Dengan fungsi tayamum yang menjadi pengganti dari media bersuci tersebut, maka sebagaimana wudhu dan mandi, tayamum juga memiliki beberapa kesunahan dan bisa batal dengan beberapa hal.
Berikut beberapa kesunahan saat melakukan tayamum, sebagaimana disebutkan oleh Dr Mustafa Diyeb Al-Bugha dan Dr Mustafa Al-Khin dalam Fiqih Manhaji ala Madzhabil Imamis Syafi‘i.
Pertama, seluruh kesunahan yang terdapat dalam wudhu adalah menjadi kesunahan dalam tayamum yaitu, membaca bismillah di permulaan tayamum, mendahulukan membasuh bagian wajah yang paling atas, mendahulukan anggota kanan (tayammun), berurutan ketika mengusap wajah dan tangan, serta berdoa setelah tayamum dengan doa yang telah dicontohkan oleh Rasul SAW.
Kedua, mengambil tempat debu yang berbeda. Satu kali sentuhan di tempat debu untuk mengusap wajah, dan satu kali sentuhan di tempat debu yang lain untuk mengusap tangan.
Ketiga, menggunakan sedikit debu, yakni dengan mengibaskan atau meniup debu yang telah menempel di telapak tangan.
Hal ini didasarkan pada sebuah hadits riwayat Bukhari dari sahabat Ammar bin Yasir.
Artinya, “Dari Ammar bin Yasir, Rasulullah Saw bersabda kepadanya: Cukup kau lakukan hal ini saat tayamum (menempelkan kedua tangan di atas tanah kemudian mengibaskannya, dalam riwayat lain, meniupnya. Kemudian mengusapkan kedua telapak tangan tersebut).
Sedangkan hal-hal yang membatalkan tayamum sebagai berikut:
Pertama, setiap hal yang membatalkan wudhu.
Kedua, menemukan air setelah sebelumnya tidak mendapatkan air. Karena sesungguhnya tayamum adalah pengganti dari air. Jika sesuatu yang digantikan telah ada maka penggantinya tak akan berguna.
Lalu bagaimana jika menemukan air setelah selesai melakukan shalat?
Jika menemukan air setelah melakukan shalat, maka tayamumnya sah dan shalatnya juga sah, serta tidak perlu mengqadha shalat.
Artinya, “Jika menemukan air setelah mengerjakan shalat, maka shalatnya sah dan tidak perlu mengqadha,” (Lihat Musthafa Al-Khin dan Mustafa Al-Bugha, Al-Fiqhul Manhaji ala Madzhabil Imamis Syafi‘i, [Damaskus: Darul Qalam, 1992], halaman 97).
Namun jika menemukan air di awal mengerjakan shalat, diperbolehkan untuk memutus shalatnya dan kembali berwudhu dengan air. Menurut ulama, hal ini lebih utama.
Artinya, “Begitu juga jika menemukan air setelah memulai shalat, maka sah untuk melanjutkan shalat tersebut sampai selesai. Jika memutus shalat untuk berwudhu dan mengerjakan shalat dengan wudhu tersebut, maka hal itu lebih utama,” (Lihat Musthafa Al-Khin dan Mustafa Al-Bugha, Al-Fiqhul Manhaji ala Madzhabil Imamis Syafi‘i, [Damaskus: Darul Qalam, 1992], halaman 97).
Ketiga, mampu menggunakan air. Hal ini diperuntukkan orang yang sebelumnya dilarang menggunakan air karena sakit. Setelah ia boleh menggunakan air, maka batal tayamumnya.
Keempat, murtad. Karena tayamum diperbolehkan jika masih dalam keadaan Islam. Berbeda halnya dengan wudhu dan mandi. Karena keduanya untuk menghilangkan hadats sehingga tidak berimplikasi pada wudhu dan mandinya. Wallahu a‘lam. (M Alvin Nur Choironi)
Terpopuler
1
Cek Live Streaming Indonesia U-23 Vs Guinea U-23, Rebutkan Tiket Terakhir Olimpiade 2024
2
Lembaga Falakiyah PBNU Ikhbarkan 1 Dzulqa’dah 1445 H Jatuh pada Jumat 10 Mei 2024
3
Khutbah Jumat: Urgensi Ukhuwah Insaniyah di Tengah Kehidupan
4
Lembaga Falakiyah PBNU Instruksikan Rukyatul Hilal Awal Dzulqa'dah 1445 H Sore Ini
5
Khutbah Jumat: Bukan Keturunan Jadikan Mulia, Ketakwaanlah Pembedanya
6
Khutbah Jumat: Larangan Keras Menelantarkan Anak
Terkini
Lihat Semua