Tafsir

Makna An-Nas atau Manusia dalam Al-Qur'an

Rab, 11 September 2019 | 08:00 WIB

Para pakar antropologi yang menganut filsafat materialisme memandang bahwa hakikat manusia adalah semata makhluk materi. Ia merupakan jasad yang tersusun oleh bahan-bahan material dari dunia anorganik. Para pakar biologi yang lahir dari dunia filsafat materialisme ini juga berpendapat bahwa manusia adalah badan yang hidup.

Pandangan yang berbeda dari kedua pakar itu disampaikan oleh kalangan pakar antropologi yang dibesarkan oleh filsafat idealisme. Mereka beranggapan bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki kehidupan spiritual-intelektual yang intrinsik dan tidak tergantung pada materi.

Berbagai pandangan ini nampaknya hanya berkutat pada satu sisi rumpun ilmu yang ditekuninya sehingga gambaran yang disampaikannya belumlah menggambarkan sosok manusia secara holistik dan integral.

Dalam tulisan ini, kita ingin mengungkap bagaimana Kitab Suci Al-Qur’an memberikan penjelasan tentang bagaimanakah gambaran tentang manusia itu. Kendati kajian ini bersifat sederhana, semoga bermanfaat dalam membuka tabir bagi pengetahuan kita semua.

Perlu diketahui bahwa di dalam Kitab Suci Al-Qurân, “manusia” disebut dalam beragam sebutan, antara lain sebagai ناس, إنس, أناس, إنسان, بشر, عبد, بني آدم, dan ذرية آدم. Bagaimana pun, setiap sebutan pasti menyimpan makna kekhususan dan terdapat maziyyah di dalamnya, mengingat Al-Qurân merupakan kitab suci yang diturunkan sebagai mu’jizat kepada Baginda Nabi Muhammad shallalaahu ‘alaihi wasallam dan memiliki nilai kesusastraan yang tinggi dari sisi balaghah, manthiqy dan lughawynya.

Karena ketinggian tingkat bahasa yang digunakan itu, maka setiap aspek pilihan lafadh yang dipergunakan oleh Al-Qurân sudah barang tentu memiliki fungsi tertentu pula. Kadang konteks bahasa Al-Qurân merujuk pada makna melemahkan (i’jaz) terhadap argumen dan keyakinan kaum kâfir, munâfiq dan fâsiq, namun kadang pula menjadi kabar penggembira bagi kaum yang beriman dan taat kepada Nabi.

Pilihan kalimat Al-Qur’an dalam menyebut manusia dengan beragam istilah di atas, sudah barang tentu juga memiliki maksud dan tujuan tertentu pula dari Allah Dzat Yang Maha Pencipta. Setidaknya gambaran itu bisa diketahui dari beberapa penyandaran latar belakang suatu istilah disebutkan. Kita coba untuk menguraikannya secara global dalam tulisan singkat ini khususnya terhadap makna an-nâs.

Perlu diketahui bahwa, ada hampir 169 ayat dalam Al-Qur’an yang menyebut manusia dengan menggunakan diksi an-nâs (الناس). Dari keseluruhan diksi itu, secara umum penggunaan diksi an-nâs memiliki menunjuk pada beberapa fungsi. Berikut kami sajikan garis besar dari fungsi tersebut.

Pertama, Perintah Menjalin Relasi Sosial  
Contoh ayat yang menggunakan diksi an-nâs ini adalah:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Artinya, “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sungguh Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (Surat An-Nisâ ayat 1).

Di dalam ayat ini, setelah lafadh an-nâs dipergunakan di depan yang disertai huruf nida’, pada bagian tengah ayat ditunjukkan tuntunan bermuamalah dengan sesama. Bermuamalah ini merupakan ciri dari relasi sosial.

Kedua, Perintah Ibadah 
Contoh dari penggunaan diksi adalah pada:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya, “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu agar kamu bertakwa” (Surat Al-Baqarah ayat 21).

Dapat dilihat pada ayat, bahwa lafal an-nâs disebut dengan iringan perintah menyembah. Menyembah merupakan realitas dari ibadah.

Ketiga, Perintah Tunduk dan Patuh kepada Allah SWT serta Menauhidkan-Nya.
Contoh dari penggunaan diksi ini adalah sebagai berikut:

قل أعوذ برب الناس ملك الناس إله الناس

Artinya, “Katakanlah (Muhammad)! Aku berlindung kepada Tuhan manusia, Dzat yang memiliki Manusia, Tuhan Manusia,” (Surat An-Nâs ayat 1-2)

Keempat, Tahdid (menakut-nakuti) 
Ayat yang diawali dengan huruf nida’ dan an-nâs umumnya adalah ayat-ayat yang masuk kelompok Makkiyah. Contoh dari penerapan fungsi ini adalah penggunaan diksi an-nâs di dalam Surat At-Tahrîm ayat 6.

یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا قُوۡۤا اَنۡفُسَکُمۡ وَ اَہۡلِیۡکُمۡ نَارًا وَّ قُوۡدُہَا النَّاسُ وَ الۡحِجَارَۃُ عَلَیۡہَا مَلٰٓئِکَۃٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا یَعۡصُوۡنَ اللّٰہَ مَاۤ اَمَرَہُمۡ وَ یَفۡعَلُوۡنَ مَايؤمرون

Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Surat At-Tahrîm ayat 6).

Walhasil penyebutan diksi an-nâs di dalam Al-Qur’an seolah menunjuk pada empat fungsi. Fungsi-fungsi ini penulis rangkum dari mencermati konteks ayat berbicara. Adapun bagaimana jabaran dari masing-masing fungsi tersebut kiranya perlu merujuk pada kitab tafsir yang lebih luas. Wallahu a’lam bis shawab.
 
 
Ustadz Muhammad Syamsudin, Wakil Sekretaris Bidang Maudlu’iyah Lembaga Bahstul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jawa Timur.