Disampaikan oleh KH Hasyim Muzadi dalam pembukaan Seminar Kebangsaan yang bertema “Legalitas Amandemen UUD 1945: Prosedur Hukum dan Dimensi Politik Selasa, 12 Juni 2007 di Gd. PBNU
Bismillahirrahmanirrahiem
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Selamat sejahtera untuk kita semua dan selamat siangnt>
Yang terhormat Bapak Ryas Rasyid, Bapak Ali Masykur Moesa dan para hadirin peserta seminar
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama telah mengamati bahwa UUD kita dalam polemik. Ini sungguh-sungguh menyangkut fondasi yang paling dasar dari perjalanan bangsa, bukan hanya pada konstitusi, tapi hampir pada setiap gerakan dan aspek kenegaraan. Nahdlatul Ulama adalah bagian dari kepentingan negera, karena konsen NU begitu besar, maka kehati-hatian perlu dilakukan sebelum PBNU mengambil fikiran-fikiran atau kesimpulan-kesimpulan, apalagi solusi-solusi dari polemik UUD kita itu.
Pertama, kita harus melihat UUD secara komprehensif baik dari segi kesejarahan, dari segi ideologi negara, segi hukum, segi sosial politik, dan segi ilmu tata negara, dan tak boleh dilupakan adalah akibat yang timbul karena muaranya yang merasakan adalah rakyat.
Sebagai alat uji apakah suatu sistem cocok atau tidak, atau tampak tidak cocok tapi itu proses, itu semuanya harus kita pilah. Nah, alat uji konstitusi adalah apakah ia menghadirkan keadilan dan tata kenegaraan yang sehat apa tidak. Oleh karenanya, maka diskusi kita ini akan kita lakukan selama tiga kali. Pertama untuk menilik mengapa ada amandemen, yang kedua untuk menilik mengapa ada yang tidak setuju dengan amandemen, dengan segala argumentasinya, dan yang ketiga, pendekatan-pendekatan teoritik dan solutif. Teoritik adalah bagaimana sesungguhnya tata negara melihat semuanya sebagai sebuah ilmu dan sekaligus pada tahap ketiga ini, kita akan melihat, jalan keluar apa yang harus ditempuh, apakah pertahankan these UUD 1945 atau antithesanya yang benar, atau apakah keduanya mengandung kelemahan dan kelebihan sehingga diperlukan sinthese. Ini harus kita lihat dengan cemat.
Selanjutnya daripada itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama juga ingin melihat komparasi-komparasi di negara lain, misalnya reformasi di negeri Soviet dan
Kedua, apakah ada link untuk proses reformasi. Ini semuanya akan kita lihat, betul-betul. PBNU ingin mencari solusi sebaik-baiknya setelah mempelajari dengan sungguh-sungguh.
Oleh karenanya, hari ini adalah langkah pengamatan dan penelitian. Nanti pada bulan Juli kita lanjutkan pada tahap ke 2 dan ke 3. Setelah itu kita akan melihat ke luar negeri. Satu hal yang menarik didalam reformasi Indonesia adalah basis yang dipakai ini apa? Kalau di Orde Lama pada zaman Bung Karno sudah jelas bahwa teori revolusioner adalah hasil pemikiran yang disebut ajaran Bung Karno. Kalau Orde Baru juga jelas, dia berangkat dari pelurusan UUD dalam tanda petik dan kemudian berkembang seperti Orde Baru itu dengan berbagai macam perangkat perundangan politik. Nah, reformasi ini berbasis kemana? Apakah ada induk basisnya yang mengilhami sehingga apakah reformasi ini apakah solusi terhadap kebuntuan orde baru? Apakah rekonstruksi terhadap apa yang belum beres pada masa orde baru atau cuma reaksi dari orde baru?
Ini nanti semua akan kelihatan dan kita pelajari sungguh-sungguh, mudah-mudahan dikemudian hari akan menjadi buku yang bermanfaat. Kita tidak bisa bermain-main dengan sebuah UUD. Saya termasuk orang yang menganggap UUD itu tidak sakral, tetapi lebih tidak sakral lagi amandemennya. Artinya, ia masih memungkinkan adanya sintesa dari these dan antithese.
Kita juga ingin mendengar dari Pak Ryas Rasyid (salah satu pembicara) tentang aturan perundangan dari UUD. Ini lebih mewarnai perjalanan negara daripada UUD yang bersifat normatif. Pada waktu Bung Karno, UUD 1945, jadinya revolusioner. Ketika zaman Pak Harto, UUD 1945, jadinya imperialistik, seperti yang kita rasakan, sentralisasi politik, sentralisasi ekonomi, bahkan sentralisasi fikiran. Nah apakah UUD dengan sendirinya yang membedakan ataukah paket-paket aturan undang-undang sebagai aturan pelaksanaan yang mengubah realitas UUD ini ketika dilakukan aplikasi di lapangan.
Saya masih ingat pada waktu Orde Baru ada 5 paket UU Partai Politik, ada juga UU Pemerintahan Daerah yang mana Golkar tidak mau disebut partai padahal ngalah-ngalahi partainya. Ada TNI yang suprastruktur yang kemudian bersama birokrasi membuat partai sebagai alat justifikasi sementara PDI dan PPP sebagai tukang amin saja dari ini semua.
Apakah produk perundangan ini yang lebih mempengaruhi dalam konteks ke-Indonesiaan ataukah UUD. Nah sekarang, UUD karena basis daripada reformasi ini belum dipertegas darimana, kita mendengar ada ekstradisi yang dipolemikkan mengganggu kedaulatan, kita mendengar UU Penanaman Modal Asing yang hampir seluruh diri
Kemudian, sistem kepolitikan yang lebih rinci daripada UUD, seperti masalah politik yang multi partai seperti sekarang, ini apakah memungkinkan adanya efektifitas kerja dan produktifitasnya rakyat
Saya kira ini saja yang bisa saya sampaikan dan saya kira saya sangat berkepentingan untuk mendengar.
Wallahulmuwaffieq ila aqwamith tharieq
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Terpopuler
1
Fadli Zon Didesak Minta Maaf Karena Sebut Peristiwa Pemerkosaan Massal Mei 1998 Hanya Rumor
2
Mendesak! Orientasi Akhlak Jalan Raya di Pesantren
3
40 Hari Wafat Gus Alam, KH Said Aqil Siroj: Pesantren Harus Tetap Hidup!
4
LD PBNU Ungkap Fungsi Masjid dalam Membina Umat yang Ramah Lingkungan
5
Mendaki Puncak Jabal Nur, Napak Tilas Kanjeng Nabi di Gua Hira
6
Orang-Orang yang Terhormat, Novel Sastrawan NU yang Dianggap Berbahaya Rezim Soeharto
Terkini
Lihat Semua