Syariah

Larangan Mendzalimi Diri Sendiri pada Bulan Rajab

Kam, 10 Februari 2022 | 20:00 WIB

Larangan Mendzalimi Diri Sendiri pada Bulan Rajab

bulan haram memiliki nilai-nilai sakralitas dan identik dengan kemuliaan yang tidak bisa ditemukan pada bulan-bulan lainnya. Maka, semua balasan dari amal kebaikan dan kejelekan dilipatgandakan oleh Allah pada bulan-bulan tersebut,

Keputusan PBNU perihal awal bulan Rajab menjadi kabar yang sangat ditunggu oleh umat Islam, khususnya nahdliyin. Sebab, bulan Rajab merupakan salah satu bulan yang sangat sakral dan sangat diagungkan dalam Islam.


Selain sebagai bulan haram, bulan Rajab ini menjadi awal untuk menyongsong bulan-bulan mulia selanjutnya, yaitu bulan Sya’ban dan Ramadhan. Tidak hanya itu, keagungan bulan Rajab ini diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur’an, yaitu:


إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُواْ فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ


Artinya, “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu,” (Surat At-Taubah ayat 36).


Pada ayat di atas, Allah menegaskan bahwa terdapat dua belas bulan dalam satu tahun, dan di antara yang dua belas itu terdapat empat bulan haram yang sangat dimuliakan, yaitu yaitu; (1) Zulqa’dah; (2) Zulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.


Tidak hanya itu, setelah Allah menyatakan terdapat empat bulan yang sangat mulia, Dia juga menegaskan larangan kepada manusia agar tidak merusak nilai-nilai kemuliaan dan keagungan yang terdapat dalam bulan haram, termasuk bulan Rajab, dengan menzalimi diri mereka sendiri. Akan tetapi, apa yang dimaksud menzalimi diri sendiri pada ayat di atas? Mari simak penjelasan para ulama tafsir berikut.


Jangan Zalimi Diri Sendiri

Imam Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi (wafat 516 H), yang memiliki gelar muhyis sunnah (penghidup sunnah), dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan larangan Allah kepada manusia untuk tidak menzalimi diri sendiri pada ayat di atas, adalah dengan tidak merusak kemuliaan bulan haram dengan melakukan maksiat, dan meninggalkan taat. Hal ini tidak lain karena semua nilai pekerjaan pada bulan ini dilipatgandakan oleh Allah swt,


العَمَلُ الصَّالِحُ أَعْظَمُ أَجْرًا فِي الْأَشْهُرِ الْحُرُمِ، وَالظُّلْمُ فِيْهِنَّ أَعْظَمُ مِنَ الظُّلْمِ فِيْمَا سِوَاهُنَّ


Artinya, “Amal saleh lebih agung (besar) pahalanya di dalam bulan-bulan haram (Zulqa’dah, Zulhijjah, Muharram, dan Rajab). Sedangkan zalim pada bulan tersebut (juga) lebih besar dari zalim di dalam bulan-bulan selainnya.” (Imam al-Baghawi, Ma’alimut Tanzil fi Tafsiril Qur’an, [Beirut, Darul Ihya’ at-Turats, cetakan keempat: 1417 H/1997 M], juz IV, halaman 44).


Selain penafsiran di atas, Imam al-Baghawi juga mengutip beberapa penafsiran ulama lain, seperti Imam Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan menzalimi diri sendiri, adalah dengan menghalalkan setiap sesuatu yang telah dinyatakan haram dalam Islam, dan mengharamkan setiap yang halal, seperti merampok pada bulan tersebut. (al-Baghawi, Ma’alimut Tanzil: IV/45).


Dari penjelasan al-Baghawi di atas, dapat kita pahami bahwa sakralitas bulan haram, termasuk bulan Rajab adalah dengan memperbanyak melakukan kebaikan dan ketaatan, sedangkan tindakan yang merusak nilai-nilai sakral tersebut adalah melakukan kemaksiatan dengan berbagai macam bentuknya. Oleh karena itu, pada bulan ini sudah selayaknya mengistirahatkan diri untuk tidak melakukan kemaksiatan kepada Allah swt dan fokus beribadah kepada-Nya.

