AIMF Harapkan Mufti Australia Baru Bangun Komunikasi Konstruktif
NU Online · Senin, 11 Juni 2007 | 03:56 WIB
Canberra, NU Online
Presiden Yayasan Muslim Australia-Indonesia (AIMF) Canberra, Teddy Mantoro, menyambut baik suksesi Mutfi Australia, dan berharap persaudaraan antarkomunitas Muslim semakin baik dan komunikasi dengan mayoritas masyarakat dan pemerintah negara ini terbangun dengan lebih baik.
"Saya berharap mufti yang baru bisa mendorong terbangunnya komunikasi dan lebih punya keterlibatan ke komunikasi religius (di luar Islam) di Australia," kata Teddy di Canberra, Senin, menanggapi laporan berbagai media massa Australia yang melaporkan tentang terpilihnya Sheikh Fehmi El-Imam sebagai mufti baru negara itu.
<>El-Imam menggantikan Sheikh Taj el-Din Al Hilali yang mengundurkan diri setelah terpilih kembali dalam pertemuan Badan Imam Nasional Australia (ANIC) di Melbourne, Minggu. ABC menggambarkan mufti baru yang berasal dari Masjid Preston Melbourne itu sebagai sosok tokoh Islam yang moderat.
Teddy mengatakan, minoritas Muslim Australia yang berasal dari latar belakang budaya dan bangsa yang berbeda seharusnya bisa saling menghormati dan memberikan kesempatan kepada tokoh yang sudah terpilih sebagai mufti untuk menjalankan fungsi dan perannya.
Selain itu, dialog konstruktif dengan para tokoh agama dan kalangan mayoritas Australia pun perlu diintensifkan sehingga kedua komunitas dapat saling bersinergi, menghormati dan memberi kesempatan untuk bersama-sama maju dan saling memberi tempat dan kesempatan, katanya.
"Bagi saya, toleransi saja tidak cukup tetapi harus satu langkah lebih maju dari sekedar toleransi itu," katanya.
Dalam mengkomunikasikan ide-ide yang esensial, Teddy mengatakan, sebaiknya Mufti Australia yang baru menggunakan bahasa yang lebih universal dan dapat diterima oleh mayoritas orang Australia untuk menghindari kesalahpahaman dan pemanfaatan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan mereka.
Dialog antar tokoh agama pun perlu terus dikembangkan.
"Kita tidak ingin memuculkan kelompok-kelompok Islam yang ekstrim. Ini perlu dihindari sejauh mungkin dan keterbukaan lewat pendidikan bisa lebih baik dilakukan," katanya.
Terlepas dari kenyataan bahwa tidak semua kelompok muslim di Australia mengakui Mufti sebagai pemimpin tertinggi, namun mufti dapat menjadi mitra dialog Pemerintah Australia tentang berbagai masalah yang menyangkut masalah dan kepentingan umat Islam, katanya.
"Apakah mungkin ada pembatasan masa jabatan mufti di Australia, saya fikir perlu ada batasan masa kepemimpinan dan pergantian terjadi secara bergilir menurut asal negara," katanya.
Mengenai langkah pengunduran diri yang diambil Al Hilali, seorang tokoh Muslim Australia, Keysar Trad dari Perhimpunan Persahabatan Islam Australia (IFAA), mengatakan, keputusan Al Hilali itu bisa saja akibat adanya tekanan Pemerintah Federal Australia.
Bentuk tekanan tersebut, menurut Keysar seperti dikutip ABC, berupa ancaman penghentian dukungan keuangan kepada organisasi-organisasi Islam yang mendukung Al Hilali.
Dalam enam bulan terakhir, baik perdana menteri, menteri luar negeri maupun menteri imigrasi Australia terus mengkritik Sheikh Al Hilali dan meminta kalangan muslim Australia untuk mengganti dirinya.
"Tingkat intervensi pemerintah ini, saya yakin, turut memengaruhi sebagian orang di pertemuan (Melbourne) itu," katanya.
Sheikh Al Hilali terkenal dengan beberapa pernyataan kontroversialnya seperti tersebut dalam media massa Australia, termasuk pernyataannya tentang dukungan terhadap Iran dalam masalah nuklir. (ant/sir)
Terpopuler
1
PBNU Soroti Bentrok PWI-LS dan FPI: Negara Harus Turun Tangan Jadi Penengah
2
Khutbah Jumat: Jadilah Manusia yang Menebar Manfaat bagi Sesama
3
Khutbah Jumat Hari Anak: Didiklah Anak dengan Cinta dan Iman
4
Khutbah Jumat: Ketika Malu Hilang, Perbuatan Dosa Menjadi Biasa
5
Khutbah Jumat: Menjadi Muslim Produktif, Mengelola Waktu Sebagai Amanah
6
Khutbah Jumat: Jadilah Pelopor Terselenggaranya Kebaikan
Terkini
Lihat Semua