Sirah Nabawiyah

Waraqah bin Naufal, Nasrani yang Mengimani Nabi Muhammad

Sel, 23 April 2019 | 08:00 WIB

Ketika Rasulullah menerima wahyu di awal-awal kenabiannya, beliau ragu dengan apa yang terjadi. Sayyidah Khadijah mengajaknya menemui Waraqah bin Naufal, saudara sepupunya. Waraqah bin Naufal adalah orang yang menguasai kitab-kitab suci terdahulu, khususnya Yahudi dan Kristen. Waraqah termasuk orang langka. Di saat mayoritas orang Quraisy menyembah berhala, ia mempercayai tradisi agama-agama terdahulu dan menolak menyembah berhala. Ia mencari agama yang lurus (al-millah al-hanafiyyah) dan ajaran Ibrahim (al-syarî’ah al-ibrâhimiyyah). Hal ini tercatat dalam Nawâdir al-Mahthûthât yang mengatakan:

وكانت فيهم الملة الحنيفية الإسلامية، والشريعة الإبراهيمية، ومن أهلها كان قس بن ساعدة الإيادي، ورقة بن نوفل الأسدي، وزيد بن عمرو من بني عدي، وقتلته الروم لذلك

Di dalamnya terdapat (pencari/penganut) agama lurus yang islamiyyah dan syariat Nabi Ibrahim, sebagian dari mereka adalah Quss bin Sâ’idah al-Iyâdî (w. 23 SH), Waraqah bin Naufal al-Asadî, Zaid bin ‘Amr dari Bani ‘Adi yang terbunuh oleh orang Romawi karena melakukan pencarian.” (Syekh Abdussalam Muhammad Harun, Nawâdir al-Mahthûthât, Kairo: Mathba’ah Musthafa al-Babi al-Halabi, 1973, juz 1, h. 327)

Nasab Waraqah dari pihak ayah adalah Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul ‘Uzza, sedang dari pihak ibu adalah Hindun binti Abu Kabir bin ‘Abd bin Qushay. Waraqah bin Naufal merupakan penganut agama Nasrani. Imam Ibnu Ishaq berkata: “kâna nashrâniyyan qad tatabba’a al-kutub—Ia seorang Nasrani yang benar-benar mengikuti kitab-kitab.” (Imam Abu al-Qasim al-Suhaili, al-Raudl al-Unuf Syarh al-Sîrah al-Nabawiyyah lî Ibn Hisyâm, Kairo: Darul Hadits, 2008, juz 1, h. 361-364). Ia menentang penyembahan berhala yang dilakukan masyarakatnya. Salah satu riwayat yang menunjukkan keyakinannya adalah perkataannya terhadap teman-temannya:

أتعلمون والله ما قومكم على دين، ولقد أخطأوا الحجة، وتركوا دين إبراهيم

Apakah kalian mengetahui, demi Allah kaum kalian tidak berada dalam agama (yang benar). Cara pandang mereka salah. Mereka telah meninggalkan agama Ibrahim.” (Imam Ibnu ‘Asakir, Tarîkh Madînah Dimasyq, Beirut: Darul Fikr, 1995, juz 3, h. 424)

Dari berbagai riwayat, Waraqah bin Naufal adalah orang yang haus dengan kebenaran. Ia berkelana ke sana-kemari mencarinya, melintasi berbagai negeri dan kota. Dalam salah satu riwayat diceritakan:

أن زيد بن عمرو وورقة بن نوفل خرجا يلتمسان الدين حتي انتهيا إلي راهب بالموصل فقال لزيد بن عمرو: من أين أقبلت يا صاحب البعير؟ فقال: من بنية إبراهيم، قال: وما تلتمس؟ قال: ألتمس الدين، قال: ارجع فإنك يوشك أن يظهر في أرضك، قال: فأما ورقة فتنصّر وأما أنا فعدمت علي النصرانية فلم يوافقني، فرجع

