Syariah

Supremasi Hukum dalam Pandangan Islam

NU Online  ·  Ahad, 1 September 2024 | 15:30 WIB

Supremasi Hukum dalam Pandangan Islam

Supremasi hukum dalam Pandangan Islam (NU Online).

Indonesia memiliki kualitas indeks demokrasi yang terus menurun beberapa tahun terakhir. Sistem demokrasi yang berpusat pada kedaulatan rakyat disinyalir semakin memburuk. Banyak faktor yang mempengaruhi landainya demokrasi di negeri ini. Salah satunya miss positioning terhadap hukum yang tidak lagi dijadikan sebagai panglima tertinggi.
 

Akhir-akhir ini, banyak sekali dinamika politik yang terus menerus terjadi. Lazimnya tahun dan pasca politik, ada saja problematika yang terjadi di jajaran pemerintahan. Tentu semua kegaduhan yang terus terjadi diindikasikan oleh kepentingan-kepentingan kekuasaan.
 

Hasrat memiliki kekuasaan absolut menjadikan para pemangku jabatan mencederai konstitusi. Fakta atas apa yang terjadi saat ini, hukum diubah sedemikian rupa untuk kepentingan tertentu. Kekuatan hukum menjadi lemah. Dampak atas perbuatan tersebut, hukum menjadi memihak pada satu dua kelompok, dan abai terhadap kelompok yang lain. Singkatnya, supremasi hukum hampir tidak ada di negeri ini.
 

Konsekuensi dari absennya penegakkan hukum sebagai acuan tertinggi negara adalah hilangnya keadilan. Dalam surat Al-Maidah ayat 8 tertuang tuntutan menjadi pribadi yang adil bagi seluruh lapisan masyarakat. Mulai dari para pemimpin, guru, pedagang, masyarakat sipil, aparat, dan lain-lain. Ayat tersebut berbunyi:
 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْاۗ اِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
 

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Maidah: 8).
 

Implementasi ayat dalam konsep hukum kenegaraan adalah menegakkan keadilan seproposional mungkin. Para pemimpin harus memiliki moral berdasar pada kebijakan secara merata. Tidak benar, tatkala seorang pemimpin lahir dari suatu komunitas tertentu, kemudian saat menjadi pemimpin yang memiliki wewenang penuh lalu hanya mengejawantahkan keadilan dan kesejahteraan pada kelompoknya, tidak pada kelompok secara keseluruhan.
 

Imam Ibnu Katsir (wafat 774) menafsiri petikan ayat Al-Maidah ayat 8. Menurutnya, bukan berarti ketika orang tidak senang terhadap suatu komunitas, masyarakat, golongan, lalu ia menjadi tidak adil. Tetaplah berlaku adil bagi setiap orang, baik itu orang-orang terdekat (koalisi) maupun pihak yang bertentangan (oposisi). (Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, [Riyadh, Dar Thayyibah: 1998], juz III, halaman 62).
 

Nabi Muhammad saw sebagai hakim dan pemimpin tertinggi, menunjukkan teladan yang baik dalam menerapkan supremasi hukum. Penegakan hukum secara objektif menjadi pedoman dalam Islam agar dalam kondisi apapun hukum tetap ditegakkan seadil-adilnya.
 

Imam Al-Bukhari (wafat 256) merekam hadits dalam kitab Shahihnya mengenai betapa Rasulullah saw menegakkan hukum seadil-adilnya kendatipun pada putrinya sendiri.  
 

عن عائشة: أن أسامة كلم النبي ﷺ في امرأة، فقال: إنما هلك من كان قبلكم، أنهم كانوا يقيمون الحد على الوضيع ويتركون على الشريف، وا نفسي بيده، لو فاطمة فعلت ذلك لقطعت يدها
 

Artinya, “Dari Aisyah, sungguh Usamah berbicara kepada Nabi saw tentang seorang wanita. Lalu beliau bersabda: "Bahwasanya yang menyebabkan kehancuran umat sebelum kalian ialah mereka menegakkan hukuman had terhadap kaum lemah dan meninggalkan hukuman had terhadap kaum bangsawan. Saya bersumpah demi Allah, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya akan Aku potong tangannya.” (HR Al-Bukhari).
 

Teladan Rasulullah saw dalam menegakkan hukum menyiratkan perilaku adil yang merata. Naasnya, supremasi hukum tidak terlaksana secara utuh di Indonesia. Kita bisa melihat begitu banyak kasus pidana yang proses hukumnya tajam kepada orang-orang lemah dan tumpul kepada orang yang memiliki kekuasaan. 
 

Aspek fundamental dalam negara seperti ekonomi, pendidikan, sendiri terkena dampaknya. Supremasi hukum yang menjadi panglima tertinggi sejatinya dapat mengontrol laju negara yang efektif. Namun lantaran kepentingan-kepentingan sepihak, supremasi hukum seringkali dijegal.
 

Mengatasi mafsadat berkelanjutan, Islam mewajibkan pemimpin untuk tunduk pada hukum. Yaitu melalui teladan Rasulullah saw sebagai gambaran pemimpin ideal dapat dicontoh.
 

Islam memerintahkan untuk mewujudkan supremasi hukum demi menegakkan keadilan. Bahkan, bagi para pemimpin yang tidak mengindahkan kepatuhan mutlak terhadap hukum, dikategorikan termasuk dari kelompok yang tidak mengikuti ajaran Nabi Muhammad saw:
 

لا يحل للأئمة ترك الحدود على الشريف لوضيع وأن من ترك ذلك من الأئمة فقد خالف سنة رسول الله ﷺ ورغب عن اتباع سبيله
 

Artinya, “Tidak halal bagi para pemimpin meninggalkan hukuman had kemudian memihak kepada pihak yang lebih tinggi daripada pihak yang rendah. Para pemimpin yang meninggalkannya, maka telah bertentangan dengan sunah Rasulullah Saw dan menolak untuk mengikuti jejaknya!” (Badruddin Al-Aini, 'Umdatul Qari, [Kuwait, Darul Kutub Ilmiah: 2001], juz XXIII, halaman 426). Wallahu a'lam.


 

Ustadz Shofi Mustajibullah, Alumni Az-Zahirul Falah Ploso, Mahasantri Pesantren Kampus Ainul Yaqin UNISMA