Syariah

Bisnis Millionare Club Indonesia (MCI), Apakah Money Game?

Sel, 29 September 2020 | 05:00 WIB

Bisnis Millionare Club Indonesia (MCI), Apakah Money Game?

Kata kunci money game, ada pada: (a) harga produk tinggi, (b) manfaat produk rendah, (c) menawarkan bonus tinggi dari pencarian anggota (ighra’).

Apakah sistem pemasaran MCI (Millionare Club Indonesia) termasuk kelompok Money game? Begitu inti pertanyaan yang masuk melalui surat elektronik redaksi NU Online. Menurut penanya, sejauh ini ada dua pandangan terhadap MCI. Para pemerhati ekonomi menilai MCI memiliki sistem pemasaran produk berbasis money game. Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) berpendangan sebaliknya: MCI bukan money game.

 

Untuk meneliti kebenaran informasi tersebut, peneliti menelusurinya di situs resmi Dewan Syariah Nasional MUI dan menemukan penjelasan soal Senarai Perusahaan Bersertifikat.

 

Berdasarkan keterangan pada tautan terebut, didapati bahwa PT Millionaire Group Indonesia telah dinyatakan lolos sertifikasi sistem bisnis dan poduk halal dari MUI, dengan kelompok industri yang melaksanakan Penjualan Langsung Berjenjang Syariah [PLBS], dengan produk utama berupa Suplemen Kesehatan-Kecantikan dan Alat Kesehatan-Kecantikan. Sertifikat tersebut diterbitkan dengan SK. Alhasil, jelas sudah bahwa MCI-wordl merupakan yang disahkan oleh MUI untuk melaksanakan sistem penjualan dengan skema PLBS atau MLM syariah.

 

Sistem inilah yang mengundang kecurigaan oleh sejumlah ekonom bahwa MCI pada dasarnya adalah money game. Mereka menyayangkan bila MUI kemudian memberinya sertifikat PLBS. Tugas penulis dan sekaligus peneliti dalam hal ini adalah menguji, apakah benar bahwa sistem PLB MCI itu termasuk yang sesuai standar syariah? Untuk menguji hal itu maka ada dua fokus utama yang menjadi perhatian penulis, yaitu (a) harga produk MCI, dan (b) besaran bonus dalam rangka mencari anggota oleh perusahaan MCI.

 

Ketentuan Penjualan Langsung Berjenjang (PLB) Dinyatakan sebagai Sesuai Syariah

Untuk mengetahui parameter yang digunakan oleh MUI dalam menetapkan bahwa suatu sistem penjualan adalah bersistem syariah adalah bilamana tidak terdapat unsur syariat yang dilarang oleh syara’. MUI sudah merumuskan parameter tersebut dalam Fatwa DSN-nya dengan tajuk Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS). Kita bisa menyebutnya sebagai MLM syariah.

 

Berdasarkan keputusan Fatwa DSN-MUI Nomor 75/DSN-MUI/VII/2009 tentang PLBS, terdapat 5 poin penting yang penting yang perlu disampaikan oleh peneliti, guna mendeteksi apakah dalam PLB MCI terdapat indikasi money game atau tidak. Kelima poin tersebut, antara lain sebagai berikut:

 

Pertama, yang dimaksud dengan Penjualan Langsung Berjenjang adalah cara penjualan barang atau jasa melalui jaringan pemasaran yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha kepada sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut-turut.

 

Kedua, komisi adalah imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha atas penjualan, yang besaran maupun bentuknya diperhitungkan berdasarkan prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan volume atau nilai hasil penjualan barang dan/atau produk jasa.

 

Ketiga, bonus adalah tambahan imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha atas penjualan karena berhasil melampaui target penjualan barang dan atau produk jasa yang ditetapkan perusahaan.

 

Keempat, ighra’ adalah daya tarik luar biasa yang menyebabkan orang lalai terhadap kewajibanya demi melakukan hal-hal atatu transaksi dalam rangka memperoleh bonus atau komisi yang dijanjikan.

 

Kelima, money game merupakan kegiatan penghimpunan dana masyarakat atau penggandaan uang dengan praktik memberikan komisi dan bonus dari hasil perekrutan/pendaftaran Mitra Usaha yang baru atau bergabung kemudian, dan bukan dari hasil penjualan produk, atau dari hasil penjuualan produk namun produk yang dijual tersebut hanya sebagai kamuflase atau tidak mempunyai mutu/kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan.

