Jakarta, NU Online
Meski besarnya jumlah pemilih terdaftar yang tidak turut mencoblos dalam pemilihan umum presiden tahap pertama dapat dianggap sebagai cerminan protes politik atas buruknya keberpihakan elite politik hasil Pemilu 1999 kepada kepentingan rakyat, bukan berarti memberikan alasan lebih lanjut bagi penyelenggara Pemilu (KPU) untuk berdiam diri. KPU sudah seharusnya mengurangi laju pertumbuhan Golput dengan meningkatkan kualitas kinerja mereka dalam Pilpres II.
Demikian disampaikan Wakil Direktur Bidang Penelitian Enceng Shobirin Nadj dalam acara seminar dan workshop tentang “Mencari Model Sosialisasi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Yang Efektif” yang diselenggarakan KPUD DKI Jakarta di Hotel Oasis Amir, Jumat (6/8).
<>Peneliti dan pengamat politik yang akrab dipanggil dengan Enceng ini mengatakan, bahwa jumlah pemilih Golput yang telah mencapai lebih dari 31 juta jiwa dalam Pilpres I secara politik sangat memprihatinkan. Sebab menurut Enceng, jumlah tersebut sudah mencapai 24 persen dari total pemilih nasional terdaftar sebesar 152.320.540 jiwa. “Jumlah Golput yang terjadi di Jakarta juga sangat memprihatinkan karena sudah mencapai jumlah 22,6 persen atau 1.537.853 jiwa dari total pemilih terdaftar 6.792.922 jiwa,”papar Enceng.
“Memang tidak diragukan lagi kekecewaan politik menyebabkan pembengkakan jumlah Golput, tetapi bukan tidak mungkin bisa berkurang jika KPU dan KPUD di seluruh provinsi mampu meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pilpres,”kata Enceng.
Sementara itu, Juri Ardiantoro, pembicara dari KPUD DKI Jakarta mengungkapkan sebab – sebab besarnya Golput dari para pemilih terdaftar di DKI Jakarta. Menurutnya, penyebab Golput tidak tunggal melainkan bermacam-macam. “Ada sebab politis, tekhnis, dan kebutuhan pragmatis pemilih,”ungkap Juri.
Anggota KPUD DKI Jakarta yang akrab dipanggil dengan Firdaus ini pun memberikan contoh dari ketiga penyebab itu. “Angka Golput di TPS 158, 159, 160, 161 dan 162 di Kelurahan Cengkareng Timur yang masing-masing 99,67 persen, 100 persen, 95 persen, 100 persen dan 99,67 persen bukan menunjukkan tidak adanya pemilih, tetapi karena masyarakat di sekitar TPS-TPS tersebut merupakan korban penggusuran tempat tinggal, sehingga mereka membiarkan TPS yang ada kosong dari aktivitas,”ungkap Juri.
Untuk alasan tekhnis, Juri menyebut TPS-TPS di kantong-kantong industri seperti di Cakung, Pulo Gadung, Kayu Putih, Jatinegara, Semper, Kalibaru, Tanjung Priok dan Cilincing yang banyak dihuni pekerja pendatang dari luar Jakarta angka Golputnya berkisar antara 23 sampai 30 persen. Penyebabnya, menurut Juri, kebanyakan penghuni TPS-TPS tersebut pulang kampung menjelang hari pencoblosan.
Alasan pragmatis juga disebut Juri turut mendongkrak angka Golput, karena kelompok masyarakat pendatang maupun penghuni hunian elite, lebih memilih pulang kampung, atau berlibur ke luar kota dalam tiga hari libur (Sabtu, Minggu dan Senin) dalam Pilpres 5 Juli lalu. “Keputusan Golput kelompok ini memang pragmatis, karena selain tiadanya sanksi bagi yang tidak mencoblos, pemilihan hari pelaksanaan Pemilu didahului 2 hari libur telah memberikan kesempatan kedua jenis masyarakat di atas untuk lebih memilih pulang kampung atau plesiran dibanding untuk mencoblos,”ungkap Juri.
Karena itu, untuk mengurangi sebesar-besarnya angka Golput dalam Pilpres putaran II September mendatang, Juri mengatakan, bahwa KPU DKI Jakarta akan mempertimbangkan semua watak dari beberapa kelompok pemilih yang Golput di atas sebagai dasar untuk menggugah kesadaran pemilih secara maksimal untuk tidak Golput. “Belajar dari pengalaman Pilpres sebelumnya, kami akan memberikan perhatian lebih dalam memasyarakatkan Pemilu kepada mereka yang secara politik dan tekhnis mendapatkan hambatan untuk menggunakan TPS,”ungkap Juri konkret.
“Jadi pendidikan pemilih harus diarahkan pada usaha untuk “menghancurkan” halangan-halangan psikologis politik yang berkaitan dengan ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses-proses politik, khususnya Pemilu dan penyelenggaraan negara, “papar Juri menambahkan.
“Untuk mengurangi semaksimal mungkin laju pertumbuhan Golput dalam Pilpres II mendatang, salah satu upaya yang perlu dilakukan tentu dengan meningkatkan pemasyarakatan tentang Pilpres II secara lebih luas dan meyakinkan. Maksudnya, materi yang disampaikan kepada masyarakat tidak hanya soal tekhnis, tetapi arti penggunaan hak pilih dalam konteks membangun sistem politik dan kenegaraan yang lebih baik,”kata Enceng mengusulkan.
Ditambahkan Enceng, bahwa untuk memasyarakatkan Pilpres II, medianya tidak cukup hanya elektronik melulu, tetapi penting juga menggunakan forum-forum pengajian, gereja, vihara, kelenteng dan lain-lain yang memungkinkan dialog dengan masyarakat dapat berlangsung intensif. “K
Terpopuler
1
Soal Tambang Nikel di Raja Ampat, Ketua PBNU: Eksploitasi SDA Hanya Memperkaya Segelintir Orang
2
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
3
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
4
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
5
Khutbah Jumat: Jagalah Alam, Jangan Malah Merusaknya
6
PBNU Rencanakan Indonesia Jadi Pusat Syariah Dunia
Terkini
Lihat Semua