Warta

Berbahaya, Jika Islam Dipahami Hanya Sebatas Gerakan

NU Online  ·  Ahad, 25 Mei 2003 | 18:09 WIB

Jakarta, NU.Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi dan Syeikh Agung Al-Azhar Prof Dr Mohamed Sayed Tantawi  dalam pertemuannya di Kairo, Mesir, sependapat bahwa Islam tidak bisa dipahami hanya sebagai konsep gerakan semata, tapi harus di pahami secara holistik sebagai sebuah ajaran. Jika pola pikir gerakan yang dikedepankan, ini sangat berbahaya. Pasalnya pemahaman seperti ini hanya akan memberikan penilaian salah dan memasukan Islam sebagai kelompok radikal. Padahal, unsur radikalisme itu ada pada semua agama.

"Dalam pertemuan itu, PBNU dan Al-Azhar sepakat memprakarsai suatu pertemuan internasional di Jakarta untuk menampilkan Islam sebagai ajaran, dan bukan sebagai gerakan atau kekuatan. Sebab, sangat berbahaya, jika Islam hanya dipahami sebagai gerakan," kata Hasyim Muzadi,  Minggu (25/5).

<>

Menurut Gus Hasyim, Pertemuan internasional yang dijadwalkan berlangsung di Jakarta sekitar akhir 2003 ini, akan dihadiri para rektor universitas Islam di seluruh dunia, di samping para ulama yang membidani bidang ajarannya, bukan politikus Islam.

Muzadi dan Syeikh Tantawi berpandangan bahwa realitas sekarang  yang sangat ditonjolkan adalah Islam sebagai gerakan atau kekuatan, sehingga seolah-olah Islam itu berhadap-hadapan atau saling memusuhi dengan negara-negara Barat atau kelompok non-Islam lainnya.

"Sehingga pada gilirannya sangat merugikan dunia Islam dalam konteks hubungan internasional. Oleh karena itu, perlu kita tampilkan Islam sebagai ajaran atau sebagai filsafat hidup yang mengandung kebenaran rahmatan lil alamin (menjadi rahmat bagi semesta alam)," paparnya.

Pelaksanaan pertemuan internasional yang akan dijadwalkan itu  merupakan bagian dari upaya PBNU dalam langkah menjembatani antara dunia Islam dan dunia Barat, yang dalam hal ini akan difokuskan ke Eropa.

Dalam upaya menjembatani dunia Islam dan dunia Barat ini, PBNU telah berkunjung ke negara-negara Eropa, dan bertemu dengan pimpinan parlemen Uni Eropa serta sejumlah pejabat di sana, khususnya di Jerman beberapa waktu lalu, dan ternyata mereka mengharapkan agar NU menjembatani hal tersebut.

"Bertalian dengan itu, PBNU yakin bahwa jembatan yang paling baik adalah jika Islam ditampilkan sebagai ajaran, dan bukan sebagai kekuatan," tandas Muzadi.

Pada kesempatan tersebut, PBNU dan pihak Al-Azhar sepakat untuk meningkatkan kerja sama di bidang pendidikan. Dalam pertemuan dengan Syeikh Al-Azhar tersebut, Muzadi didampingi sejumlah pimpinan PBNU, di samping Kepala Bidang Politik Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kairo Agil Salem Al-Attas mewakili Dubes RI untuk Mesir Prof Dr Bachtiar Ali, MA yang saat ini melakukan tugas kerja di Jakarta, dan Kasub-Bidang Protokoler KBRI Krishna Djelani.

KH Hasyim Muzadi bersama rombongan PBNU melakukan kunjungan selama beberapa hari ke Mesir setelah melakukan ibadah umrah di Arab Saudi. Dalam kunjungan tersebut beliau didampingi oleh KH Abdul Aziz Ahmad, KH Masduki Baidlawi,  Ronin Hidayat, KH Sofyan Hidayat Bin Najmuddin. KH. Mas Soebadar, KH A. Idris Muzakki, Slamet Effendy Yusuf,  KH. Abd Wahid Bisri, Fakhrurozi, Muhammad Nafi, Ibu Mutammimah Muzadi,  Siti Aniroh Slamet,  Abd Hikam Hidayat, Elina Almaghfiroh, Laily Abidah, dan Alfi Rahamawati.

Selama di Mesir, selain bertemu dengan Syeikh Al-Azhar, juga Rektor Universtas Al-Azhar Prof Dr Omar Hashim, dan Wakil Menteri Waqaf Mesir. Dalam pertemuan tersebut, PBNU sepakat dengan kementerian wakaf untuk kerja sama di bidang wakaf, dan dalam hal ini PBNU akan mengirim tim khusus untuk melakukan studi banding ke Mesir menyangkut pelaksanaan wakaf.

"Manajeman wakaf  sangat penting dipelajari, karena selama ini kita belum mempraktekan secara baik manajeman wakaf, padahal persoalan ini sangat bertalian dengan pemanfaatan harta umat" ungkapnya.(Kln-S/kol/cih)