Warta

Cultural Broker Alat Perekat Integrasi

NU Online  ·  Kamis, 16 November 2006 | 12:54 WIB

Jakarta, NU Online
Ancaman disintegrasi yang melanda Indonesia belakangan ini harus disikapi dengan serius. Jika tidak, ramalan tentang terjadinya balkanisasi seperti yang terjadi di Uni Sovyet dan Yugoslavia akan terbukti di Indonesia.

Irjen Depag Prof. Qodry Azizy PhD mengungkapkan bahwa salah satu cara yang bisa dilakukan untuk memperkuat integrasi nasional adalah memberdayakan peran dari cultural broker.

<>

“Nilai budaya dapat digunakan untuk memperkuat integrasi, disinilah peran dari para cultural broker seperti kyai dan ulama, termasuk para intelektual,” tandasnya dalam acara Koentjaraningrat Memorial Lecture II di Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia, Kamis.

Mantan Rektor IAIN Walisongo Semarang tersebut juga berpendapat bahwa mereka juga dapat berperan dalam menangani globalisasi yang tak dapat dihindari lagi. Dalam hal ini budaya dan agama dapat digunakan untuk kemajuan ke depan.

Dicontohkannya bagaimana perubahan budaya dalam menghadapi globalisasi. Bangsa Jepang, Korea Selatan dan China mengembangkan tradisi makan sambil rapat sebagai perwujudan bahwa makan bisa juga bermakna produktif.

Pahlawan Tak Harus Pejuang Kemerdekaan

Lulusan University of Chicago tersebut mengusulkan agar ada perubahan definisi pahlawan yang selama ini hanya diperuntukkan bagi para pejuang kemerdekaan yang melawan kolonialisme.

“Kita perlu mendefinisikan ulang arti pahlawan. Kalau dulu melawan penjajah, maka sekarang adalah melawan apa? Sekarang mengarah pada keberhasilan dan kesuksesan bangsa ke depan, bukan lagi menengok ke belakang,” tandasnya.

Qodry juga menegaskan masih pentingnya Pancasila sebagai alat perekat bangsa. Pada masa orba Pancasila diperlakukan berlebih namun praktek yang dilakukan oleh para pejabat jauh dari nilai-nilai yang ada sehingga saat reformasi, Pancasila seolah-olah ditinggalkan. “Pancasila masih sebagai visi kita dalam membangun bangsa,” tegasnya. (mkf)