Mayoran: Ajaran Rasulullah Satu Nampan Banyak Tangan
NU Online · Jumat, 3 Maret 2017 | 00:30 WIB
Pada dasarnya mayoran merupakan ekspresi rasa syukur kepada Allah atas nikmatnya yang tidak pernah putus. Mayoran oleh para santri adalah momen spesial yang sengaja diadakan untuk merayakan sebuah keberhasilan. Seperti ketika khatam dari satu pengajian kitab tertentu, atau hatam Al-Qur'an, atau lulus ujian kitab, atau sekedar bersyukur atas nikmat sehat dan berkumpul bersama sahabat dan teman-teman. Tentang menu masakan sangatlah fariatif, tergantung kesepakatan bersama. Tidak harus mewah, tetapi tidak boleh meninggalkan sambel yang pedas dan harus disajikan dalam keadaan panas.
Konsep makan bersama dalam satu piring besar ini tidak hanya ada di pesantren saja, tetapi juga hidup dilingkungan masyarakat Arab. Bahkan di beberapa restoran Arab menyediakan model hidangan nampanan seperti ini. Tentunya dengan menu yang juga khas arab dengan nasi kebuli kambing atau nasi mandhi, nasi kabsah dan lain sebagainya.
Tradisi makan bersama dengan banyak tangan dalam satu piring besar ini sesungguhnya merupakan ajaran Rasulullah. Dalam sebuah hadits yang datang dari sahabat Wahsyi bin Harb dan diriwayatkan oleh Abu Dawud disebutkan:
Bahwasannya para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "(Mengapa) kita makan tetapi tidak kenyang?" Rasulullah balik bertanya, "Apakah kalian makan sendiri-sendiri?" Mereka menjawab, "Ya (kami makan sendiri-sendiri)". Rasulullah pun menjawab, "Makanlah kalian bersama-sama dan bacalah basmalah, maka Allah akan memberikan berkah kepada kalian semua." (HR. Abu Dawud)
Demikianlah anjuran Rasulullah dipegang teguh oleh para sahabat dan keluarganya. Hingga kini para habaib dan kiai di pesantren yang tidak mau makan sehingga datang satu teman untuk makan bersama. Karena makan sendirian bagi mereka adalah sebuah aib yang harus dihindarkan sebagaimana Rasulullah tidak pernah melakukannya.
Sahabat Anas radliyallahu 'anh berkata bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah makan sendirian. Rasulullah juga pernah bersabda bahwa sebaik-baik makanan adalah yang dimakan banyak tangan.
Artinya keberkahan sebuah makanan juga berhubungan dengan seberapa banyak orang yang ikut menikmatinya, semakin banyak tangan semakin berkah. Inilah kemudian yang oleh para santri dijadikan sebagai pedoman selalu makan dengan konsep mayoran.
Satu nampan banyak tangan merupakan pelajaran yang berharga. Pelajaran membangun karakter kebersamaan dan egaliterian dalam pesantren. Satu nasib satu sepenanggungan satu rasa satu masakan. Tidak ada beda pembagian antara mereka yang memberi banyak atau sedikit, antara pemiliki beras atau pemilik nampan, antara yang masak nasi dan yang menunggu tungku. Semua makan bersama-sama dalam waktu dan ruang yang sama. Hal ini juga menjadi latihan praktis untuk menghindarkan para santri dari sifat kikir dan bakhil.
Inilah yang di kemudian hari menjadi salah satu bahan pengawet kerukunan antar mereka. Perbedaan prinsip, pendapat dan pendapatan tidak akan mempu menggoyahkan rasa kekeluargaan antara mereka. Karena makan satu nampan dengan banyak tangan terlalu kokoh untuk sekedar menghadapi perbedaan prinsip dan pilihan.
Untuk mengenang kembali masa-masa di pesantren, dan untuk memperoleh banyak berkah tradisi makan bersama dalam satu nampan masih dipertahankan. Di beberapa daerah mayoran selalu dilaksanakan ketika memperingati hari-hari besar Islam, terutama setelah acara membaca maulid atau setelah shalat id. (Ulil Hadrawi)
Terpopuler
1
Idul Adha Berpotensi Tak Sama, Ketinggian Hilal Dzulhijjah 1446 H di Indonesia dan Arab Berbeda
2
Pemerintah Tetapkan Idul Adha 1446 H Jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025 M
3
Hilal Terlihat, PBNU Ikhbarkan Idul Adha 1446 H Jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025
4
Gus Baha Ungkap Baca Lafadz Allah saat Takbiratul Ihram yang Bisa Jadikan Shalat Tak Sah
5
Pengrajin Asal Cianjur Sulap Tenda Mina Jadi Pondok Teduh dan Hijau
6
Niat Puasa Dzulhijjah, Raih Keutamaannya
Terkini
Lihat Semua