Ketika Hubbud Dunia Tertancap di Hati Menurut Ibnu Athaillah
NU Online Ā· Jumat, 4 Mei 2018 | 12:30 WIB
Pentingnya ruang ini digambarkan oleh Syekh Ibnu Athaillah. Menurutnya, ruang ini dibersihkan sedapat mungkin dari hubbud dunia yang mengantarkan manusia ke aneka jalan celaka.
Artinya, āKedudukan kenikmatan hawa nafsu di hati adalah penyakit kronis.ā
Hati adalah ruang kosong yang bisa diisi apa saja. Tetapi orang beriman sebaiknya mewarnai hati dengan keimanan, makrifat, dan keyakinan. Hal ini disampaikan oleh Syekh Ibnu Abbad dalam Ghayatul Mawahibil Aliyah fi Syarhil Hikam Al-Athaiyyah yang kami kutip berikut ini:
Artinya, āHati adalah tempat keimanan, makrifat, dan keyakinan,ā (Lihat Syekh Ibnu Abbad, Ghayatul Mawahibil Aliyah fi Syarhil Hikam Al-Athaiyyah, [Semarang, Thaha Putra: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 35).
Hanya saja ketika hati telah mengalami penyakit kronis berupa hubbud dunia, maka keimanan, makrifat, dan keyakinan tidak mendapat tempat di dalamnya. Bahkan semua itu tidak bisa memulihkan hati yang menderita sakit hubbud dunia itu sebagai keterangan Syekh Syarqawi berikut ini:
Artinya, ā(Kedudukan kenikmatan hawa nafsu) hawa adalah kecenderungan nafsu. Kecenderungan yang dimaksud adalah sesuatu yang diinginkan. Itu tidak lain adalah syahwat. Dengan kata lain, kedudukan hubbud dunia yang menggiurkan (di hati adalah penyakit kronis) yang mana segala upaya, sebab, dan aneka āobatā baik itu iman maupun makrifat, tidak bermanfaat. Pasalnya, ketika penyakit tertancap kuat di hati, maka tiada lagi tempat bagi obat di dalamnya dan karenanya penyakit menjadi kronis dan sulit sembuh. Dalam kondisi seperti ini, apapun tidak akan bermanfaat kecuali pertolongan ilahi (apapun bentuknya),ā (Lihat Syekh Syarqawi, Syarhul Hikam, [Semarang, Thaha Putra: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 35).
Orang yang batinnya mengalami sakit kronis akan tenggelam dalam hubbud dunia. Ia tidak pernah puas dengan apapun di dunia ini. Bahayanya, orang yang tengah mabuk dunia ini akan mengejar bayang-bayang dunia dengan jalan kehinaan dan jalan yang merusak sekalipun. Satu orang yang mengalami sakitĀ kronis ini berdampak pada dunia yang luas.
Nasihat apapun tidak akan menyadarkannya. Hanya kondisi khas yang mencekam dan menakutkan orang ini dapat mengembalikannya ke jalan Allah. Hal lain yang memaksanya pulang ke jalan Allah adalah suasana tertentu yang membuatnya rindu kepada-Nya. Wallahu aālam. (Alhafiz K)
Terpopuler
1
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
2
Khutbah Idul Adha: Menanamkan Nilai Takwa dalam Ibadah Kurban
3
Bolehkah Tinggalkan Shalat Jumat karena Jadi Panitia Kurban? Ini Penjelasan Ulama
4
Khutbah Idul Adha: Implementasi Nilai-Nilai Ihsan dalam Momentum Lebaran Haji
5
Khutbah Idul Adha Bahasa Jawa 1446 H: Makna Haji lan Kurban minangka Bukti Taat marang Gusti Allah
6
Khutbah Idul Adha: Menyembelih Hawa Nafsu, Meraih Ketakwaan
Terkini
Lihat Semua