Warta

Bea dan Cukai Harus Hentikan Impor Beras Selundupan

NU Online  ·  Jumat, 30 Juli 2004 | 02:29 WIB

Jakarta, NU Online
Rendahnya harga beras akhir-akhir ini diduga bukan karena melimpahnya pasokan beras dari hasil produksi para petani di Pantura melainkan berasal dari besarnya beras impor selundupan yang beredar di pasar. Pemerintah dituntut untuk lebih memaksimalkan fungsi direktorat Bea dan Cukai dalam menghentikan masuknya beras selundupan.

Demikian kesimpulan wawancara NU Online, Jumat (30/7) dengan Direktur Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada (PSPK-UGM) Mochammad Maksum dan ahli ekonomi politik dan analis kebijakan publik dari jurusan ekonomi program pasca sarjana Universitas Indonesia Andrinof A. Chaniago tentang tanggapan mereka atas rendahnya harga beras saat ini.

<>

Kecurigaan banyak pihak bahwa  besarnya pasokan beras di pasar Induk beras Cipinang bukan berasal dari pasokan hasil produksi para petani Indonesia agaknya tidak berlebihan, karena  saat ini musim panen raya belum tiba. Para produsen dan pengamat pun bertanya-tanya mengenai asal peningkatan pasokan beras di Pasar Induk Cipinang dari rata-rata 2.000 ton per hari menjadi 3.000 ton lebih per hari.

Namun demikian,  bukan berarti penjelasan Ketua Koperasi Pedagang Pasar Induk Beras Cipinang Jakarta H. Moch Kosim HS, bahwa kelebihan pasokan tersebut bukan dari impor melainkan berasal dari berbagai daerah sebagai penjelasan yang sepenuhnya  salah.  Karena menurut Maksum, pada saat ini memang impor beras masih dilarang pemerintah tetapi kemungkinan besar beras tersebut berasal dari impor selundupan lama yang  baru dijual sekarang.

“Bisa jadi saat ini merupakan periode frustrasi sehingga beras impor selundupan dan beras para tengkulak tidak bisa ditimbun lebih lama,  karena  semakin lama semakin besar sewa tempat penimbunan yang harus dibayar mereka, apalagi masa  panen raya sudah hampir tiba,”papar ketua PSPK - UGM yang saat ini juga menjadi ketua PWNU Yogyakarta ini.

“Memang tidak menutup kemungkinan beras yang disimpan para petani di lumbungnya dijual ke pasar, karena mereka membutuhkan biaya sekolah untuk anak – anak mereka. Tetapi pengaruhnya tidak terlalu besar pada jatuhnya harga beras saat ini,”kata Maksum menandaskan.

Senada dengan Maksum, Pakar Ekonomi UI yang akrab dipanggil dengan sebutan Adrinof  menduga kuat impor selundupan dan impor resmi sebagai penyebab jatuhnya harga beras. “Kalau dilihat dari perkembangan 3 bulan terakhir ini kira-kira jatuhnya harga beras disebabkan impor resmi dan selundupan,”ungkap Adrinof tanpa menyebutkan angka pasti dari volume kedua jenis impor itu. 

Tak dapat dielakkan, kata Maksum, harga dasar beras kualitas umum yang sudah dipatok pemerintah Rp 2.500 per kilogram merosot hingga Rp 2.100. Merosotnya harga beras tersebut menurut Maksum diikuti pula dengan merosotnya harga dasar gabah kering giling (GKG) dari Rp 1.700 menjadi Rp 1.200-Rp 1.300 per kilogram.

Menurut Adrinof, kemerosotan harga beras tersebut menunjukkan betapa fungsi Bulog yang tinggal menyanggah harga beras telah mandeg  atau bebannya terlalu berat dengan banyaknya beras impor selundupan yang masuk.

Maksum pun menyebutkan pintu-pintu masuk bagi beras impor selundupan saat ini masih menganga lebar seperti di Sungai Ular (Riau), di perairan Medan, di sana banyak kapal-kapal tongkang yang membawa beras selundupan dari Thailand tetapi tidak diapa-apakan, termasuk di jalur Serawak. “Kalau hanya satu dua tongkang tidak masalah, ini jumlahnya bisa dibilang cukup besar dalam sehari. Di sini negara telah gagal melindungi sektor pertanian yang menjadi penyanggah pangan masyarakatnya sendiri,”tandas   Maksum.

Agar fungsi Bulog bisa berjalan efektif menjadi penyanggah harga beras petani lokal, Adrinof mengungkapkan pentingnya peningkatan tanggungjawab pihak Bea dan Cukai dalam menghentikan beras impor selundupan. “Percuma saja ada larangan impor beras, kalau kemudian beras selundupan terus masuk,”tandas Adrinof. 
 
“Situasinya darurat bagi ketahanan para petani, agar mereka tetap bersedia bekerja di sektor pertanian, pemerintah perlu meminta Bulog untuk melakukan pembelian beras saat ini meski musim panen raya belum tiba,”usul Maksum.

Mengenai para tengkulak yang sering mempermainkan harga beras, Adrinof mengusulkan kepada pemerintah untuk menyediakan informasi mengenai situasi pasar beras, apakah benar persediaan beras membengkak, atau justru kurang. “Tanpa informasi itu petani akan dengan mudah dipermainkan tengkulak, misalnya karena mereka tidak mengetahui bahwa harga beras sedang oke, hanya karena dikatakan harga beras memburuk oleh tengkulak, para petani pun takut, dan buru-buru menjualnya,”kata Adrinof seraya mengatakan, bahwa hal itu tidak bisa terjadi kalau petani mendapat informasi yang benar.

Namun pakar ekonomi yang sehari