Warta

18 Rekomendasi Kongres Kebudayaan Ke-V

NU Online  ·  Rabu, 22 Oktober 2003 | 19:57 WIB

Jakarta, NU.Online
Kongres Kebudayaan Ke-V yang berlangsung sejak 20 Oktober 2003 di Kota Wisata Bukittinggi, Sumatera Barat, Rabu, malam berakHir dengan mengeluarkan 18 butir rekomendasi untuk memperbaiki kondisi bangsa dan negara.

Acara penutupan yang dilangsungkan di Taman Burung, Benteng For de Kock, Bukittinggi itu, dihadiri Wakil Gubernur Sumbar, Facri Ahmad dan para peserta kongres yang terdiri dari para budayawan, sejarawan, sastrawan, pakar, pemerhati dan pihak-pihak terkait dengan dunia kebudayaan dari seluruh Indonesia.

<>

Pada kesempatan itu, Fachri Ahmad mengatakan, hasil yang dicapai dari kongres nasional tersebut sangat diharapkan  sebagai konsep, kebijakan dan strategi untuk membuat kebijakan dalam mempertahankan kebudayaan sebagai salah satu alat persatuan bangsa dan negara.

Sementara itu, Ketua Pelaksana Kongres Prof Dr Toeti Heraty N Roosseno menmyebutkan dalamm kongres yang melibatkan 570 peserta dari seluruh Indonesia itu berhasil disepakati 18 rekomendasi melalui 16 pembahasan melalui tiga sidang pleno dan 30 sidang komisi-komisi.

Rekomendasi-rekomendasi itu selanjutnya akan diserahkan kepada pemerintah dan pihak terkait sebagai konsep, kebijakan dan strategis pengembangan budaya nasional sebagai salah satu alat pemersatu bangsa.Rekomendasi yang mendapat perhatian cukup besar antara lain, anjuran kemandirian pengembangan kebudayaan dengan membentuk departemen kebudayaan, agar terjamin pemeliharaan warisan bangsa dan pengembangannya ke depan. Kemudian, menyarankan agar pendidikan nasional membentuk kesadaran budaya, mendorong penciptaan kebudayaan lebih lanjut serta mencegah disintegrasi sosial dan kekerasan.

Selanjutnya, mendesak digali kearifan maupun nilai-nilai yang terdapat dalam warisan budaya untuk dikembangkan dalam masyarakat yang multikultural dengan memperhatikan peraturan dan undang-undang hak cipta serta mendukung perlindungan yang dimiliki secara tradisional.

Begitu pula pengolahan, pengolahan seni tradisi membutuhkan kepakaran, kemampuan kuratorial dan manajerial. Dalam hal ini peserta kongres mengusulkan agar kemampuan tersebut menjadi bagian pelatihan dalam rangka membekali pelaksana kesenian memasuki industri budaya.

Rekomendasi juga menyinggung, masalah kekerasan dan pornografi dalam rekomendasi mengharapkan perhatian sungguh-sungguh dalam mengatasi penyakit sosial akibat ketagihan narkoba dan pornografi dalam bentuk cetakan dan tayangan diseluruh media massa. Masalah korupsi juga mendapat tempat dalam rekomendasi kongres yakni penyataan fenomena ekonomisme, korupsi dan kekerasan dalam masyarakat berlandaskan pemahaman kekeluargaan yang kontroversi, paham ini dapat menjadi landasan ekonomi mutualistis maupun sumber korupsi yang menimbulkan ketidakadilan, konflik dan kekerasan.

Dibidang ekonomi, dalam rekomendasi  peserta kongres menyarankan perekonomian nasional tidak lagi berorientasi pada ekonomisme yang mengejar pertumbuhan dan mengakibatkan ketimpangan sosial, tetapi pada pembangunan ekonomi rakyat berdasarkan mutualisme.  Selain itu, juga menyadari ekonomi rakyat merupakan prasyarat demokrasi, maka kongres mendesak agar realisasinya segera dilaksanakan, antara lain dengan mengubah pola pikir berhutang menjadi mandiri,  pemberdayaan desa dan reorientasi pasar.

Para peserta kongres juga mendesak agar kongres kebudayaan diselenggarakan lima tahun sekali dan dibentuk lembaga antarkongres yang indenpenden untuk menelusuri perkembangan realisasi berbagai rekomendasi yang memperoleh prioritas perhatian.

Sementara itu, konsep kebudayaan disepakati beruapa pemahaman bahwa indentias kebudayaan bukanlah suatu sosok utuh dan padat tetapi terdiri dari unsur-unsur dengan variasi dan tumpang tindih yang memungkinkan adanya persamaan di antara perbedaan-perbedaan.  Konsep ini mereduksi konflik antar dan intra etnik dan bersifat terbuka untuk perkembangannya. Dalam hal ini identitaspun  difahami dengan kelenturan untuk memperoleh kemampuan integratif yang lebih luas, dengan memahami dialetika.

Sedangkan kebijakan kebudayaan disepakati bahwa landasan multikultural menjadi warisan budaya, keniscayaan dan dinamika kreatif. Berkaitan itu pendidikan multikultural melibatkan apresiasi dan peran bahasa serta simbul-simbul budaya yang integratif dan berlangsung lewat demokratisasi di berbagai bidang. Kemudian strategi kebudayaan, dilakukan dengan terus-menerus merekonstruksi budaya dominan lewat dekonstruksi feodalisme, otoritaisme dan konformisme.

Rekomendasi-rekomendasi tersebut selanjutnya diserahkan pada pemerintah sebagai pengambil kebijakan