Warta

Dewan Khos Pagar Nusa Harus Difungsikan Kembali

Kam, 24 Mei 2007 | 23:30 WIB

Banyuwangi, NU Online
Polemik di tubuh Pagar Nusa (PN) rupanya belum berakhir. Bahkan, kini muncul masalah baru di dalam organisasi yang membidangi seni bela diri pencak silat di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU) itu, yakni keberdaan “Dewan Khos” yang sudah tak lagi difungsikan perannya.

Sejak Pra Kongres pada 24-25 September 2005 silam yang memilih Suharbillah sebagai ketua umum, Dewan Khos yang terdiri dari para pendekar-pendekar pilihan itu tak lagi memiliki peran. Padahal, keberadaanya sangat diperlukan demi menjaga dan melestarikan seni bela diri khas NU yang pernah dipimpin oleh nama besar (alm) KH Agus Maksum Jauhari (Gus Maksum) itu.

<>

KH Muhammad Syaifulah Ali Bagiono—salah seorang anggota Dewan Khos—membenarkan bahwa dewan tersebut sudah tidak difungsikan lagi, terutama sejak Pra Kongres yang digelar di Pondok Pesantren Ciganjur, Jakarta, itu. Sebelumnya, dewan tersebut selalu dilibatkan dalam setiap pembuatan kebijakan atau jika ada masalah.

“Ini sebetulnya persoalan kepemimpinan. Pemimpinnya yang kurang bisa me-manage organisasi, tidak pernah turun ke bawah, tidak pernah melakukan pembinaan ke daerah-daerah. Sehingga seakan putus hubungan dengan Dewan Khos,” terang Kiai Bagiono kepada NU Online dihubungi melalui sambungan telepon, di Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (24/5)

Menurutnya, bagaimanapun caranya, keberadaan Dewan Khos yang berjumlah 13 orang itu harus difungsikan kembali. “Saya berharap, Dewan Khos itu difungsikan kembali agar Pagar Nusa ini bisa lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” tandasnya.

Dewan Khos adalah semacam lembaga khusus di dalam struktur organisasi PN yang dibentuk bersamaan dengan didirikannya pada 1993. Dewan tersebut memiliki tugas penyebarluasan gerakan-gerakan atau jurus-jurus baru serta menjaga dan melestarikan jurus-jurus yang sudah ada.

Hingga kini, masih tercatat sejumlah nama yang mengisi posisi tersebut, antara lain, Suharbillah (Trenggalek), Husnan (Surabaya), Mahfud (Pasuruan), Khoirul Anam dan Afandi (Gresik) serta KH Muhammad Syaifulah Ali Bagiono sendiri.

Seperti diberitakan situs ini, Pra Kongres Pagar Nusa yang memilih Suharbillah sebagai ketua umum dianggap tidak sah, karena melanggar aturan yang ditetapkan oleh PBNU. Sesuai dengan petunjuk PBNU, forum itu adalah untuk persiapan kongres, namun agendanya dibelokkan menjadi kongres. Karena itu, segala sesuatu yang dihasilkan termasuk hasil pemilihan ketua umum juga tidak sah.
 
Sesuai dengan ketentuan yang telah diumumkan dalam rapat pleno PBNU mengenai perubahan lembaga yang menjadi badan otonom, perubahan status dari lembaga menjadi badan otonom salah satu ketentuannya adalah harus terdapat kepengurusan minimal 50 persen di tingkat propinsi dan dari masing-masing propinsi tersebut minimal sepertiga dari seluruh kabupaten atau kota sudah berdiri cabang. (rif)