Jakarta, NU.Online
Desakan agar Sidang Tahunan (ST) MPR 2003 membentuk Komisi Rekomendasi datang dari berbagai elemen, seperti anggota MPR, mahasiswa dan kalangan LSM.
Menurut anggota DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) Effendy Choirie yang dijumpai di Gedung DPR Jakarta, Sabtu, pembentukan Komisi Rekomendasi itu sangat dimungkinkan karena memang ada dalam aturan tata tertib MPR. Ditanya mana yang lebih tinggi Tap MPR atau Tatib MPR, ia mengatakan bahwa dalam Tap MPR pun juga tidak ada kata-kata yang melarang pembentukan komisi rekomendasi itu. Menurut dia, rekomedasi masih diperlukan karena selama ini presiden tidak terfokus dalam menjalankan tugas-tugas kenegaraan dan juga tidak ada prioritas kerjanya, sehingga perlu diarahkan. "Makanya kita (MPR) perlu mengarahkan presiden," katanya
<>Para mahasiswa yang sempat menggelar konferensi pers, diantaranya Ketua BEM Universitas Negeri Jakarta, Defrizal, juga menilai bahwa rekomendasi terhadap lembaga-lembaga tinggi negara, khususnya presiden, masih sangat relevan. Sedangkan kalangan LSM yang tergabung dalam Pokja Ornop Pembaruan Agraria dan Pengeloaan Sumber Daya Alam berpendapat bahwa ada Tap MPR saja pemerintah belum tentu melaksanakan berbagai hasil keputusan MPR, apalagi tidak ada rekomendasi sama sekali.
Sementara itu Ketua MPR Amien Rais mengungkapkan bahwa berdasarkan rapat konsultasi pimpinan MPR dan fraksi-fraksi bisa dipastikan tidak akan terbentuk. "Namun ide pembentukan komisi rekomendasi dalam ST 2003 bisa saja terwujud jika memang hal itu dikehendaki oleh rapat paripurna MPR," ujarnya.
Lebih lanjut Amien Rais menyatakan bahwa pembentukan komisi rekomendasi hanya diagendakan untuk mendengarkan laporan presiden saja dan bukan untuk meminta pertanggungjawaban atau rekomendasi seperti ST MPR 2002. Mengenai istilah mendengar dan membahas laporan presiden, menurut Amien, membahas itu artinya membahasnya di pemandangan umum sepuas-puasnya tetapi tidak ada konotasi mengerucut menjadi sebuah rekomendasi yang isinya koreksi-koreksi atau kritikan.
Ditempat yang sama Fahmi Idris dari Fraksi Golongan Karya, mengungkapkan, akan mengusulkan membentuk komisi rekomendasi dan melakukan evaluasi analisa baik yang disampaikan maupun yang tidak disampaikan. Menurutnya ada 3 acuan dalam menilai itu, pertama laporan presiden, sidang hasil badan-badan pekerja dan masalah-masalah aktual yang berkembang di masyarakat harus dilakukan pada sidang kali ini.
Namun Usulan pembentukan Komisi Rekomendasi itu ditentang keras oleh Fraksi PDI Perjuangan dengan alasan sejak awal ST MPR tidak mengagendakan hal tersebut karena ketentuan UUD 1945 hasil amandemen sudah tidak menempatkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara lagi.
Ketua Fraksi PDIP DPR Roy BB Janis mengatakan, sebenarnya komisi rekomendasi itu bisa juga dibentuk asalkan untuk tujuan peningkatan kinerja pemerintah. "Tetapi sekali lagi, ini kan sudah ada agenda jauh-jauh hari yang dipersiapkan fraksi-fraksi. Ide yang muncul mendadak kadang bisa baik, tetapi kalau disisipkan di acara bisa juga mengganggu. Jadi, kita lihat dulu substansinya apa," katanya.
Jika ada agenda tambahan yang sebelumnya tidak direncanakan, katanya, dikhawatirkan akan menambah pekerjaan lagi dan ST MPR bisa molor. Akibatnya rencana efisiensi anggaran tidak akan tercapai, padahal sudah disepakati untuk mempercepat pelaksanaan ST MPR jika memungkinkan.
"Substansi komisi rekomendasi itu perlu ditanyakan, apakah memang sangat penting bagi keberlangsungan hidup bangsa, apakah hanya sekadar tambah acara, atau bagaimana. Kalau dirasa sangat penting ya kenapa tidak," katanya sambil kembali mengingatkan agar sebaiknya agenda yang telah disepakati dilaksanakan saja.
Bukan Untuk Jatuhkan Pemerintah
Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR RI Rodjil Gufron menegaskan, usulan fraksinya agar MPR membentuk Komisi Rekomendasi pada Sidang Tahunan MPR 2003 sama sekali tidak dimaksudkan untuk menjatuhkan pemerintahan di bahwa kepemimpinan Megawati-Hamzah Haz.
Menurut dia, sebenarnya tidak hanya FKB yang bersikukuh agar Komisi Rekomendasi itu dibentuk tetapi ada delapan fraksi yang mengusulkan hal itu ketika pertemuan konsultasi pimpinan MPR dengan pimpinan fraksi-fraksi. Dikatakannya, memang benar bahwa menurut UUD 1945 hasil amandemen, MPR sekarang ini bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara. Tetapi, katanya, MPR sekarang adalah MPR yang dihasilkan oleh Pemilu 1999 dan presiden sekarang juga dipilih oleh MPR hasil Pemilu 1999 itu.
"Sekarang ini memang masa transisi tetapi saya kira masih terlalu pagi. Sebenarnya kita masih berpijak pada Pemilu 1999 di mana ada keputusan bahwa Sidang Tahunan MPR digunakan untuk dua hal," katanya. Kedua hal itu adalah Amandemen UUD 1945 dan kedua menilai kinerja lembaga-lembaga ti
Terpopuler
1
Khutbah Jumat HUT Ke-80 RI: 3 Pilar Islami dalam Mewujudkan Indonesia Maju
2
Khutbah Jumat: Kemerdekaan Sejati Lahir dari Keadilan Para Pemimpin
3
Ketua PBNU Sebut Demo di Pati sebagai Pembangkangan Sipil, Rakyat Sudah Mengerti Politik
4
5 Poin Maklumat PCNU Pati Jelang Aksi 13 Agustus 2025 Esok
5
Khutbah Jumat: Refleksi Kemerdekaan, Perbaikan Spiritual dan Sosial Menuju Indonesia Emas 2045
6
Kantor Bupati Pati Dipenuhi 14 Ribu Kardus Air Mineral, Demo Tak Ditunggangi Pihak Manapun
Terkini
Lihat Semua