Sirah Nabawiyah

Sejarah Singkat Penetapan Awal Tahun Hijriah

Jum, 21 Agustus 2020 | 04:15 WIB

Sejarah Singkat Penetapan Awal Tahun Hijriah

Sejarah penetapan awal tahun hijriah dimulai dari keinginan Sayyidina Umar bin Khattab untuk memperoleh kepastian cacatan waktu.

Imam Fakhruddin ar-Razi menyebutkan dalam kitab tafsirnya bahwa manusia telah lama mengenal hari dan bulan dalam satu tahun. Bagi bangsa Arab sendiri, dalam satu tahun mereka menghitung sesuai dengan perputaran bulan. Mereka menggunakannya sejak zaman Nabi Ibrahim. Sebagaimana firman Allah 


هو الذي جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدره منازل لتعلموا عدد السنين والحساب... 


"Dialah (Allah)  yang menjadikan matahari bersinar, dan bulan bercahaya. Dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan (tahun) dan perhitungan (waktu)... " (QS Yunus: 5).


Sedangkan bangsa Persia dan Romawi, menghitung satu tahun dengan perputaran matahari. Itulah sebabnya, mengapa terdapat istilah “Qamariyah” (mengikuti bulan) dan “Syamsiyah” (mengikuti matahari). 


Dari jumlah hari pun kedua hitungan tahun ini berselisih 11 hari. Sebab pada tahun Syamsiyah terdapat 30/31 hari pada setiap bulannya (kecuali Februari, 28 hari. Dan 29 hari di tahun kabisat), sehingga pada setiap tahunnya berjumlah 365 hari (366 hari untuk kabisat) . Sedangkan tahun Qamariyah terdapat 29/30 hari pada setiap bulannya, sehinnga pada setiap tahunnya berjumlah 354 hari. 

 


Umat Muslim sendiri mengikuti tahun Hijriah, yang mana adalah nama lain dari tahun Qamariyah. Dan menetapkan dua belas bulan pada setiap tahunnya sebagaimana firman Allah:


إن عدة الشهور عند الله اثنا عشر شهرا 


"Sesungguhnya jumlah bulan menurut  Allah ialah dua belas bulan... " (QS At Taubah: 36)


Adapun nama Hijriah diambil dari hijrahnya Rasulullah ﷺ dari Makkah menuju Madinah. Sebab dengan hijrah ini, dipisahkannya antara yang benar dan yang batil. 


Sebagaimana diceritakan Imam Ibnu al-Jauzi dalam kitabnya al-Muntadham fi Tarikh al-Muluk wal Umam (4/227), pada saat kekhalifahan Umar bin Khattab, dan kepengurusan negara telah tertata rapi, Sayyidina Umar pernah menerima sebuah dokumen yang bertuliskan Sya‘ban. Sayyidina Umar berkata, "Yang dimaksud di sini, Sya‘ban yang mana? Yang lalu, akan datang, atau sekarang?" Kemudian Sayyidina Umar mengumpulkan para sahabat dan berkata kepada mereka, "Tetapkan tahun untuk masyarakat, yang bisa mereka jadikan sebagai acuan!" 


Ada yang mengusulkan agar menggunakan acuan penanggalan kalender bangsa Romawi. Namun, usulan ini dibantah karena penanggalan kalender Romawi sudah terlalu tua. Perhitungannya sudah dibuat sejak zaman Dzulqarnain (zaman sebelum Masehi). Ada yang mengusulkan lagi agar menggunakan acuan penanggalan kalender bangsa Persia. Usulan ini juga dibantah karena setiap kali rajanya naik tahta, raja tersebut akan meninggalkan sejarah sebelumnya. Akhirnya mereka sepakat dengan melihat berapa lama Rasulullah ﷺ hidup bersama mereka (di Madinah). Mereka mendapati bahwa beliau telah berada di kota Madinah selama 10 tahun. Maka dicatatlah penanggalan kalender Islam berdasarkan awal hijrah Rasulullah ﷺ, yang berarti bahwa peristiwa itu terjadi pada tahun ke-16 setelah hijrah.

 


Mengenai cerita tersebut, Imam Ibnu al-Jauzi berkata bahwa perhitungan awal tahun Qamariyah telah lama berubah. Dulu pernah dimulai perhitungannya sejak peristiwa dibakarnya Nabi Ibrahim, dan terlupakan. Setelahnya dimulai lagi perhitungannya sejak selamatnya Nabi Musa, dan terlupakan. Setelahnya dimulai lagi perhitungannya sejak diangkatnya Nabi Isa, dan terlupakan. 


Basuni Baihaqi, Mahasiswa Imam Shafie College (ISC), Mukalla - Yaman