 

Dari kelima poin penting Fatwa DSN MUI itu, hal yang paling mendasar dan peneliti garis bawahi adalah bahwa money game suatu penjualan yang dilakukan dengan strategi Penjualan Langsung Berjenjang [MLM] dapat terjadi dengan ciri harga produk tidak sesuai dengan manfaat yang bisa didapatkan, sehingga skema jual beli hanyalah sebagai sebuah kamuflase untuk menutupi inti sebenarnya dari praktik yang dilarang, yaitu semata fokus pada pencarian anggota.

 

Jadi, kata kunci money game, ada pada: (a) harga produk tinggi, (b) manfaat produk rendah, (c) menawarkan bonus tinggi dari pencarian anggota (ighra’).

 

 

Bonus Pemasaran Produk MCI

 

Untuk mengetahui skema dasar penjualan produk yang dilakukan oleh MCI di lapangan, berdasarkan keterangan dari salah satu situs resmi MCI yang menjual produk bioglass, diketahui bahwa perusahaan MCI sejak awal memang menawarkan sejumlah paket bonus kepada para membernya, dengan beraneka ragam bonus. Hal ini sebagaimana juga tampak dalam visi umum kinerja MCI yaitu membantu member untuk memiliki penghasilan sebanyak 3 kali sehari.

 

Adapun disparitas bonus MCI yang disampaikan ke anggota adalah sebagai berikut:

 

Pertama, bonus sponsor langsung yang diperoleh apabila seorang member berhasil mengajak orang lain menjadi member MCI. Besaran bonus berkisar antara 200.000 sampai dengan 250 ribu per orang per member yang diajak, tergantung pada jenis paket.

 

Kedua, bonus level, yang diperoleh dari perkembangan pencarian anggota. Bonus level ini bisa didapatkan oleh seorang upline setiap kali downlinenya berhasil mendapatkan pasangan kiri dan kanan, sebesar 500 ribu.

 

Ketiga, bonus pasangan, yaitu bonus yang diberikan ketika pada jaringan upline terjadi pertambahan 1 member di kaki kanan dan 1 member di kaki kiri per downline. Besaran bonus berkisar antara 50 ribu per perpasangan downline hingga 30 juta rupiah. 10 pasangan pertama mendapatkan produk MCI. 100 pasang berikutnya dijanjikan dalam bentuk uang cash.

 

Keempat, Bonus Cycle, yaitu bons yang diberikan ketika terjadi pertambahan 2 orang member di kaki kanan dan 2 orang member di kaki kiri. Besaran bonus berkisar antara 50 ribu sampai dengan 750 juta. 5 Bonus Cycle pertama diberikan dalam bentuk produk. 50 Bonus cycle berikutnya disampaikan dalam bentuk uang cash.

 

Kelima, bonus matching, merupakan bonus yang diberikan ketika member yang disponsori secara langsung mendapatkan pasangan. Istilah lainnya, seorang upline mendapatkan income passive akibat perekrutan referral-nya yang berkisar antara 10% (@Rp. 5000) sampai dengan 25% (@Rp. 7500) dari bonus pasangan (@50 ribu).

 

Keenam, bonus Royalti, yaitu bonus yang khusus diberikan kepada member MCI yang sudah memenuhi kualifikaksi tertentu, yang disebutnya sebagai level Emerald dan Diamond. Besaran royalti ada pada kisaran 1% - 2% dari omset MCI.

 

Selanjutnya, jika menilik dari besaran-besaran bonus ini, memang patut diduga bahwa skema bisnis MCI berpotensi terhadap terjadinya ighra’, dengan indikasi lalainya anggota dari melakukan tugas dan kewajibannya dalam melakukan penjualan produk sehingga ia terjebak dalam aktifitas hanya mencari anggota saja.