Sesungguhnya Zaid bin Amr dan Waraqah bin Naufal keduanya berkelana mencari agama (yang benar) hingga keduanya sampai kepada seorang pendeta di Mosul. Pendeta itu berkata kepada Zaid bin ‘Amr: ‘Dari mana kau berasal, wahai penunggang unta?’ Zaid bin ‘Amr menjawab: ‘Dari rumah Ibrahim (Ka’bah/Makkah).’ Pendeta itu berkata: ‘Apa yang sedang kau cari?’ Zaid bin ‘Amr menjawab: ‘Aku sedang mencari agama (yang benar).’ Pendeta itu berkata: ‘Kembalilah, sesungguhnya kau telah dekat dengan kemunculan (agama yang benar) di tanahmu (daerahmu).’ Zaid bin Amr berkata: ‘Adapun Waraqah menjadi seorang Nasrani, tapi aku kehilangan (ketertarikan) terhadap agama Nasrani, karenanya Waraqah tidak sependapat denganku. Kemudian Zaid bin Amr kembali (ke Makkah).” (Imam Ibnu ‘Asakir, Tarîkh Madînah Dimasyq, Beirut: Darul Fikr, 1995, juz 19, h. 500)
Waraqah belajar pada banyak guru, dan menguasai kitab-kitab terdahulu. Ia juga menyalin Perjanjian Baru ke dalam bahasa Arab. Ia memahami betul isi kitab-kitab suci terdahulu, terutama dalam tradisi Ibrahim. Sebagai saudara sepupunya, Sayyidah Khadijah mengetahui keahlian Waraqah bin Naufal. Karena itu, ia membawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepadanya, dan menanyakan peristiwa yang dialami suaminya. Setelah diceritakan secara mendetail, Waraqah bin Naufal mengatakan:

أَبْشِرْ، ثُمَّ أَبْشِرْ، فَأَنَا أَشْهَدُ أَنَّكَ الَّذِي بَشَّرَ بِهِ ابْنُ مَرْيَمَ، وَأَنَّكَ عَلَى مِثْلِ نَامُوسِ مُوسَى، وَأَنَّكَ نَبِيٌّ مُرْسَلٌ، وَأَنَّكَ سَوْفَ تُؤْمَرُ بِالْجِهَادِ بَعْدَ يَوْمِكَ هَذَا، وَلَئِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ لَأُجَاهِدَنَّ مَعَكَ

“Berbahagialah, kemudian berbahagialah. Aku bersaksi bahwa kau adalah orang yang (dijanjikan) membawa kabar gembira oleh (Isa) putra Maryam. Sesungguhnya kau (didatangi malaikat) seperti Namus (Jibril) untuk Musa. Sesungguhnya kau adalah nabi yang diutus. Sesungguhnya kau akan diperintahkan untuk berjihad setelah harimu (diangkat menjadi nabi) ini, dan andai aku masih bertemu masa itu, sungguh, aku akan berjihad bersamamu.” (Imam Abu Bakr al-Baihaqi, Dalâ’il al-Nubuwwah, Kairo: Dar al-Rayyan li al-Turats, 1988, juz 2, hlm 158-159)

Dalam riwayat lain dikatakan, pertama kali Sayyidah Khadijah menemui Waraqah adalah ketika ia mendengar cerita pembantunya, Maisarah, tentang perkataan Rahib yang melihat Muhammad dilindungi oleh dua malaikat. Dalam riwayat itu dikatakan:

قال إبن إسحاق: وكانت خديجة بنت خويلد قد ذكرتْ لورقة بن نوفل بن أسد بن عبد العزّي—وكان ابن عمّها، وكان نصرانيّا قد تتبّع الكتب، وعلم من علم النّاس—ما ذكر لها غلامها ميسرة من قول الرّاهب، وما كان يري منه إذ كان الملكان يظلّانه، فقال ورقة: لئن كان هذا حقا يا خديجة، إنّ محمّدا لنبيّ هذه الأمة، وقد عرفْت أنه كائن لهذه الأمة نبيّ ينتظر، هذا زمانه

Ibnu Ishaq berkata: Khadijah binti Khuwailid bercerita kepada Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul ‘Uzza—ia adalah anak pamannya, seorang Nasrani yang bersungguh-sungguh mengikuti kitab-kitab, dan orang yang berilmu di (kalangan) manusia—apa yang diceritakan pembantunya, Maisarah, kepadanya tentang perkataan seorang pendeta, bahwa ia melihat Muhammad selalu dinaungi oleh dua malaikat. Waraqah bin Naufal berkata: ‘Jika (ceritamu) ini benar, wahai Khadijah, sesungguhnya Muhammad adalah nabi umat ini. Sungguh aku telah mengetahui bahwa ada nabi yang dinantikan untuk umat ini, dan inilah waktunya’.” (Imam Abu al-Qasim al-Suhaili, al-Raudl al-Unuf Syarh al-Sîrah al-Nabawiyyah lî Ibn Hisyâm, 2008, juz 1, h. 364)

