Namun kemudian kalimat tahlil menjadi sebuah istilah dari rangkaian bacaan beberapa dzikir, ayat Al-Qur'an, do'a dan menghidangkan makanan shadaqah tertentu yang dilakukan untuk mendo'akan orang yang sudah meninggal. Ketika diucapkan kata-kata tahlil pengertiannya berubah seperti istilah masyarakat itu.<>
Tahlil pada mulanya ditradisikan oleh Wali Songo (sembilan pejuang Islam di tanah Jawa). Seperti yang telah kita ketahui, di antara yang paling berjasa menyebarkan ajaran Islam di Indonesia adalah Wali Songo. Keberhasilan dakwah Wali Songo ini tidak lepas dari cara dakwahnya yang mengedepankan metode kultural atau budaya.
Wali Songo mengajarkan nilai-nilai Islam secara luwes dan tidak secara frontal menentang tradisi Hindu yang telah mengakar kuat di masyarakat, namun membiarkan tradisi itu berjalan, hanya saja isinya diganti dengan nilai Islam.
Dalam tradisi lama, bila ada orang meninggal, maka sanak famili dan tetangga berkumpul di rumah duka. Mereka bukannya mendoakan mayit tetapi begadang dengan bermain judi atau mabuk-mabukan. Wali Songo tidak serta merta membubarkan tradisi tersebut, tetapi masyarakat dibiarkan tetap berkumpul namun acaranya diganti dengan mendoakan pada mayit. Jadi istilah tahlil seperti pengertian di atas tidak dikenal sebelum Wali Songo.
KH Sahal Mahfud, ulama asal Kajen, Pati, Jawa Tengah, yang kini menjabat Rais Aam PBNU, berpendapat bahwa acara tahlilan yang sudah mentradisi hendaknya terus dilestarikan sebagai salah satu budaya yang bernilai islami dalam rangka melaksanakan ibadah sosial sekaligus meningkatkan dzikir kepada Allah.
Persoalannya adalah, apakah doa orang yang bertahlil akan sampai kepada mayit dan diterima oleh Allah? Jika diperhatikan dalam hadits bahwa Nabi SAW pernah mengajarkan doa-doa yang perlu dibaca untuk mayit:
“Diriwayatkan dari ‘Auf bin Malik, ia berkata; Nabi SAW telah menunaikan shalat jenazah, aku mendengar Nabi SAW berdoa; Ya Allah!! ampunilah dia, rahmatilah dia, maafkan dia.”
Di dalam hadis, Nabi SAW pernah menyatakan;
“orang yang menyebut “la ilaha illa Allah” akan dikeluarkan dari neraka."
Hadis ini menyatakan tentang keselamatan mereka menyebut kalimah syahadah dengan diselamatkan dari api neraka. Jaminan ini menandakan bahwa, menyebut kalimah syahadat merupakan amalan soleh yang diakui dan diterima Allah SWT.
Maka dengan demikian, apabila seseorang yang mengadakan tahlil, mereka berzikir dengan mengalunkan kalimah syahadah terlebih dahulu, kemudian mereka berdoa, maka amalan itu tidak bertentangan dengan syari’at, sebab bertahlil itu sebagai cara istighatsah kepada Allah agar doanya diterima untuk mayit.
Dari hadis tersebut juga dapat diambil kesimpulan hukum bahwa, doa kepada mayit adalah ketetapan dari hadits Nabis SAW maka dengan demikian, anggapan yang mengatakan doa kepada mayit tidak sampai, merupakan pemahaman yang hanya melihat kepada zhahir nash, tanpa dilihat dari sudut batin nash. Argumentasi mereka adalah firman Allah SWT:
“Dan tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah dia kerjakan”. (QS An-Najm 53: 39)
Juga hadits Nabi Muhammad SAW:
“Jika anak Adam meningga, maka putuslah segala amal perbuatannya kecuali tiga perkara; shadaqah jariyah, ilmu yang dimanfa’atkan, dan anak shaleh yang mendo’akannya.”
Terpopuler
1
Soal Tambang Nikel di Raja Ampat, Ketua PBNU: Eksploitasi SDA Hanya Memperkaya Segelintir Orang
2
Meski Indonesia Tak Bisa Lolos Langsung, Peluang Piala Dunia Belum Pernah Sedekat Ini
3
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
4
Pentingnya Kematangan Pola Pikir dan Literasi Finansial dalam Perencanaan Keuangan
5
PBNU Rencanakan Indonesia Jadi Pusat Syariah Dunia
6
Sejarawan Kritik Penulisan Sejarah Resmi: Abaikan Pluralitas, Lahirkan Otoritarianisme
Terkini
Lihat Semua