 

Alhasil, jika indikasi ighra’ ini benar-benar terjadi dan tampak di lapangan, yang ditengarai dengan motif utama member dalam mengikuti bisnis di MCI adalah semata mencari anggota dan tidak melakukan kerja penjualan, maka benar bahwa sistem penjualan MCI adalah termasuk Money game, sementara barang yang dipasarkan hanyalah merupakan produk pengelabuan. Namun,

 

Harga Produk MCI dan Manfaatnya

Sejauh ini, ada dua pandangan di masyarakat mengenai kualitas produk MCI. Pandangan pertama, datang dari para pemerhati ekonomi dan masyarakat anti skema ponzi. Pandangan kedua datang dari kalangan yang sepakat dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

 

Pandangan Masyarakat Anti Skema Ponzi

Masyarakat anti skema ponzi, yang terdiri diri para sarjana ekonomi menyampaikan bahwa produk MCI ini tidak sesuai antara harga dan manfaat. Harga jauh lebih tinggi dari manfaat itu sendiri. Di sisi lain, para peserta yang ingin ikut bergabung dengan MCI, harus menyetorkan uang yang jumlahnya berada di kisaran 200 ribu hingga jutaan rupiah, bergantung pada level keanggotaan yang diikuti.

 

Selanjutnya, para anggota mendapatkan produk MCI yang beraneka ragam dengan manfaat produk yang tidak banyak dimengerti oleh kalangan awam dan berharga mahal ketika jatuh ke tangan konsumen.

 

Dari kesekian produk yang dipasarkan oleh MCI, Bioglass merupakan yang paling mengundang kontroversi di antara produk lainnya. Harga jualnya mencapai kisaran 2 jutaan sampai dengan 7 juta rupiah. Anda bisa menelusurinya di situs Bioglass MCI [arsip]. Berbagai manfaat ditawarkan dari produk satu ini. Namun, manfaat tersebut mendapat sanggahan dari sejumlah peneliti, dan termasuk para dokter.

 

Berangkat dari sini, para ekonom itu kemudian menetapkan bahwa MCI adalah money game, dan uang yang diberikan sebagai bonus oleh perusahaan kepada upline, pada dasarnya adalah uang anggota itu sendiri. Dan ini adalah ciri khas dari money game.

 

Paradigma Alat Kesehatan Berbasis Terapi dan Pengobatan

Sebenarnya letak perbedaan pandangan para ekonom dan MUI ini jatuh pada bagaimana menilai sebuah produk kesehatan, khususnya dari ilmu kesehatan itu sendiri. Sejauh ini, ilmu kesehatan itu dibedakan menjadi 2, yaitu: (1) alat kesehatan berbasis terapiutik dan (2) alat kesehatan berbasis pengobatan.

 

Alat kesehatan berbasis terapeutik, memang umum dipasarkan dengan menawarkan pola-pola penjagaan kesehatan secara terapi. Namanya saja sudah terapi, maka alat yang dipergunakan memang sudah difahami oleh masyarakat kalangan luas sebagai yang tidak bisa menyembuhkan segala penyakit, namun ia adalah produk alternatif sehingga sifat pengobatannya pun juga berbasis pengobatan alternatif.

 

Sebagai buktinya, ketika masyarakat pengguna jasa terapi masih merasa bahwa gejala sakit yang dialaminya tidak bisa sembuh, maka masyarakat masih lari ke dokter guna melakukan pengobatan ala medis.

 

Penerimaan pengobatan alternatif ini di Nusantara sudah bersifat turun-temurun dan bahkan usianya lebih tua dibanding pengobatan sistem medis. Keberadaannya tidak mungkin ditanggulangi. Dan ini yang menjadi dasar, mengapa MCI dan beberapa perusahaan produk jamu tradisional lainnya hingga kini masih bertahan di nusantara.

 

Dengan memperhatikan sisi lain dari pengobatan alternatif ini, serta pengobatan medis yang dengan keilmuannya bisa menjelaskan kedudukan kandungan zat yang diemban, maka ada satu solusi terakhir yang bisa dipergunakan untuk menilai, apakah produk kesehatan sebagaimana yang diproduksi dan dipasarkan oleh MCI ini sebagai yang bersifat merugikan terhadap masyarakat?

 

Jika bisa ditemukan, bahwa ternyata produk tersebut bersifat merugikan terhadap masyarakat, maka tidak diragukan lagi, bahwa skema bisnis MCI adalah benar berlaku sebagai money game. Akan tetapi, jika tidak ditemukan adanya indikasi merugikan itu (dari sisi kesehatan), maka sistem pemasaran MCI adalah bukan money game.

 

Bagaimana dengan pandangan peneliti?

