Jakarta, NU.Online
Bangsa Indonesia sangat miskin sikap keteladanan dari para pemimpin dalam hal kebersamaan, kesederhanaan, kesantunan, keikhlasan dan kejujuran ditengah situasi prihatin yang terus berlangsung
"Padahal keteladanan inilah yang kita butuhkan untuk menghapuskan ketimpangan dan kesenjangan yang menjadi sumber dan pemantik bara api apatisme, frustasi dan kemarahan social yang berbahaya bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara," ungkap Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Lembaga Perekonomian Nahdlatul 'Ulama (PP-LDNU) H.A.Sidik Prawiranegara, SH. dalam acara Refleksi Ramadlan 2003/2004 dengan topik "Meneguhkan Komitmen Kebangsaan Menghadapi Terorisme, Separatisme, dan Ancaman Disintegrasi, di Jakarta, Jum'at (31/10/2003)
<>Dalam Diskusi yang di moderatori Imam Anshori.S (Media Indonesia) Dihadiri oleh Duta Besar Inggris HE, Richard Grozny, Wakil Kepala BIN H. As'ad Aly, Ketua PBNU KH. Salahuddin Wahid, Ir. H. Musthofa Zuhad Mughni, dan Tokoh Buddhis Indonesia Sudhamek AWS.
Menurut Sidik, berbagai peristiwa yang memperihatinkan belakangan ini seperti tragedi bom Bali, teror bom Hotel JW Marriot semakin menambah deretan daftar ekstremisme dan terorisme yang mengancam kerukunan umat beragama di republik yang plural seperti Indonesia."Kedamaian kita dihantui oleh perilaku yang mengatasnamakan agama.Hal ini sungguh mengusik rasa kemanusiaan kita sebagai bangsa," jelasnya
Untuk itu bagi ummat Islam sendiri, puasa tahun ini haruslah dijadikan momentum untuk mulai mewujudkan tanggung jawab kebangsaannya sebagai "bagian terbesar" dari warga bangsa ini. Yakni bagalmana ummat terlibat lebih konstruktif dalam menyelesaikam permasalahan yang menghantui bangsa sekarang ini. Karena rnasalah separatisme, terorisme, kerniskinan, dan korupsi tidak lain adalah masalah umrnat, karena bentuk nyata dari istilah bangsa dalarn wacana keseharian kita adalah ummat (Islam) itu sendiri.
Karena itu di bulan Ramadlan yang penuh rahmat, ampunan dan berkah harus di jadikan momentum untuk meningkatkan kualitas spiritual (ibadah) maupun kualitas kemanusiaan dan social. Bagi bangsa Indonesia sendiri, datangnya bulan suci Rarnadlan tahun ini merupakan momentum yang tepat untuk merenungkan dan meneguhkan kembali kornitmen kebangsaan yang akhir-akhir ini terasa semakin melonggar.
Tentu, dengan lebih mempererat tali silaturrahim, kepedulian dan kebersamaan; jangan lagi saling menyalahkan atau mencari karnbing hitam atas setiap kejadian; jangan lagi ada yang disingkirkan atau dinistakan; jangan sampai setitik kelalaian seseorang atau sekelompok anak bangsa memporak porandakan kedamaian, ketentraman dan masa depan seluruh bangsa. "Karena itu yang perlu dilakukan adalah bersama-sama mencari jalan keluar terbaik atas berbagai rnasalah kebangsaan yang kita hadapi," demikian H. Sidik Prawiranegara. (Cih)***
Terpopuler
1
PPATK Tuai Kritik: Rekening Pasif Diblokir, Rekening Judol Malah Dibiarkan
2
Munas Majelis Alumni IPNU Berakhir, Prof Asrorun Niam Terpilih Jadi Ketua Umum
3
Bendera One Piece Marak, Sarbumusi Serukan Pengibaran Merah Putih
4
Gelombang Tinggi di Cianjur Hantam 67 Perahu Nelayan, SNNU Desak Revitalisasi Dermaga
5
Hadiri Haul Buntet 2025, Ketum PBNU Tegaskan Pesantren Punya Saham dalam Tegaknya NKRI
6
Alumni IPNU Harus Hadir Jadi Penjernih dalam Konflik Sosial dan Jembatan Antarkelompok
Terkini
Lihat Semua