Waraqah bin Naufal diperkirakan wafat sekitar tahun 610 M, tidak lama setelah Nabi Muhammad menerima wahyu pertamanya. Soal kedudukannya di akhirat, banyak riwayat yang menunjukkan bahwa Waraqah adalah ahli surga. Berikut beberapa riwayat yang menjelaskan tentang itu:

فمات ورقة فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: رأيت القس في الجنة عليه ثياب خضر

Kemudian Waraqah meninggal (tak lama setelah meyakini kenabian Muhammad), maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku melihat sang pendeta (Waraqah bin Naufal) di surga mengenakan baju hijau.” (Imam Ibnu Abi Syaibah, al-Mushannaf, Beirut: Darul Qiblah lil-Tsaqafah al-Islamiyyah, 2006, juz 20, h. 233)

Imam Abu al-Qasim al-Suhaili (508-581 H) dalam al-Raudl al-Unuf menulis satu paragraf khusus membahas kedudukan Waraqah bin Naufal di akhirat. Beliau menulis:

وهو أحد من آمن بالنّبي قبل البعث، وروي الترمذي أن رسول الله قال: (رَأَيْتُه في الْمَنام وعليه ثِيَابٌ بيضٌ، ولو كان مِن أهلِ النّارِ لَمْ يَكنْ عليه ثيابٌ بيضٌ)، وهو حديث في إسناده ضعفٌ، لأنّه يدُور علي عثمان بن عبد الرحمن ولكنْ يُقَوّيه ما يأْتي بعد هذا من قوله صلي الله عليه وسلم: (رأيتُ القسّ-يعني ورقة-وعليه ثيابٌ حَرِيرٌ لِأَنَّهُ أوَّل مَنْ آمن بي وصدّقنِي) ـ

Waraqah adalah seseorang yang beriman kepada nabi sebelum masa diutus, al-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: (Aku melihat Waraqah bin Naufal dalam mimpi, dia mengenakan baju putih. Jika dia termasuk ahli neraka, dia tidak akan mengenakan baju putih). Hadits ini lemah dalam isnadnya karena ada Utsman bin Abdurrahman, tetapi hadits tersebut dikuatkan dengan perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini: (Aku melihat pendeta—maksudnya Waraqah—dia mengenakan baju sutera, karena dia adalah orang pertama yang beriman kepadaku dan membenarkanku).” (Imam Abu al-Qasim al-Suhaili, al-Raudl al-Unuf Syarh al-Sîrah al-Nabawiyyah lî Ibn Hisyâm, 2008, juz 1, h. 362)

Dengan dasar beberapa riwayat di atas, bisa dikatakan bahwa Waraqah bin Naufal termasuk ahli surga seperti yang dikatakan oleh Rasulullah. Salah satu alasan kenapa Waraqah termasuk ahli surga, Imam Abu al-Qasim al-Suhaili mengatakan: “wa kâna yadzkurullaha fî safarihi fîl jâhiliyyah wa yusabbihuhu—(karena) Waraqah bin Naufal (selalu) mengingat Allah dalam (setiap) perjalanannya di masa jahiliyah dan (selalu) bertasbih kepada-Nya.” Sebagai bukti, potongan syair Waraqah bin Naufal perlu ditampilkan:

لَقدْ نَصَحْت لأقوام وقلت لهم: أنا النذير فلا يغرُرْكم أحَدٌ, لَا تَعْبُدنّ إلَهًا غيرَ خالِقِكم 

Sungguh telah kunasihati orang-orang, kukatakan pada mereka: aku adalah pengingat, agar kau tak mudah terbujuk orang. Jangan pernah kau sembah tuhan yang bukan penciptamu.” (Imam Abu al-Qasim al-Suhaili, al-Raudl al-Unuf Syarh al-Sîrah al-Nabawiyyah lî Ibn Hisyâm, 2008, juz 1, h. 362)

Wallahu a’lam...


Muhammad Afiq Zahara, alumni Pondok Pesantren Darussa’adah, Bulus, Kritig, Petanahan, Kebumen