Syariah

Definisi dan Rukun Ijarah, Sewa-Menyewa dalam Islam

NU Online  Ā·  Sabtu, 30 Desember 2017 | 08:00 WIB

Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama yang lain. Ketika salah satu membutuhkan dan tidak memiliki apa yang ia butuhkan, maka yang lain bisa membantu untuk memenuhinya. Inilah di antara hikmah ijarah (persewaan) yang disyariatkan di dalam islam. Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf berkata:

Ų§Ł„Ų­ŁƒŁ…Ų© منها أنها Ł„ŁŠŲ³ Ł„ŁƒŁ„ Ų£Ų­ŲÆ Ł…Ų±ŁƒŁˆŲØ ŁˆŲ³ŁƒŁ† ŁˆŲ®Ų§ŲÆŁ… وغير Ų°Ł„Łƒ ŁˆŁ‚ŲÆ يحتاج لها ŁˆŁ„Ų§ يستطيع أن ŁŠŲ“ŲŖŲ±ŁŠŁ‡Ų§ فجوزت ال؄جارة Ł„Ų°Ł„Łƒ

ā€œDi antara hikmah dari ijarah adalah, sesungguhnya tidak setiap orang memiliki kendaraan, tempat tinggal, pelayan dan selainnya, sedangkan ia membutuhkan semua itu namun tidak mampu membelinya, maka ijarah (sewa menyewa) diperbolehkan karena hal itu.ā€ (Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf, Taqrirat as-Sadidah, Yaman, Dar al-Mirats an-Nabawi, cetakan pertama, 2013, halaman 138)

Akad ijarah dilegalkan di dalam syariat berdasarkan nash Al-Qur’an, Hadits dan Ijma’ sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh Zakariya al-Anshari (Lihat:Ā Asna al-Mathalib, Beirut, Dar al-Fikr, cetakan kelima, 2003, jilid 5 halaman 73).Ā 

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

ŁŁŽŲ„ŁŁ†Ł’ Ų£ŁŽŲ±Ł’Ų¶ŁŽŲ¹Ł’Ł†ŁŽ Ł„ŁŽŁƒŁŁ…Ł’ ŁŁŽŲ¢ŲŖŁŁˆŁ‡ŁŁ†Ł‘ŁŽ Ų£ŁŲ¬ŁŁˆŲ±ŁŽŁ‡ŁŁ†Ł‘ŁŽĀ 

ā€œKemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya.ā€ (QS Ath-Thalaaq: 6)

Ayat ini menunjukan tentang akad ijarah sebab bentuk kalimat ŁŁŽŲ¢ŲŖŁŁˆŁ‡ŁŁ†Ł‘ŁŽ Ų£ŁŲ¬ŁŁˆŲ±ŁŽŁ‡ŁŁ†Ł‘ŁŽ adalah bentuk kalimat perintah dan perintah di dalam ushul fiqh menunjukkan wajib. Upah hanya bisa diwajibkan/ditetapkan oleh akad (transaksi). Sehingga ayat ini secara pasti diarahkan pada menyusui yang disertai dengan akad (ijarah). (Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf, Taqrirat as-Sadidah, Yaman, Dar al-Mirats an-Nabawi, cetakan pertama, 2013, halaman 138)

Di dalam sebuah hadits disampaikan:

Ų£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŲØŁŁŠŁ‘ŁŽ ŲµŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ³ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ…ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł„ŲµŁ‘ŁŲÆŁ‘ŁŁŠŁ‚ŁŽ Ų±ŁŽŲ¶ŁŁŠŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ų¹ŁŽŁ†Ł’Ł‡Ł Ų§Ų³Ł’ŲŖŁŽŲ£Ł’Ų¬ŁŽŲ±ŁŽŲ§ Ų±ŁŽŲ¬ŁŁ„Ł‹Ų§ مِنْ ŲØŁŽŁ†ŁŁŠ Ų§Ł„ŲÆŁ‘ŁŁŠŁ„Ł ŁŠŁŁ‚ŁŽŲ§Ł„Ł Ł„ŁŽŁ‡Ł Ų¹ŁŽŲØŁ’ŲÆŁ Ų§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł ŲØŁ’Ł†Ł Ų§Ł„Ł’Ų£ŁŲ±ŁŽŁŠŁ’Ł‚ŁŲ·ŁĀ 

ā€œSesungguhnya baginda Nabi shallallahu ā€˜alaihi wasallam dan Abu Bakar Shiddiq ra pernah menyewa seorang lelaki dari Bani ad-Diil yang bernama Abdullah ibn al-Uraiqith.ā€ (HR. Bukhari)

Di dalam hadits yang lain juga disebutkan:

