Alokasi Anggaran Pendidikan Tidak Sesuai dengan UU
NU Online · Sabtu, 10 Januari 2004 | 04:00 WIB
Jakarta, NU Online
Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Suyanto, mengatakan pelanggaran konstitusi dalam penyelenggaraan pendidikan sebenarnya kini sedang terjadi di Indonesia.
"Dalam Undang-Undang Dasar sudah diisyaratkan bahwa anggaran pendidikan itu dialokasikan sebanyak 20 persen dari bujet yang ada. Tapi kenyataannya hal itu tidak direalisasikan," katanya.
<>Suyanto mengatakan, komitmen elit politik nasional terhadap pendidikan sangat disangsikan. "Pendidikan belum dijadikan isu politik strategis," tambahnya. Ia memprediksi bahwa dalam lima tahun ke depan, jika Indonesia tidak mengalokasikan 20 persen dari anggaran belanja nasional untuk pendidikan, dipastikan akan banyak ketertinggalan di berbagai bidang, terutama dalam upaya pengembangan sumber daya manusia.
Cina, dan Vietnam sudah memacu pendidikan dengan meningkatkan anggaran pendidikannya setiap tahun secara konsisten. Para elit negara itu yakin bahwa pendidikan merupakan bidang yang paling strategis untuk memajukan bangsa, lanjut Suyanto.
Rektor UNY itu juga bercerita bahwa ketika Jepang dihancurkan lewat bom Sekutu, yang jadi pertanyaan pertama Kaisar Jepang pada saat itu adalah berapa jumlah guru yang masih hidup. "Kaisar tidak bertanya berapa jumlah tentara yang masih hidup. Ini menunjukkan bahwa membangun bangsa harus diletakkan terutama pada fondasi
pendidikannya," katanya.
Dalam pengamatan Suyanto, saat ini bukan saja elit politik yang meremehkan pendidikan. "Masyarakat Indonesia saat ini pun kurang waras. Mereka akan berfikir panjang untuk membelikan buku untuk anaknya. Tapi mereka tidak perlu berfikir untuk membeli rokok. Ini kan masyarakat sakit," kata Suyanto tanpa ragu.
Ia juga mengatakan bahwa Malaysia kini sudah melaju lebih jauh dalam membangun dunia pendidikan dibanding Indonesia. "Di Malaysia, subsidi untuk satu mahasiswa dalam satu tahun mencapai RP 150 juta. Tapi di Indonesia cuma Rp6,5 juta. Ini sudah jauh jaraknya," katanya.
Suyanto berharap bahwa elit politik di masa depan akan lebih sadar akan arti penting pendidikan sehingga keterpurukan bangsa tidak berkelanjutan. "Tanpa memperhatikan pendidikan secara serius, sulit bagi kita untuk mengejar kesukseskan yang diraih negara lain seperti Malaysia, Korsel dan Jepang," demikian pendapat Suyanto.
Alokasi dana pendidikan juga harus meliputi pesantren yang saat ini sudah resmi diakui sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Saat ini pesantren masih dikelola oleh secara mandiri oleh kyai yang mengasuhnya sehingga pengembangan yang membutuhkan biaya besar belum dapat dilakukan secara maksimal.
Jumlah pesantren di Indonesia cukup dominan. NU saja memiliki 12.000 pesantren sehingga jika pengembangan pesantren diabaikan, maka kemajuan Indonesia juga akan terhambat.(mkf)
Â
Â
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Jadilah Manusia yang Menebar Manfaat bagi Sesama
2
Khutbah Jumat: Menjaga Keluarga dari Konten Negatif di Era Media Sosial
3
Khutbah Jumat Hari Anak: Didiklah Anak dengan Cinta dan Iman
4
Khutbah Jumat: Ketika Malu Hilang, Perbuatan Dosa Menjadi Biasa
5
PBNU Soroti Bentrok PWI-LS dan FPI: Negara Harus Turun Tangan Jadi Penengah
6
Khutbah Jumat: Menjadi Muslim Produktif, Mengelola Waktu Sebagai Amanah
Terkini
Lihat Semua