Warta DISERTASI

Beragama Bukan Halangan untuk Menjadi Bebas

NU Online  ·  Jumat, 17 April 2009 | 22:19 WIB

Depok, NU Online
Beragama atau menjalankan ajaran agama dengan benar bukanlah halangan bagi manusia untuk mendapatkan kebebasan. Kesadaran manusia akan kehadiran Tuhan dalam setiap aktivitas akan mendampingi setiap kebebasan dan mengembangkan eksistensinya.

Demikian Kepala Kanwil Departemen Agama Propinsi Banten Asep Muhammad Romly, saat mempertahankan disertasi di hadapan sidang terbuka senat gurubesar Universitas Indonesia. Romly berhasil meraih gelar doktor dalam bidang filsafat dengan nilai sangat memuaskan.
r /> Sidang promosi yang berlangsung di aula Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, Jumat (17/4) dipimpin Prof Dr Riris Sarumpaet, dengan panitia penguji yaitu; Dr Haryatmoko (kopromotor), Vincensius Y. Jolasa, Ph.D, Prof Dr Komarudin Hidayat, Dr Akhyar Yusuf Lubis, Dr V Irmayanti, dan Dr A. Harsawibawa.

Disertasi AM Romly yang berjudul “Ateisme sebagai upaya emansipatoris dalam pembebasan manusia berdasarkan teori alienesi Karl Marx”, menurut promovendus bertujuan untuk mencari cara yang rasional dalam membendung bahaya ateisme dan kebebasan tanpa batas.

“Ateisme bukan merupakan syarat mutlak untuk mencapai kebebasan manusia, dan teisme bukan merupakan suatu halangan bagi manusia untuk menjadi bebas,” kata Romly. Sidang promosi doktor tersebut dihadiri oleh keluarga dan para kolega promovendus, serta sejumlah tokoh masyarakat.

Ia memaparkan, adanya kesadaran manusia akan kehadiran Tuhan, menyebabkan manusia mengikatkan diri kepada-Nya atau menerima ikatan-Nya. Akan tetapi ikatan itu tidak dirasakan sebagai sesuatu yang mengurangi kebebasannya; sebaliknya ikatan itu dialami sebagai sumber bahagia.

"Akibatnya, manusia membuka seluruh dirinya, dan di situ terjadilah penyerahan yang total, penyerahan tanpa pengecualian. Di sini ia hidup dalam keyakinan dan kepercayaan akan kekuatan di luar fenomena alam kodrati, dan secara total ia menyerahkan dan menggantungkan jalan hidupnya kepada kekuatan adikodrati yang diyakini sebagai pencipta, penguasa “yang transenden” melegitimasi kebebasan saya, mengembangkan eksistensi saya dan pemelihara alam semesta," katanya.

Dewasa ini, kata Romly, kenyataan menunjukkan, bahwa penganut ateisme semakin meningkat. Artinya dapat pula dikatakan bahwa penganut teisme atau orang beragama berkurang. Mungkin saja ateisme akan lebih menarik bagi banyak orang dari pada agama, jika pemahaman keagamaan tidak mampu menjawab persoalan dan kebutuhan rohani manusia.

Atau bisa juga orang berpaling kepada ateisme apabila ajaran agama tidak ada pengaruhnya sama sekali terhadap perubahan tingkah laku manusia atau pembentukan sikap dan perilaku yang berakhlak mulia. Lebih-lebih bila agama membiarkan ketidakadilan dan kekerasan

“Untuk membendung paham ateisme, praktek-praktek agama perlu dievalusi, apakah masih terjadi ketidakselarasan antara kata dan perbuatan. Sebab kalau dibiarkan terus demikian bisa berakibat orang berpaling dari agama,” tutur pria kelahiran Banten, 3 Desember 1952. (nam)