Warta

Buku “Menggugat Sholawat & Dzikir Syirik” Tampil Makin Berani

NU Online  ·  Sabtu, 5 Juli 2008 | 09:08 WIB

Surabaya, NU Online
Masih ingat buku “Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat & Dzikir Syirik” karya H Mahrus Ali? Meski banyak tokoh NU yang merasa keberatan, namun ternyata hingga kini buku itu masih terus beredar di pasaran.

Bahkan cetakan yang kelima yang beredar kali ini malah tampil lebih berani. Pada sampul buku itu terdapat kalimat yang dibentuk mirip stempel berbunyi ‘Dilengkapi dokumen ke-NU-an sang mantan kiai’.<>

Di bagian sampul dalam ditambah tulisan ‘non struktural’. Sedangkan di bagian belakang buku itu dilengkapi dengan riwayat hidup penulis yang selalu dikait-kaitkan dengan tokoh dan komunitas NU. Termasuk di antaranya mengutip sumber dari Majalah Aula terbitan PWNU Jawa Timur.

Buku terebut juga dilengkapi dengan lembaran-lembaran yang menggambarkan bahwa H Mahrus Ali seakan-akan memang benar-benar mantan kiai NU.

Uniknya, salah satu lampiran itu adalah undangan dari LBM MWC NU Waru Sidoarjo yang mengundang dirinya untuk hadir dalam acara NU tersebut. Tak lupa, surat-surat itu juga distempelkan pada natoris yang menunjukkan surat itu memang asli.

Tanggapan keras langsung muncul dari Pengurus Wilayah Lajnah Ta’lief wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur. “Ini namanya menantang terang-terangan,” kata Makruf Asrori, Wakil Ketua LTN Jatim, di Surabaya, Sabtu (5/7).

Namun ia mengaku bingung untuk menyikapinya, sebab ketika diajak dialog terbuka ia tidak mau datang, tapi malah menerbitkan buku yang lebih berpotensi menimbulkan polemik.

“Saya ini tidak tahu apa maunya orang itu. Diajak dialog tidak datang, tapi kok terus saja berbuat seperti itu,” kata Makruf.

Di sisi lain, H Mahrus mengaku tidak tahu-menahu dengan terbitnya buku karyanya itu. Ia beralasan karena sejak awal sudah menjual naskah itu kepada penerbit, bukan menggunakan sistem royalti.

Soal judul buatan penerbit yang menghebohkan itu pun sebenarnya dia sejak awal juga tidak setuju. Bahkan sudah tiga kali dirinya meminta agar judul itu diganti, namun penerbit tetap bersikeras mempertahankannya. “Saya sudah tidak punya kemampuan lagi untuk mencegahnya,” kata H Mahrus kepada NU Online beberapa waktu lalu.

Soal penambahan lampiran-lampiran yang menguatkan dirinya seakan memang benar-benar mantan kiai NU, menurut H Mahrus, semuanya adalah keinginan penerbit. Tampaknya penerbit juga merasa ketakutan bila dirinya bakal digugat, sehingga mempersiapkan segala sesuatunya dari awal, termasuk penggunaan notaris sebagai penguat.

Ironisnya, meski buku hasil karyanya sudah dicetak lima kali dan ia disuruh ke sana-kemari oleh penerbit untuk minta tanda tangan yang menunjukkan dia sebagai orang NU, tapi ia tidak mendapatkan apa-apa.

“Saya tidak dapat apa-apa,” akunya terus terang. Padahal pemilik penerbitan yang menerbitkan buku itu adalah muridnya sendiri. (sbh)