Syariah

Puasa Nazar: Niat, Ketentuan, dan Konsekuensi jika Melanggarnya

Sel, 27 Juli 2021 | 13:30 WIB

Puasa Nazar: Niat, Ketentuan, dan Konsekuensi jika Melanggarnya

Puasa nazar mengubah puasa yang semula sunnah menjadi puasa wajib.

Nazar menurut bahasa berarti sumpah secara umum, baik untuk kebaikan maupun keburukan. Sedangkan menurut istilah adalah bersumpah untuk kebaikan. Menurut istilah para ulama fiqih, nazar adalah kesanggupan untuk melaksanakan ibadah yang bukan wajib, baik secara mutlak ataupun dikaitkan dengan sesuatu (Mushthafa Sa’id al-Khan, Al-Fiqhu al-Manhajî, juz 3, h. 21).

 

Dalil Nazar

Dalam Al-Qur’an dan hadits, disinggung mengenai nazar. Hal ini menunjukkan perihal disyariatkannya nazar, dan wajib bagi orang yang bernazar untuk melaksanakan apa yang dinazarinya.

 

يُوفُونَ بِٱلنَّذۡرِ وَيَخَافُونَ يَوۡمٗا كَانَ شَرُّهُۥ مُسۡتَطِيرٗا 

 

Artinya: “Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana” (QS. Ad-Dahr [76]: 7).

 

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ

 

Artinya: “Siapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut. Barangsiapa yang bernazar untuk bermaksiat pada Allah, maka janganlah bermaksiat kepada-Nya. ” (HR al-Bukhari).

 

 

Ketentuan Puasa Nazar

Selain puasa Ramadhan, puasa lain yang juga berhukum wajib adalah puasa nazar. Artinya, jika seseorang berjanji untuk berpuasa, maka ia wajib melakukan puasa tersebut. Jika ternyata janjinya dilanggar maka harus membayar kafarat sebagaimana kafarat sumpah (kaffâratul yamîn).

 

Puasa yang bisa dinazari hanya puasa sunnah, seperti puasa Senin-Kamis, puasa Dawud, puasa Ayyâmul Bîdh (setiap tanggal 13, 14, dan 15 bulan Hijriah), dan puasa sunnah lainnya. Karena dilatarbelakangi nazar, puasa sunnah itu berubah status hukum menjadi puasa wajib. Bila tidak dilaksanakan maka pelaku nazar tersebut harus membayar kafarat.

 

Misalnya, orang yang sedang menjalani ujian sekolah bernazar, “Saya bernazar, jika lulus ujian nanti akan melakukan puasa Dawud selama satu bulan.” Jika di kemudian hari lulus ujian, ia wajib memenuhi janjinya. Sebab, puasa Dawud yang tadinya sunnah menjadi wajib.
 

Selain puasa sunnah yang bisa dinazari, puasa makruh juga bisa. Seperti bernazar untuk melakukan puasa sepanjang tahun (shaum ad-hahr). Misalkan, “Saya bernazar, jika lulus ujian akan melakukan puasa sepanjang tahun.” Puasa sepanjang tahun pada dasarnya makruh. Hanya saja karena dinazari, maka menjadi wajib dan sah nazarnya (Al-Ghazi, Fathul Qarîb [edisi Hâsyiyah al-Bâijûrî], h. 608).

 

Namun, penting dicatat, menurut Syekh Ibrahim al-Bajuri (w. 1860 M), nazar puasa sepanjang tahun dianggap sah jika orang yang bernazar benar-benar mampu melaksanakannya. Artinya, tidak terjadi hal-hal yang berbahaya bagi dirinya. Sehingga, apabila puasa sepanjang tahun itu membahayakan diri, nazarnya tidak sah (Al-Bajuri, Hâsyiyah al-Bâijûrî, 609).

 

Jika ada orang bernazar puasa, tetapi tidak menyebutkan puasa apa yang dituju. Maka ia terkena kewajiban puasa satu hari saja. Misalnya, “Saya bernazar, jika lulus ujian akan melakukan puasa.” Tanpa menyebutkan apakah puasa Senin-Kamis, Dawud, Ayyâmul Bîdh, atau puasa sunnah lainnya.

 

Apabila ada orang bernazar untuk berpuasa selama beberapa hari, tetapi tidak menyebutkan jumlah bilangan harinya, maka ia wajib melakukan puasa selama tiga hari. Misalnya, “Saya bernazar, jika lulus ujian akan melakukan puasa beberapa hari.” (An-Nawawi, Mughnî al-Muhtâj, juz 4, h. 492).