Dalam konteks ini, peneliti lebih condong pada pendapat yang disampaikan oleh para sarjana ekonomi. Ada beberapa alasan tersendiri bagi peneliti untuk menilai akan hal ini:

 

Pertama, setiap produk kesehatan dengan harga yang mahal, senantiasa membutuhkan regulasi pengetahuan mengenai penggunaan dan manfaatnya.

 

Ketiadaan pengetahuan, justru bersifat merugikan dan membahayakan bagi konsumen, sebab konsumen bisa saja menjadi korban akibat salah penggunaan (malapraktik).

 

Kedua, mahalnya harga produk dapat menjadi dasar pengalihan cara berobat konsumen ketika ditimpa penyakit. Bagaimanapun juga, ada sebuah gimic yang berlaku di masyarakat, bahwa : “Ada barang, ada harga, ada manfaat”. Mahalnya harga, akan senantiasa mengundang asumsi bahwa barang yang dibeli dapat mengatasi semua penyakit. Tentu, hal ini bertentangan dengan penjelasan sejumlah dokter yang mengatakan bahwa produk bioglas (misalnya) tidak memiliki manfaat sebesar yang dijanjikan oleh para marketting eksekutif MCI, yaitu:

 

  • Membantu mencegah perkembangan penyakit degeneratif
  • Mengurangi Tingkat Stres
  • Meningkatkan Detoksifikasi Hati
  • Meningkatkan Kualitas Tidur
  • Membantu Proses Detoksifikasi Radikal Bebas
  • Meningkatkan Oksigen Dalam Darah
  • Meningkatkan Rasa Makanan Dan Minuman
  • Meningkatkan Penyerapan Nutrisi Ke Dalam Tubuh
  • Meningkatkan Sistem Kekebalan Tubuh
  • Meremajakan Kembali Sel-Sel Tubuh Yang Telah Rusak
  • Getarannya Memiliki Efek Menerangkan + Meningkatkan Kesadaran Mental
  • Membuat Tubuh Terasa Lebih Bugar, Stabil Dan Bebas Pengaruh Radiasi
  • Meningkatkan Penyerapan Asupan Gizi : Dari Makanan, Minuman Dan Vitamin
  • Membuat Air Yang Berenergi Yang Membantu Proses Detoksifikasi/Pembersihan racun Dari Dalam Tubuh

 

Kesimpulan Hukum

Alhasil, dengan menimbang efek merugikan yang bisa timbul dari sisi harga, dan peluang terjadinya malapraktik akibat penggunaan produk MCI tanpa pengetahuan, serta ketiadaan jaminan terhadap manfaatnya barang, maka dalam hemat peneliti, sudah tepat bila diberlakukan kaidah: menolak timbulnya dlarar (kerugian) akibat penggunaan produk ini. Kaidah khusus yang berlaku adalah:

 

يُحْتَمَلُ الضَّرَرُ الْخَاصُّ لِدَفْعِ الضَّرَرِ الْعَامِّ‎

 

"Kerugian yang bersifat khusus menghendaki ditempuh untuk menolak kerugian yang bersifat umum.”

 

Kerugian yang bersifat khusus yang dimaksud di sini adalah entitas usaha MCI yang menjual produk kesehatan dengan harga mahal yang disertai adanya skema bisnis dengan menyerupai money game dengan biaya pendaftaran anggota yang mahal. Di sisi lain, produk MCI sulit dipasarkan di masyarakat secara umum, sehingga keuntungan dari member yang menjadi anggotanya akan cenderung mengarah pada pencarian bonus semata (ighra’) dan bukan pada penjualan produk.

 

Adapun yang dimaksud sebagai kerugian umum adalah kerugian masyarakat pengguna produk yang tidak mengetahui daya manfaat produk MCI, padahal dari sisi harga, mereka harus mengeluarkan biaya yang tinggi. Alhasil, kerugian ini yang lebih aqwa dibanding kerugian entitas usaha MCI.

 

Apa yang disampaikan oleh penulis ini semata pertimbangan dari sisi kemasyarakatan dan ekonomi masyarakat dan tidak untuk dipertentangkan dengan keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI), seiring harga pasaran produk MCI mengundang sejumlah kontroversi terkait dengan unsur penyusun produknya. Wallahu a’lam bish shawab.

 

Muhammad Syamsudin, S.Si., M.Ag, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah - Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, dan Wakil Sekretaris Bidang Maudlu’iyah LBM PWNU Jawa Timur