 

Alasan Larangan Menzalimi Diri Sendiri

Syekh Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili dalam kitab tafsirnya memberikan alasan di balik larangan Allah untuk melakukan pekerjaan zalim pada bulan tersebut. Menurutnya, bulan haram memiliki nilai-nilai sakralitas dan identik dengan kemuliaan yang tidak bisa ditemukan pada bulan-bulan lainnya. Maka, semua balasan dari amal kebaikan dan kejelekan dilipatgandakan oleh Allah pada bulan-bulan tersebut,


وَالْمُرَادُ النَّهْيُ عَنْ جَمِيْعِ الْمَعَاصِي بِسَبَبٍ مَا لِهذِهِ الْأَشْهُرِ مِنْ تَعْظِيْمِ الثَّوَابِ وَالْعِقَابِ فِيْهَا


Artinya, “Yang dimaksud (dari ayat larangan menzalimi diri sendiri), adalah larangan dari semua bentuk maksiat dengan sebab apa pun pada bulan-bulan haram ini, (hal itu) disebabkan besarnya pahala dan siksaan di dalamnya.” (Syekh Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir fil Aqidati was Syari’ati wal Manhaji, [Damaskus, Beirut, Darul Fikr], juz X, halaman 202).


Syekh Wahbah Zuhaili memosisikan larangan menzalimi diri sendiri pada bulan haram di atas sebagai bentuk “kasih sayang” agar umat Islam tidak disiksa dengan siksaan yang berlipat ganda oleh Allah kelak di hari kiamat. Oleh karenanya, bulan ini menjadi bulan ketaatan dan kebaikan, yang semua pahala yang didapatkan darinya melebihi nilai pahala dari bulan yang lain.


Jika ditanya, “Kenapa Allah hanya melipatgandakan pahala kebaikan dan siksa dari kemaksiatan hanya pada bulan tersebut?” Maka jawabannya, sebenarnya Allah juga memberikan pahala atas kebaikan dan ketaatan yang dilakukan di selain bulan haram, juga memberikan siksa kepada orang yang melakukan kejelekan dan maksiat di selain bulan haram.


Akan tetapi, Allah memilih dan menghendaki beberapa bulan untuk melipatgandakan semua amal kebaikan dan kejelekan di dalamnya, hal ini boleh-boleh saja bagi Allah, dan merupakan sesuai yang jaiz (boleh-boleh) saja bagi-Nya. Hal ini sebagaimana penjelasan Imam Ibnu Katsir ad-Dimisyqi, dalam kitab tafsirnya, beliau mengatakan,


إِنَّ اللهَ اصْطَفَى صَفَايَا مِنْ خَلْقِهِ، اِصْطَفَى مِنَ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا وَمِنَ النَّاسِ رُسُلًا وَاصْطَفَى مِنَ الشُّهُوْرِ رَمَضَانَ وَالْأَشْهُرَ الْحُرُمَ


Artinya, “Allah memilih beberapa pilihan dari makhluk-Nya. Allah memilih utusan dari malaikat sebagai rasul, dari manusia sebagai rasul, dan (juga) memilih dari beberapa bulan, pada bulan raamadhan dan bulan-bulan haram.”


فَعَظِّمُوْا مَا عَظَّمَ اللهُ، فَإِنَّمَا تُعَظَّمُ الْأُمُوْرُ بِمَا عَظَّمَهَا اللهُ بِهِ


Artinya, “Maka muliakanlah sesuatu yang dimuliakan oleh Allah. Maka sungguh keagungan sesuatu bila diagungkan oleh Allah kepadanya.” (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anil Azhim, [Dar Tahyyibah, cetakan kedua: 1999 M], juz IV, halaman 149).


Alhasil, bulan Rajab sebagai salah satu balan haram yang sangat dimuliakan oleh Allah swt sebagaimana penjelasan di atas, maka sudah saatnya untuk menjalani bulan ini dengan semangat untuk meningkatkan spiritualitas ibadah kepada Allah, sebagai representasi memuliakan apa yang dimuliakan oleh-Nya.


Tidak sebatas itu, pada bulan ini juga seharusnya mengurangi dan bahkan meninggalkan maksiat dengan segala macamnya. Sebab, maksiat merupakan salah satu pekerjaan yang bisa merusak kemuliaan bulan Rajab.


Adapun Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memberikan keputusan resmi bahwa awal bulan Rajab bertepatan dengan hari Kamis, 3 Februari 2022 M, yang diputuskan berlandaskan laporan tim rukyat yang tidak melihat hilal di seluruh Indonesia pada Selasa 29 Jumadits Tsani 1443 H/1 Februari 2022 M. Sejak hari (Kamis) itu pula bulan Rajab dimulai.


Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam, Durjan, Kokop, Bangkalan, Jawa Timur.