akhir tahun ajaran 2004/2005," ungkap ketua Umum Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Mujtahidur Ridho, kepada NU Online, Senin (4/7).
<>Menurutnya, sistem pendidikan dengan meletakkan Unas sebagai standar kelulusan yang diterapkan oleh Depdiknas tidak sesuai, karena sampai sekarang masih menggunakan ukuran yang tidak jelas, yakni pengetahuan yang bersifat matematis. "Penitikberatan pada pengetahuan referensial tanpa mencermati kemampuan dan potensi siswa, cenderung mematikan kreativitas mereka," katanya.
Ia juga meragukan standar yang digunakan dan soal yang dipakai sebagai alat ukur, karena terbukti tidak mampu membaca potensi yang sebenarnya dimiliki siswa.
Hal tersebut dilihatnya dari tingkat validitas soal yang diujikan dan ketimpangan yang terjadi pada bahan ujian yang hanya terdiri dari tiga mata pelajaran yakni Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. "Padahal, tidak semua siswa tertarik dan berpotensi dalam tiga mata pelajaran itu," ujar dia.
Menurut dia, apabila yang dilaksanakan adalah Unas sesuai pernyataan Depdiknas bahwa Unas sebagai alat menentukan standar mutu pendidikan, maka tidak akan terjadi ’bencana’ 800.000 lebih siswa SMP/MTs, SMA/MA dan SMK tidak lulus Unas 2005. "Unas untuk menentukan standar mutu pendidikan bisa dilaksanakan kapan pun, dan tidak harus di akhir tahun ajaran, apalagi mengaitkannya dengan kelulusan siswa," ujarnya.
Ia mengatakan standar mutu pendidikan dan kelulusan adalah dua hal yang tidak bisa saling dikaitkan, karena masing-masing siswa di setiap daerah memiliki kemampuan rata-rata yang tidak sama. Artinya, dibutuhkan ukuran yang berbeda pula untuk mengetahui standar tinggi rendahnya mutu pendidikan dan pengajaran setempat.
Langkah yang dapat ditempuh untuk mengukur standar tersebut misalnya dengan penetapan beberapa standar yang bisa langsung dipilih sendiri oleh pihak sekolah, ukuran yang mana yang akan dijadikan standar sesuai dengan kemampuan para anak didiknya.
Namun bagaimanapun, menurut dia, kelulusan adalah murni milik sekolah, karena pihak sekolah terutama guru yang benar-benar memahami layak atau tidaknya seorang siswa lulus, tentunya tetap melalui tahapan akhir sebagai syarat kelulusannya. (cih)
Terpopuler
1
Innalillahi, Nyai Nafisah Ali Maksum, Pengasuh Pesantren Krapyak Meninggal Dunia
2
Keutamaan Bulan Muharram dan Amalan Paling Utama di Dalamnya
3
Innalillahi, Buya Bagindo Leter Ulama NU Minang Meninggal Dunia dalam Usia 91 Tahun
4
Sosok Nabi Daniel, Utusan Allah yang Dimakamkan di Era Umar Bin Khattab
5
Waketum PBNU Jelaskan Keistimewaan Belajar di Pesantren dengan Sanad
6
Khutbah Jumat: Menyadari Hakikat Harta dan Mengelolanya dengan Baik
Terkini
Lihat Semua