Jakarta, NU Online
Antara bencana alam dan bencana sosial merupakan dua hal yang saling terkait. Bencana alam bisa menimbulkan bencana sosial dan demikian sebaliknya, bencana sosial bisa menimbulkan bencana alam.
“Akibat keserakahan manusia, hutan dibabat dan akhirnya menimbulkan banjir. Ini merupakan bencana yang akhirnya menimbulkan bencana alam,” tutur KH Hasyim Muzadi dalam penutupan Workshop Pengarus-utamaan Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat di Gedung PBNU, Jakart<>a, Rabu (31/10).
Namun demikian, Kiai Hasyim mengingatkan bahwa bukan berarti semua orang yang terkena bencana merupakan orang yang salah. “Dalam bencana, semua orang, baik yang sholeh maupun yang kufur terkena akibatnya,” paparnya.
Sementara itu bencana sosial yang diakibatkan oleh bencana alam terjadi ketika penanganan untuk mengatasi bencana itu tidak berjalan secara maksimal sehingga malah menimbulkan bencana baru.
Mantan Ketua PWNU Jatim ini mencontohkan pengungsi korban Lumpur Lapindo yang penanganannya kurang baik sehingga banyak yang mengalami stress, bunuh diri sampai permasalahan sosial lainnya seperti penurunan moral anak-anak akibat mereka menjadi mengenal aktifitas hubungan suami istri yang dilakukan ditempat tertentu yang disediakan di pengungsian.
Demikian pula dengan korban gempa di Jogja yang dijanjikan bantuan sebesar 30 juta yang rumahnya roboh. Akhirnya penduduk merobohkan rumah mereka sekalian yang sebelumnya tidak roboh sementara uang bantuan tidak cair. “Akhirnya mereka hanya mendapatkan uang “yen” atau “yen ono” (kalau ada),” kelakarnya yang disambut ketawa oleh para hadirin.
Kiai Hasyim mengaku sudah diperingatkan oleh seorang kiai tentang akan datangnya berbagai bencana yang menimpa Indonesia sejak tahun 1996 lalu. Untuk mengatasi ini, maka dilakukanlah istighotsah bersama memohon kepada Allah agar bencana ini tidak diturunkan.
Sejak itu, kemudian bencana secara terus menerus terjadi di Indonesia. Dimulai dengan krisis ekonomi, lengsernya Soeharto, pembunuhan Kiai di Banyuwangi dan berbagai bencana alam lainnya sampai sekarang. “Bencana belum akan berhenti untuk tidak mengatakan bencana masih akan terus berlangsung,” paparnya.
Untuk mengatasi bencana tersebut, tidak cukup dilakukan istighotsah melalui dzikir, tetapi harus dengan tindakan langsung. “Tidak mungkin doa agar kita terhindar dari banjir dikabulkan jika kita masih melakukan illegal logging. Ini tidak memenuhi syarat terkabulnya doa,” tandasnya.
Penanganan Secara Komprehensif
Pengasuh Ponpes Mahasiswa Al Hikam Malang ini menuturkan bahwa penanganan bencana harus dilakukan secara komprehensif mulai dari pendekatan tasawwuf, ilmiah, teknologi, dan sosial serta memiliki perspektif jangka panjang tanpa melupakan penanganan secara langsung bagi mereka yang saat ini tengah membutuhkan.
Dikatakannya bahwa penanganan bencana saat ini masih sangat tergantung pada kemampuan pemerintah. Disisi lain, dengan beruntunnya bencana yang menimpa, tak seimbang dengan kemampuan yang dimilikinya sehingga malah menimbulkan ekses lainnya.
PBNU saat ini sudah banyak terlibat guna membantu para korban bencana alam mulai dari tsunami di Aceh, gempa di Jogja sampai dengan gempa di Bengkulu. Selain itu, melalui program Penanggulangan Bencana Berbasiss Komunitas, PBNU melakukan pelatihan di beberapa pesantren dan masyarakat sekitarnya untuk mengantisipasi terjadinya bencana. (mkf)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua