Sirah Nabawiyah

Perhatian Nabi Muhammad pada Urusan Pertanian

Sab, 8 Agustus 2020 | 04:00 WIB

Perhatian Nabi Muhammad pada Urusan Pertanian

Disebutkan kalau Allah akan memberi pahala orang yang menanam pohon sebanyak pohon yang ia tanam dan buah yang dihasilkan pohonnya itu. (Foto: Dok Istimewa)

"Siapa pun Muslim yang menanamkan suatu tanaman atau menabur suatu benih, kemudian hasilnya dimakan oleh burung atau manusia atau binatang ternak, melainkan ia menjadi sedekah baginya," kata Nabi Muhammad dalam sebuah hadits riwayat Bukhari dan Ahmad.


Nabi Muhammad tinggal di Kota Madinah selama kurang lebih sepuluh tahun. Berbeda dengan Makkah yang tandus, Madinah adalah kota yang kaya sumber mata air. Ia dikenal sebagai kota pertanian, penghasil kurma, dan anggur. Oleh karena itu, Nabi Muhammad sedikit banyak bersentuhan dengan dunia cocok tanam. Lebih dari itu, Nabi Muhammad menaruh perhatian yang cukup besar terhadap sektor pertanian dan mendorong agar umatnya bercocok tanam.  


Hal itu bisa dilihat dari beberapa hadits Nabi Muhammad yang terkait dengan sektor pertanian. Misalnya, beliau pernah bersabda bahwa ada tujuh orang yang pahalanya terus mengalir selama dia berada di alam kubur; salah satunya adalah orang yang menanam pohon kurma. Disebutkan bahwa Allah akan memberi pahala kepada orang yang menanam pohon sebanyak pohon yang ia tanam dan buah yang dihasilkan pohonnya itu.


Dikisahkan bahwa Nabi Muhammad pernah membantu salah satu sahabatnya, Salman al-Farisi, menanam 300 benih pohon kurma, sebagai harga yang harus dibayar untuk kemerdekaannya. Semula Salman adalah seorang budak. Setelah memeluk Islam, Nabi Muhammad meminta Salman membuat perjanjian kepada majikannya agar bisa dibebaskan. Sang majikan akan memberikan kemerdekaan manakala Salman menanam 300 pohon kurma—tanpa ada satu batang pun yang mati—dan 40 uqiyah. 


Singkat cerita, Nabi Muhammad memerintahkan para sahabatnya untuk membantu Salman mengumpulkan 300 benih pohon kurma. Setelah terkumpul, Nabi meminta Salman untuk membuat lubang-lubang di tanah untuk menanam ratusan benih pohon kurma tersebut. Merujuk Akhlak Rasul Menurut Al-Bukhari dan Muslim (Abdul Mun’im al-Hasyimi, 2018), Nabi Muhammad, Salman, dan para sahabat kemudian mulai menanam benih pohon kurma tersebut satu per satu ke dalam lubang yang sudah dipersiapkan.  


Kisah lain, seperti diceritakan Nizar Abazhah (Sejarah Madinah, 2017), Nabi Muhammad pernah meninjau langsung orang-orang yang bekerja di ladang perkebunan kurma. Pada saat itu, orang-orang tengah mengawinkan kurma miliknya. Melihat hal itu, Nabi Muhammad mencoba memberikan saran agar tidak melakukan hal seperti itu—mengawinkan kurma. Dengan demikian, Nabi menilai bahwa kurma akan lebih banyak berbuah.
  

"Coba kalian tidak begitu kan, tentu hasilnya akan baik," kata Nabi.  


Pada musim itu para sahabat melaksanakan saran Nabi Muhammad, yaitu tidak mengawinkan pohon kurmanya. Namun naasnya, mereka mengalami gagal panen. Buah kurma menjadi busuk dan rusak. Nabi yang kemudian mengetahui persoalan itu mengatakan bahwa dirinya hanya menebak saja—soal tidak perlu mengawinkan pohon kurma agar berbuah banyak. Sehingga mereka tidak perlu mengambil saran Nabi tersebut. Beliau menegaskan bahwa umatnya lebih mengetahui urusan dunia mereka sendiri.


"Sungguh aku hanya mengira-ngira. Karena itu, tak usah kau ambil perkiraanku. Tetapi bila aku berbicara sedikit saja yang berkaitan dengan Allah, ambil dan pegangilah," tegas Nabi.


Selain itu, Nabi Muhammad memberikan ‘keringanan’ kepada para petani untuk memelihara anjing, sebagi penjaga lahan. Dengan adanya anjing yang menjaga lahan, maka diharapkan hasil pertanian bisa banyak dan melimpah karena tidak lagi dicuri orang atau dimakan hewan.  


Nabi Muhammad juga membuat beberapa ketentuan agar petani yang menjual hasil pertaniannya dan pembeli terhindar dari kemungkinan tertipu, dirugikan, atau pun berselisih di kemudian hari. Misalnya, Nabi melarang menjual buah-buahan sampai buah tersebut matang dan bisa dimakan, melarang transaksi muhaqalah (menyewa tanah dengan tanam-tanaman atau menjual makanan di mayangnya dengan gandum), mukhadharah (menjual buah-buahan atau biji-bijian sebelum diketahui baik atau tidaknya), dan muzanabah (menjual kurma dengan takaran tertentu—jika kurang maka tidak boleh minta tambah dan jika lebih maka boleh diambil).


Penulis: Muchlishon Rochmat
Editor: Kendi Setiawan