Ų£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽŁ‡Ł ŲµŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ³ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ…ŁŽ Ł†ŁŽŁ‡ŁŽŁ‰ Ų¹ŁŽŁ†Ł’ Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŲ²ŁŽŲ§Ų±ŁŽŲ¹ŁŽŲ©Ł ŁˆŁŽŲ£ŁŽŁ…ŁŽŲ±ŁŽ ŲØŁŲ§Ł„Ł’Ł…ŁŲ¤ŁŽŲ§Ų¬ŁŽŲ±ŁŽŲ©Ł ŁˆŁŽŁ‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ Ł„ŁŽŲ§ ŲØŁŽŲ£Ł’Ų³ŁŽ ŲØŁŁ‡ŁŽŲ§

ā€œSesungguhnya baginda Nabi shallallahu ā€˜alaihi wasallam melarang muzara’ah dan memerintahkan muajjarah (akad sewa). Beliau bersabda, ā€˜Tidak apa-apa melakukan muajjarah’.ā€ (HR Muslim)

Definisi Ijarah

Secara bahasa ijarah memiliki arti nama untuk sebuah upah. Sedangkan secara istilah syariat adalahĀ 

عقد على منفعة Ł…Ł‚ŲµŁˆŲÆŲ© Ł…Ų¹Ł„ŁˆŁ…Ų© قابلة للبذل ŁˆŲ§Ł„Ų„ŲØŲ§Ų­Ų© بعوض Ł…Ų¹Ł„ŁˆŁ…

ā€œAkad (transaksi) terhadap kemanfaatan yang maqshudah, maklum, bisa untuk diserahkan dan mubah dengan ā€˜iwadl (upah) yang maklumā€ (Syekh an-Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, Songgopuro - Indonesia, al-Haramain, cetakan pertama, halaman: 257)

Maksud ā€˜manfaat maqshudah’ adalah manfaat menurut pandangan syariat maka tidak boleh menyewa uang untuk hiasan. Maksud ā€˜manfaat yang maklum’ adalah manfaat yang jelas dan dibatasi seperti menyewa orang untuk menjahit baju dengan ukuran dan model tertentu. Maksud ā€˜bisa untuk diserahkan’ adalah mungkin untuk diserahkan, maka tidak boleh menyewakan Al-Qur’an kepada orang kafir, sebab Al-Qur’an tidak bisa diserahkan kepada orang kafir. Maksud ā€˜manfaat yang mubah’ adalah manfaat yang tidak haram, maka tidak boleh menyewa alat-alat musik yang diharamkan. (Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf, Taqrirat as-Sadidah, Yaman, Dar al-Mirats an-Nabawi, cetakan pertama, 2013, halaman 137)

Rukun-rukun Ijarah

Transaksi ijarah hukumnya sah jika memenuhi rukun-rukun yang ada di dalamnya. Adapun rukun ijarah ada lima:

Pertama, shigat (kalimat yang digunakan transaksi) seperti perkataan pihak yang menyewakan ā€œSaya menyewakan mobil ini padamu selama sebulan dengan biaya/upah satu juta rupiah.ā€ Dan pihak penyewa menjawab ā€œSaya terima.ā€

Kedua, ujrah (upah/ongkos/biaya)

Ketiga, manfaat (Kemanfaatan barang atau orang yang disewa)

Keempat, mukri/mu’jir (pihak yang menyewakan)

Kelima, muktari/musta’jir (pihak yang menyewa)

(Lihat: Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf, Taqrirat as-Sadidah, Yaman, Dar al-Mirats an-Nabawi, cetakan pertama, 2013, halaman 138)

Masing-masing dari kelima rukun ini memiliki syarat-syarat tertentu yang harus terpenuhi agar transaksi ijarah yang dilakukan bisa sah dan legal menurut syariat.

Shighat: Sebagaimana transaksi-transaksi yang lain, di dalam ijarah juga disyaratkan shigat dari pihak penyewa dan pihak yang menyewakan dengan bentuk kata-kata yang menunjukan terhadap transaksi ijarah yang dilakukan sebagaimana contoh di atas.

Ujrah/upah/ongkos: Ujrah di dalam akad ijarah harus diketahui, baik dengan langsung dilihat ataupun disebutkan kriterianya secara lengkap semisal ā€˜seratus ribu rupiah.’

Manfaat: harus mutaqawwamah (bernilai secara syariat), maklum, mampu diserahkan, manfaat dirasakan oleh pihak penyewa, manfaat yang diperoleh pihak penyewa bukan berupa barang.

Penyewa dan pihak yang menyewakan: Baligh, berakal, tidak terpaksa.Ā 

(Lihat: Syekh an-Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, Songgopuro - Indonesia, al-Haramain, cetakan pertama, halaman: 257))Ā 

Demikianlah konsep dasar di dalam transaksi ijarah. Insyaallah dalam edisi-edisi berikutnya akan dipaparkan penjelasan lebih lanjut dan permasalahan-permasalahan yang lumrah terjadi di masyarakat yang berkaitan dengan ijarah.

Wallahu a’lam.Ā 

(M Sibromulisi)