 

Waktu Puasa Nazar

Ketentuan waktu puasa nazar disesuaikan dengan waktu puasa terkait. Jika bernazar puasa Senin-Kamis, maka puasa dilakukan pada hari Senin dan Kamis. Jika benazar puasa sunnah Tarwiyah, maka puasa dilakukan pada tanggal 8 Dzuhijjah. Begitupun seterusnya.

 

Terkait durasi waktu, sebagaimana puasa pada umumnya, yaitu dari mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Selama durasi tersebut ia mesti mencegah dari hal-hal yang membatalkan puasa sebagaimana puasa-puasa lain.

 

Niat Puasa Nazar

Perlu digarisbawahi, meskipun puasa nazar pada mulanya puasa sunnah, tetapi statusnya menjadi wajib karena dinazari. Sehingga menurut mayoritas ulama, ketentuan niatnya juga sebagaimana puasa wajib, yaitu harus dilakukan pada malam hari dari mulai terbenamnya matahari sampai terbit fajar. (lihat Sayyid Husain al-‘Affâni, Nida’urrayyân fi Fiqhi ash-Shaum, juz 2, h. 70).

 

Niat puasa nazar wajib terbesit dalam hati sebagai salah satu rukun puasa yang harus dipenuhi. Bila hendak dilafalkan, berikut bunyinya:

 

نَوَيْتُ صَوْمَ النَّذَرِ لِلّٰهِ تَعَالىَ

 

Nawaitu shaumannadzri lillâhi ta’âlâ

 

Artinya: “Saya berniat puasa nazar karena Allah ta’âlâ.”

 

 

Konsekuensi jika Tidak Mampu Melaksanakan Nazar

Orang yang sudah bernazar untuk melakukan puasa sunnah, maka wajib baginya untuk melaksanakannya. Tetapi, jika ia tidak mampu untuk memenuhinya, maka wajib untuk membayar kafarat sebagaimana kafarat sumpah, seperti dijelaskan dalam ayat Al-Qur’an berikut:

 

لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللّٰهُ بِاللَّغْوِ فِيْٓ اَيْمَانِكُمْ وَلٰكِنْ يُّؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُّمُ الْاَيْمَانَۚ فَكَفَّارَتُهٗٓ اِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسٰكِيْنَ مِنْ اَوْسَطِ مَا تُطْعِمُوْنَ اَهْلِيْكُمْ اَوْ كِسْوَتُهُمْ اَوْ تَحْرِيْرُ رَقَبَةٍۗ فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ ۗذٰلِكَ كَفَّارَةُ اَيْمَانِكُمْ اِذَا حَلَفْتُمْۗ وَاحْفَظُوْٓا اَيْمَانَكُمْ ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

 

Artinya: “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja. Maka, kafaratnya (denda akibat melanggar sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin dari makanan yang (biasa) kamu berikan kepada keluargamu, memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan seorang hamba sahaya. Siapa yang tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasa tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah (dan kamu melanggarnya). Jagalah sumpah-sumpahmu! Demikianlah Allah menjelaskan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).” (QS. Al-Ma’idah [5]: 89)

 

Berdasarkan ayat di atas, maka orang yang melanggar nazar diberi tiga alternatif ketika tidak mampu melakukan nazar yang telah diucapkan:

 

  1. Memerdekakan satu budak perempuan yang beriman. Berhubung zaman sekarang tidak ada lagi budak, otomatis poin ini tidak mungkin dilakukan.
  2. Memberi makan kepada sepuluh orang miskin. Dengan jatah masing-masing sebesar satu mud atau  ¾ liter.
  3. Memberi pakaian kepada sepuluh orang miskin. Masing-masing orang miskin diberi satu pakaian. Bisa berupa baju, celana, atau jilbab jika perempuan.

 

Jika salah satu dari tiga alternatif tersebut tidak bisa dilakukan, maka kafaratnya adalah berpuasa selama tiga hari berturut-turut dengan niat menggugurkan sumpah (nazar).

 

 

Wallahu a’lam.

 

Ustadz Muhamad Abror, pengasuh Madrasah Baca Kitab, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon, Mahasantri Ma’had Aly Sa’idusshiddiqiyah